[ 01 ]

812 84 0
                                    

Tak terasa kini Lia sudah duduk di bangku kelas tiga sekolah menangah atas. Yang berarti sebentar lagi ia akan menyelesaikan sekolah dan lanjut ke jenjang universitas.

Lia sudah punya cita-cita sedari kecil ingin menjadi hakim. Ia ingin mewujudkan cita-cita almarhum ibunda yang belum dicapai sebelum meninggal empat tahun lalu.

Selama masa SMA,Lia sama sekali belum merasakan yang namanya pacaran. Jangankan pacaran,menyukai seseorang pun tak pernah.

Dan itu semua karena Jaemin. Sahabat kecilnya.

Hidup selama sebelas tahun dengan Jaemin tidak terlalu menyenangkan seperti yang Lia bayangkan.

Jaemin selalu bertindak semaunya. Selalu mengekang Lia,mengawasi Lia,seolah-olah hidup Jaemin hanya tentang Lia saja.

Karena janji itu.

Janji sialan itu yang mengekang Lia.

"Gue gak ngerti jalan pikir Jaemin,Ji. Lagian kan,itu cuma janji anak-anak. Masa iya Jaemin mau ngintilin gue mulu?" Curhat Lia pada teman sebangkunya,Yeji.

"Tapi kayaknya dia beneran serius sama janji itu,Ya"

"Maksudnya?"

"Bukan maksud gimana-gimana nih,Ya. Tapi perasaan gue,Jaemin itu agak 'aneh'. Iya nggak sih?" Yeji berucap ragu-ragu.

"Emang!Dia beneran freak gitu!"

"Bukan aneh itu yang gue maksud,tapi si Jaemin–"

"Wah,lagi ngobrol ya?"

Yeji dan Lia kompak menoleh kearah ambang pintu kelas.

Mereka melihat Jaemin di sana sedang bersandar di pintu dengan senyumnya.

Senyum menyeramkan.

"Kayaknya gue ganggu,yaudah nanti aja–"

"Enggak kok,udah selesai Jaem!" Yeji tiba-tiba berdiri dan berseru pada Jaemin.

Mengabaikan Lia yang menatap Yeji protes.

"Oh oke," Jaemin balas tersenyum.

"Gue ke kantin ya,laper," pamit Yeji lalu ia berlari keluar kelas.

Setelah Yeji pergi,Jaemin berjalan mendekat kearah Lia lalu duduk di bangku yang tadi diduduki Yeji.

"Udah makan?" Tanya Jaemin berbasa-basi.

"Lo liat sendiri tadi gue di kantin ngapain"

Jaemin tersenyum,lagi.

"Lo risih ya,deket gue terus?"

Iya,risih banget Jaem!Kenapa lo baru sadar sekarang?!

"Nggak,kok. Lo mikir apa sih," Lia terkekeh kecil seraya memandang kearah lain.

"Oh,baguslah"

Lia menoleh lagi dan balas tersenyum.

"Lia," tiba-tiba Jaemin berucap.

"Ya?"

"Kita sahabatan kan?"

"Iya"

"Sampai ajal menjemput?"

"...."

"Iya kan?"

Lia merasa bulu kuduknya merinding. Ia merasa tangannya dingin.

"I-iya"

"Good girl"

Jaemin berdiri dari sebelah Lia.

Best Friend [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang