2. Sugar and Smoke Rings

419 61 5
                                    

Tak ada notifikasi apapun dari Jihoon yang masuk ke dalam ponsel Guanlin.

Seolah mereka tidak baru saja menghabiskan waktu semalaman berdua di dalam rumah pohon miliknya, tidak memejamkan mata barang sedetik pun karena takut pagi datang terlalu cepat, dan mereka harus kembali merahasiakan hubungan mereka.

Seolah Guanlin tak bisa lagi mencium aroma tubuh Jihoon yang menempel pada pakaiannya.

Ia pikir semuanya sudah selesai. Ia pikir Jihoon akan mulai mengumpulkan keberaniannya, mengubah semuanya dan mulai berani untuk setidaknya terlihat bersama Guanlin di hadapan orang-orang.

Sedikit banyak, Ia berharap semuanya akan berubah secara perlahan. Bahwa mereka akan mulai bersiap untuk mengakui kenyataannya di hadapan orang tua mereka.

Tapi Ia salah.

Nyatanya, kini Ia kembali terseret masuk ke dalam permainan Jihoon.

Permainan menyimpan rahasia dan bermain peran, berpura-pura menjadi seseorang yang bukan dirinya sendiri, permainan yang tampaknya begitu disukai oleh kekasihnya itu.

Tapi Guanlin lelah dengan semua ini.

Jadi apa prioritas Jihoon sebenarnya? Teman-temannya dan persepsi mereka terhadapnya, atau dirinya yang akan menerima Jihoon sebagaimanapun dirinya?

Bukankah lucu, ketika kekasihmu sendiri menghindar darimu setiap kau berpapasan dengannya? Jihoon bahkan tak protes saat Yoo Seonho, murid baru di kelas mereka menduduki tempatnya di sebelah Guanlin saat Ia tak masuk, dan lebih memilih duduk di bangku kosong di belakang, tepat di sebelah sebuah jendela besar.

Jihoon bahkan tak pernah melihat ke arahnya selama jam pelajaran. Selalu, saat Guanlin mencuri pandang ke arahnya, pria itu sedang menatap ke luar jendela—seolah ada sesuatu yang begitu menarik di luar sana. Lebih menarik daripada pelajaran di hadapannya, atau bahkan kekasihnya sendiri.

Dan situasi ini mau tak mau membuat Guanlin membayangkan sebuah keadaan.

Keadaan dimana mereka sama seperti pasangan lainnya—pasangan lain yang bebas mengatakan cinta di manapun, bebas menggenggam tangan satu sama lain di manapun, dan bebas menyebut satu sama lain sebagai kekasih, tak peduli di manapun mereka berada.

Dan pemikiran itu akan membuat Guanlin tersenyum tanpa sadar, membayangkan memanggil Jihoon "kekasihku" tak peduli di manapun mereka berada, mengakuinya sebagai miliknya di hadapan semua orang, menggenggam jemari pria manis itu saat mereka berada di tempat ramai, merasakan hangatnya tangan satu sama lain, seraya membisikkan "Aku cinta padamu", tanpa perlu memikirkan situasi dan lokasi di sekeliling mereka.

Dunia macam apa ini? Mengapa begitu sulit bagi sepasang kekasih untuk saling mencinta?

Bahkan saat ini, saat Guanlin mengajaknya bertemu di sebuah taman di dekat rumah mereka, Jihoon selalu menoleh ke sekelilingnya setiap beberapa detik, seolah memastikan tak ada siapapun di sekitar mereka.

Seolah hoodie dan masker hitam yang dikenakan pria itu belum juga cukup untuk menutupi wajahnya. Seolah bagi Jihoon, terlihat bersama Guanlin merupakan sebuah aib besar yang harus Ia tutup-tutupi.

"Ada apa?" Tanya Jihoon, menggantungkan kalimatnya sejenak untuk menoleh ke sekelilingnya. "Aku masih harus belajar lagi, Guanlin—aku tidak sepintar dirimu, jadi kalau tak terlalu penting—"

"Kau ini sebenarnya lebih mencintaiku atau egomu?"

Jihoon menghela napas berat, sebelum akhirnya menurunkan maskernya. "Guanlin, kita sudah membicarakan ini"

"Tidak. Kita tidak pernah membicarakan bagian dimana kau benar-benar menghindariku"

Jihoon memejamkan matanya sejenak, menenangkan dirinya sendiri, membuka matanya, sebelum akhirnya menjawab "Guanlin, Ayah dan Bundaku sudah semakin curiga, begitu pun teman-temanku. Mereka terus bertanya apa ada hal yang aku sembunyikan—sesuatu yang berkaitan denganmu" lirihnya. Ia mendudukkan tubuh mungilnya di atas salah satu ayunan yang ada di sana, menghadap ke arah Guanlin, sebelum akhirnya menatap tepat ke arah kedua manik mata kekasihnya itu. "Ayolah, Guanlin. Hanya tinggal beberapa bulan sebelum ujian kelulusan, dan setelah itu, aku akan mengatakan kenyataannya pada semua orang. Aku tak akan peduli lagi. Aku tak akan berpura-pura lagi. Hanya tinggal beberapa bulan sampai kita bebas, jadi aku mohon, bersabarlah sebentar lagi, ya?"

Strawberries and CigarettesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang