Prolog

212 55 14
                                    


~•0•~

Kini suasana malam hanya menyisakan suara serangga bersahutan, diterangi oleh sinar rembulan tepat menerpa seorang gadis kecil berusia 8 tahun yang berbaring di kasur dekat jendela yang terbuka. Ia tidak bisa tidur karena memiliki kebiasaan insomnia. Padahal hari sudah semakin larut, namun rasa kantuk belum menyerang.

Gadis tersebut membolak-balikkan tubuh mungilnya. Mencari posisi yang nyaman agar bisa tertidur, lagi-lagi tak membuahkan hasil. Ia mendesah pelan, kebiasaan yang paling ia benci. Kenapa disaat orang-orang sedang terlelap ia selalu terjaga? Tak adil.

Akhirnya ia beranjak menuju meja belajar untuk mengambil
handphone. Mamanya pernah menyarankan untuk mendengarkan musik agar mudah tidur. Untuk pertama kali, gadis tersebut melakukan saran dari sang Mama. Ia memutar lantunan klasik melodi piano. Benar-benar menenangkan.

Gadis ber-iris coklat tersebut mulai memejamkan matanya. Mendengarkan musik yang merileks kan pikirannya. Ia hanyut dalam setiap alunan melodi yang seakan membuatnya melayang. Namun masih mencoba untuk memasuki alam mimpi.

Dalam kondisi masih tersadar     walau sudah menutup matanya,  gadis terbungkus piyama itu melihat sebuah cahaya putih. Ia mengeritkan keningnya, Begitu terangkah cahaya rembulan? Sampai dapat menembus kelopak matanya?

Namun, sesaat ia tersadar itu bukanlah cahaya bulan karena semakin lama cahaya tersebut semakin terang dan mendekat. Gadis itu diam ia tak berniat untuk membuka matanya. Ia penasaran cahaya apa itu.

Semakin lama cahaya tersebut menerang membuatnya refleks memejamkan matanya erat-erat. Kemudian sesaat ia merasa sedang di tarik oleh seseorang. Karena penasaran, mata ber-alis lentik itu terbuka perlahan. Ia tercengang saat melihat ruangan yang begitu asing.  Banyak benda-benda hancur, pecahan kaca berserakan. Ruang yang hanya diterangi oleh sorotan sinar bulan dari jendela yang sedikit retak. Dingin menyentuh kulit mulusnya.

Alunan musik masih terdengar oleh gadis itu membuatnya tersadar kalau tadi sedang mencoba untuk tertidur. Namun sekarang dimana ini?
Dan kenapa sekarang ia di tarik oleh seseorang? Ralat lebih tepatnya diseret karena posisinya sekarang terduduk. Gadis bertubuh mungil itu meronta-ronta, namun tubuhnya tak bisa di gerakkan sama sekali. Ia merasa seperti ada sesuatu yang menindih tubuhnya. Sangat berat, bahkan membuka mulut saja tidak bisa.

Ia terus berusaha meronta, tetapi tubuhnya tidak mau bergerak menuruti perintah otaknya. Tubuhnya masih di seret oleh seseorang, cengkraman tangan di bahunya terasa menyakitkan. Gadis tersebut ditarik mundur sehingga tak bisa melihat siapa yang menariknya.

Alunan musik masih terdengar jelas di indra pendengarannya. Apa yang sebenarnya terjadi? Pertanyaan yang terngiang di kepalanya. Gadis tersebut merengek pada Tuhan berharap ada suatu keajaiban yang menolongnya. Dengan tekad yang kuat ia kembali menggerakkan tubuhnya walaupun hanya pergerakan dari jemarinya.

Dengan nafas yang hampir menipis seolah siap merenggut nyawanya gadis tersebut berhasil menggerakkan salah satu jemarinya. Hal itu langsung membuat tubuhnya tersentak. Perlahan mengerjap-ngerjapkan matanya menyesuaikan sorotan cahaya bulan. Ia menyapu pandangan di sekelilingnya, gadis tersebut bergidik ngeri saat ia sekarang berada di kamarnya sedang bebaring di atas kasur lembutnya.

'Apa tadi itu mimpi? Tapi mengapa tadi itu seolah nyata?' batinnya dengan nafas yang memburu. Seolah kejadian singkat tadi bukan sekedar mimpi. Bahkan alunan musik yang ia putar tadi masih berlanjut. Benar-benar aneh.

Setelah cukup tenang gadis tersebut memejamkan matanya. Ia tertidur di terangi cahaya rembulan yang masih setia di tempatnya. Tanpa di sadari muncul sebuah simbol di leher gadis tersebut.

~•0•~

Senin, 29 Maret 2021


Two WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang