06

3 1 0
                                    

2 hari berikutnya.

Setelah berkutat dengan PRnya, Jungkook mandi dan memesan satu porsi jajjangmyeon untuk dirinya sendiri. Saat makan, Jungkook menerima telepon dari ayahnya. Dia sangat tidak ingin mengangkatnya, tapi ayahnya pasti akan memarahinya jika Jungkook membiarkan itu terjadi. Sebelum mengangkat teleponnya, Jungkook menghela napas, seperti sebuah persiapan untuk kalimat-kalimat yang ayahnya akan katakan.

"Kenapa?" tanya Jungkook dengan dingin.
"Kesini sekarang,"perintah Ayahnya dengan tegas.
"Ada apa? Kau kehabisan orang untuk dimarahi?" tanya Jungkook sarkastik.

"Cepat kesini atau kusita apartemen itu." Ayahnya mengancam dengan nada datar.

Jungkook menutup telepon dan langsung mengganti bajunya dengan jengkel. Sebenarnya, Jungkook tidak terlalu penasaran kenapa ayahnya menyuruhnya pulang. Ini pasti tentang hal yang membuatnya muak lagi. Membahas mimpi seperti ayahnya sendiri tahu apa arti mimpi sebenarnya.

Jungkook membelah jalanan Seoul dengan mobilnya dan memasuki rumahnya dengan langkah cepat, jelas ingin secepat mungkin bisa keluar dari sana.

"Ada ap-" Jungkook belum selesai berbicara pada saat ia melihat seorang wanita dengan dress hitamnya duduk di ruang tamu, menyadari kedatangan Jungkook.

"Oh, kau sudah sampai? Apa diluar dingin?" tanya ayahnya yang jawabannya sudah pasti.
"Ayah, siapa wanita ini?" tanya Jungkook sambil mulai berkeringat.
Tidak mungkin. Ini tidak boleh terjadi.

"Pelan-pelan, Jungkook ah," ayahnya mengarahkan kedua telapak tangannya.
"Katakan sekarang," tuntut Jungkook, menggertakkan giginya.
Ayahnya menarik napas panjang sebelum mempertipis jaraknya dengan Jungkook.
"Mungkin ini agak sulit diterima, tapi, Jungkook ah, kau mau ayah bahagia, kan?" tanya ayahnya dengan suara rendah.

Jungkook bisa merasakan darahnya berdesir hebat diseluruh dan udara disekitarnya menjadi semakin panas.
"Perkenalkan, ini tunangan ayah, calon ibumu, Park Hana." lanjut ayahnya sambil merangkul perempuan tersebut.
Saat ini, Jungkook merasa seperti mau berteriak kepada ayahnya sekeras mungkin dan melempar semua vas-vas bunga yang bisa ia gapai kewajah ayahnya. Tapi di sisi lain, Jungkook seperti ingin menangis. Dia tidak tahu harus berkata apa dan melakukan apa. Bisa-bisanya ayahnya melakukan ini setelah apa yang ibu alami.

Saat ini juga Jungkook merasa seluruh dunianya seperti hancur berkeping-keping. Belum lagi kenyataan bahwa ayahnya memilih perempuan yang sepertinya masih sangat muda, membuat Jungkook jijik sekaligus kasihan terhadap ayahnya.
"Kenapa?" akhirnya Jungkook berhasil meloloskan satu kata dari mulutnya.

"Kenapa ayah tega melakukan ini? tidakkah ayah berpikir bahwa ayah harus berunding dulu denganku? Sesedikit itukah kau memikirkanku? Apa aku betul anak ayah? Atau mungkin aku anak dari perempuan lain yang ayah kencani sebelum ibu? Tch, Ternyata rumor itu benar," kata-kata itu melecus dengan sendirinya dari mulut Jungkook dengan lancar. Jungkook bahkan sedikit terkejut dengan perkataannya sendiri.

"Hentikan. Tidak bisakah kau menurunkan suaramu? Apa kau tidak sadar bahwa kau sedang berbicara dengan ayahmu?" ayahnya memperingati.

"Aku punya hak untuk marah!" kalimat itu keluar dari tenggorokan Jungkook lebih besar dari sebelumnya, membuat ayahnya langsung terdiam.

"Kau bahkan tidak bisa berpikir jernih sekarang. Perempuan ini jelas hanya menginginkan hartamu! Kau bodoh atau bagaimana?" urat-urat dileher Jungkook terlihat, membuat wajahnya mulai memerah karena gumpalan emosi yang memenuhi dirinya.

Hal berikut yang Jungkook rasakan adalah pipinya yang perih akibat tamparan dari ayahnya. Ini pertama kalinya ayahnya menampar Jungkook, bahkan ini pertama kalinya seseorang menamparnya.

THE SUN AND ITS ORBIT [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang