4 - Ombak Menerjang, Arusnya Melemahkanmu

11 4 0
                                    

Dalam sekejap semua berubah. Sekarang aku nggak ngerti apa yang sedang Tuhan rencanakan. Apa ia sedang menguji kesabaranku? Namun, ini diluar kuasa. Aku benar-benar nggak mengerti apa yang terjadi dan bagaimana harus menghadapinya.

Galang arrested. Aku nggak ngerti gimana kejadiannya. Intinya kemarin aku mendapat job siaran siang untuk rekaman berita biasa tentang yha Coronavirus Outbreak yang lagi melanda seluruh dunia. Untung saja Indonesia masih zero cases. Dan aku harap zero cases ini bertahan di Indonesia. Kalaupun ada semoga nggak separah negara-negara di Eropa deh.

Setelah siaran itu, atasanku memanggil dan mengabarkan bahwa di luar kantor banyak wartawan yang mencariku meminta konfirmasi tentang Galang yang ditangkap polisi dengan tuduhan narkoba?

How could it be?

Dan yang mencengangkan adalah ia tertangkap di hotel bersama Marion. Double shit! Ini ada apa sebenarnya? Seminggu yang lalu kami baik-baik saja. Bahkan dua hari yang lalu dia masih mengabariku. Dan dia bilang dia akan menonaktifkan ponsel untuk menenangkan diri. Aku nggak bisa melarangnya. Karena setiap manusia butuh waktu sendiri bukan?

Aku nggak tahu harus berekspresi apa, bereaksi apa, aku nggak tahu. Aku nggak tahu sama sekali. Akhirnya, aku meminta Daniel—teman sesama pembawa berita—memindahkan mobilku yang terparkir di depan gedung menuju basemen sehingga aku bisa pulang melalui pintu belakang gedung ini.

Dan sebelum keluar dari gedung, aku melihat memang wartawan ramai menunggu aku keluar sepertinya. Maaf teman-teman sejawat, aku nggak bisa berbicara apapun di depan kamera yang bahkan aku nggak tahu pokok permasalahannya.

Apartemenku juga sudah terkepung oleh wartawan ketika aku melihat halaman utama. Para satpam apartemen menahan-nahan wartawan agar tidak masuk ke dalam gedung.

Tidak ada pilihan lagi. Aku harus tahu dulu apa yang terjadi. Nggak mungkin aku menemui Tante Poppy mengingat betapa bencinya beliau padaku.

Mbak Tara. Iya dia kuncinya.

Aku memarkirkan mobil di pinggir jalan lalu menelpon Mbak Tara untuk menemuinya. Akhirnya aku mendapatkan alamat rumahnya. Iya dia di rumah karena kantor agensi juga sudah terkepung wartawan.

Sebagai penyanyi yang lagi naik daun dengan gaya kontroversial pasti banyak wartawan yang memburu berita terupdate. Untung saja kantor tempat aku bekerja memberi pengertian dengan tidak bertanya lebih lanjut waktu aku bilang aku ambil cuti untuk mengurus hal ini. Mungkin dari raut wajahku waktu pertama kali mendapat berita menunjukkan ketidaktahuanku tentang Galang.

Galang? Marion? Kok mereka di tempat yang sama? Di hotel? Dengan barang haram itu?

Aku tiba di depan rumah Mbak Tara. Ia tinggal di sebuah komplek cluster sehingga satpam bertanya urgensiku mengunjungi cluster tersebut.

Aku memelankan mobil dan mencari nomor rumahnya. Nomor 68. Nah dapat! Aku memarkirkan mobil dengan rapi di depan rumahnya dan mengetuk pintu rumahnya.

Mbak Tara membuka pintu dan mempersilahkan aku masuk dan duduk di ruang tamunya.

Setelah mengambil air dingin dan gelas untukku, ia duduk di sampingku dan menggenggam erat kedua tanganku.

Ia menangis dan merangkulku. "Galang adikku yang paling manis. Kenapa bisa dijebak begini sih," racaunya dalam isakannya. Entah mengapa aku tidak bisa menangis. Namun, dadaku sesak. Dijebak? Maksudnya?

Mbak Tara menatap mataku. Tanganku bergerak menghapus air mata di pipinya. Aku pun bertanya, "Mbak tolong jelasin apa yang terjadi? Aku nggak ngerti apa-apa. Tahu-tahu aku lagi kerja, kantorku didatangi wartawan."

"Kamu nggak bicara apa-apa kan?" tanyanya setelah menenangkan diri dan menyeka air matanya dengan tisu.

"Aku menghindar. Pulang lewat pintu belakang kantor. Mau pulang tapi apartemenku juga terkepung. Aku harus apa, Mbak? Pacarku kenapa?"

"Bahkan akupun juga kaget. Seminggu yang lalu tur selesai. Galang bilang dia mau liburan dulu. Terus dia ngabarin dia menginap di rumah teman kuliahnya. Namanya Rajata. Kamu kenal?" Aku mengangguk.

Rajata sahabat Galang yang memilih tinggal di Bali setelah menikah. Aku menghadiri resepsi pernikahannya bersama Galang beberapa bulan yang lalu sebelum kekasihku memulai turnya.

Mbak Tara kembali melanjutkan ceritanya, "Lalu aku memutuskan pulang sama tim yang lain. Meninggalkan Galang seorang. Toh dia sudah besar bukan bocah lagi. Kita masih kabar-kabaran sampai malam sebelum ditangkap dia bilang dia lagi di suatu tempat ketemu temannya."

"Dan boom berita itu keluar. Galang sempat nelpon minta dikirimin pengacara kesana. Waktu aku tanya ada apa dia belum mau cerita dan nyuruh aku susul dia kesana."

"Mbak ayo kesana! Aku mau nanya langsung sama Galang," ajakku pada Mbak Tara. Mendengar ceritanya aku makin bingung dan tanpa sadar mataku berkaca-kaca. Aku ingin bertemu Galang segera.

"Lusa aku ke Bali sama pengacara. Mau bareng?" tawar Mbak Tara padaku.

Tentu aku mengiyakan ajakannya. Tanpa sadar aku menangis. Aku khawatir, "Galang akan baik-baik saja kan, Mbak?"

"Kalau dia nggak salah, he will gonna be okay. Dia sayang kamu kok." Mbak Tara tersenyum, "Sepanjang tur tahu nggak dia selalu cerita kamu yang ujung-ujungnya dia bilang setelah landing langsung ke rumah kamu seperti biasa."

Aku memeluk Mbak Tara dengan erat. Aku hanya butuh sandaran. Aku lelah. Sungguh. Dan bebanku semakin berat ketika aku sadar bahwa aku tidak menyiapkan apapun akan kemungkinan buruk.

Bahwa yang terjadi adalah kebenaran yang sudah lama bersembunyi dibalik kata sayang.

___

Kalau ada salah mohon banget bilang aku orgnya pelupa😭

Aku, Galang, dan IndieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang