4.5. I've Been A Fool

267 50 17
                                    

Ketika waktu telah menunjukkan pukul 1 siang dan Jihoon masih belum bisa juga menghubungi Guanlin, saat itulah Ia memutuskan untuk mengunjungi rumah kekasihnya itu.

Sekolah memang baru selesai pukul 4 sore, tapi Jihoon tahu, Guanlin bukanlah tipe orang yang akan mengabaikan pesan dan panggilannya begitu saja—it's Lai Guanlin we're talking about. Pria itu akan tetap membalas pesan Jihoon dan mengangkat panggilan telepon darinya meskipun Ia berada di tengah badai sekalipun.

Namun hari ini, ponsel pria itu bahkan tidak aktif, dan ini jelas sangat mengkhawatirkan bagi Jihoon—dan itulah yang menyebabkannya untuk berpikir bahwa Ia harus pergi ke rumah kekasihnya itu, setidaknya untuk memastikan bahwa Guanlin tidak meninggalkan ponselnya di rumah hari ini.

Lagipula Guanlin selalu mengatakan pada Jihoon bahwa Irene dan Suho sama suportifnya seperti Jennie dan Jongin—jadi tak apa kan Jihoon datang?

Tidak. Jihoon salah. Guanlin telah membohonginya selama ini.

Saat Ia datang untuk menanyakan apakah Guanlin baik-baik saja, saat itulah Jihoon baru tahu bahwa ternyata, Suho menentang keras hubungan mereka—bahwa pria itu sampai memukul Guanlin beberapa hari yang lalu saat Ia mengetahui perihal orientasi seksual putranya itu.

Dan pada saat itu juga, Ia merasa bagaikan kekasih terburuk sedunia. Ternyata selama ini, Guanlin pun memendam masalahnya sendiri, namun tetap menghadapi masalah di sekolah.

Jihoon beruntung, setidaknya Ayahnya mencoba mengerti, dia bisa merasa aman dan nyaman di rumah—tapi Guanlin tidak. Guanlin selalu berusaha menenangkannya, memeluknya di saat Ia merasa takut, dan mengecupnya di saat Ia merasa sendirian, namun Jihoon sama sekali tidak pernah melakukan itu semua. Yang Ia lakukan hanyalah mengeluh dan mengeluh, tanpa tahu bahwa Guanlin pun sama menderitanya, jika tidak lebih, seperti dirinya.

Ia pikir, Ia tahu segalanya tentang Guanlin—namun Ia salah. Ia tak tahu apapun. Ia tak tahu jika pria itu, pria yang kini berstatus sebagai kekasihnya itu begitu ahli dalam menyembunyikan rasa sakitnya.

"Jihoon bodoh" gumamnya seraya mempercepat laju mobil berwarna hitamnya itu, melintasi jalanan kota Seoul yang cukup ramai di siang hari ini, melaju menuju central business district kota ini, mengabaikan suara klakson dan umpatan yang sesekali ditujukan ke arahnnya.

Yeah, as if Jihoon hasn't learned his lesson about being way too impulsive for this world, pria itu segera melajukan Bugatti La Vorture Noir miliknya menuju sebuah gedung yang meskipun sangat Ia kenali, nyaris tak pernah Ia kunjungi sebelumnya.

Songhwa Group—perusahaan milik Ayah Guanlin.

Semua ini salahnya, pikirnya.

Jika saja dia tidak mencium Guanlin dan mengatakan semuanya di depan umum tanpa berpikir panjang, semua ini tak akan terjadi. Guanlin masih akan memiliki hubungan yang baik dengan Ayahnya, dan yang pasti, tak akan terlibat masalah apapun yang menjeratnya saat ini.

Jadi untuk memperbaiki kesalahannya itu, ia sendiri yang akan dating ke dalam gedung megah itu, dan berbicara sendiri pada Ayah Guanlin—menghadapi masalah yang seharusnya Ia hadapi sejak dulu.

Jihoon will finally be the one who save Guanlin—bagaimanapun, memang seharusnya begitulah sebuah hubungan, kan? Give and take.

Namun kepercayaan dirinya itu menghilang secepat kemunculannya. Saat ini, saat Jihoon berdiri di hadapan Suho—Ayah Guanlin, saat itulah Jihoon menyadari satu hal.

Guanlin jelas sekali mewarisi aura dingin dan mendominasinya dari Suho.

Suho menghela napas, dan Jihoon berani bersumpah tanpa sadar, tubuhnya berjengit kaget mendengarnya.

Strawberries and CigarettesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang