01

22 1 0
                                    

"Apa yang kau pikirkan?" seorang pria dengan mata tajamnya berteriak kepada seorang pemuda di depannya. "Apa kau kira aku akan membiarkanmu menghancurkan semua yang telah kuperoleh? Yang kuperoleh dengan susah payah?" pria itu tambah meninggikan suaranya sambil mengangkat kedua alisnya.

"Tidakkah ayah ingin melihatku bahagia?" Jungkook tidak bisa lagi menahan amarahnya. Kepalanya terasa berat karena perkataan-perkataan klise yang sudah membuatnya muak. Ayahnya sudah cukup mengatur segala kehidupannya. Jungkook sudah lelah dengan ini semua. "Persetan dengan bahagia. Kau tidak mungkin bahagia tanpa uang, anakku!" sahut ayahnya sama jengkelnya. "Aku pasti akan menemukan jalannya. Karena untuk pertama kali dalam hidupku aku tahu apa yang ku sukai dan untuk pertama kalinya dalam hidupku aku akan melakukannya,"

 Karena untuk pertama kali dalam hidupku aku tahu apa yang ku sukai dan untuk pertama kalinya dalam hidupku aku akan melakukannya,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jungkook selalu mengikuti perkataan ayahnya. Tapi kali ini, dia sudah diujung kesabarannya. Kepalan ditangannya mengeras, seperti bisa menghancurkan semua isi rumahnya dalam satu pukulan.

"Kalau kau terus bersikap begini, masa depan apa yang akan kau pegang? Apa kau akan selalu menjadi beban untukku?" Ayah Jungkook kembali mengingatkan.

"Ayah tidak ingin tahu. Yang penting kau harus meneruskan usaha ayah," Kata ayahnya sambil menuangkan air digelas.

"Tidakkah ayah berpikir ayah sudah berlebihan?" Jungkook memiringkan kepalanya.

"Berlebihan?" ulang ayahnya.

"Kau akan berterima kasih kepadaku nanti, nak. Sekarang kau belum mengerti karena kau masih muda." Lanjut ayahnya.

"Ayah," Jungkook seperti bersungut.

Lelaki yang berusia lima puluhan itu pun berjalan mendekati Jungkook, memegang pundak Jungkook dan melepas napasnya dengan kasar sebelum berbicara.

"Jungkook ah, kau anak ayah satu-satunya. Di siapa lagi bisa kuberikan harapanku? Jadi ayah minta dengan sangat, ikutilah kemauan ayah. Kau tahu kan ayah sangat menyayangimu?" ayah Jungkook berbicara dengan sangat tenang, namun didalamnya terdapat nada memaksa.

Jungkook bisa saja melawan lagi. Tapi, Jungkook tahu energinya akan terbuang sia-sia jika dia melanjutkannya. Jadi, Jungkook memilih diam dan menghembuskan napas panjang.

"Baiklah, ayah." Jungkook berkata putus asa. Kepalan ditangannya belum juga ia lepaskan, menjadi penyalur kekesalannya sekarang ini. Di saat seperti ini, Jungkook berharap dia bisa memutuskan hubungannya dengan seluruh keluarganya sekarang juga, mengambil hartanya dan pergi ke negara dimana tidak seorang pun mengetahuinya. Andai saja itu tidak mustahil dilakukan.

Alih-alih melepaskan pegangannya pada pundak Jungkook, ayahnya memeluk Jungkook dengan erat dan menepuk belakangnya dengan tangan kirinya. Jungkook tidak membalas pelukan itu. Jungkook sangat kesal. Bukan terhadap ayahnya, tetapi kepada dirinya sendiri karena tidak bisa mempertahankan keinginannya. Mempertahankan mimpinya.

"Aku keluar dulu." Jungkook berkata setelah melepas pelukan ayahnya.

"Kau tidak makan dulu?" ayahnya berteriak kepadanya dengan penuh kekhawatiran. Jungkook hanya menggoyangkan tangannya bertanda 'tidak' dan mengambil jaket bomber hitamnya yang ia gantungan di samping pintu dan pergi meninggalkan rumah.

THE SUN AND ITS ORBIT [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang