Prolog

4.4K 275 6
                                    

Suara lonceng gereja dari luar kembali terdengar. Diam-diam Haruno Sakura menghitungnya satu persatu. Ini untuk kelima kalinya, batin gadis itu sambil memandang kearah jendela. Dia tidak pernah menyangka jika hari ini benar-benar akan tiba. Rasanya baru dua bulan yang lalu dia mati-matian menolak ide gila orangtuanya namun hari ini pada akhirnya tiba.

Menikah diusia 17 tahun karena perjodohan seharusnya hanya ada di drama televisi yang tiap malam ditonton oleh para pelayannya sambil tertawa atau di komik-komik yang sering dibacanya. Semua ini masih seperti mimpi. Dia bahkan masih bisa merasakan air matanya menetes seperti saat ayahnya mengumumkan perjodohannya yang tiba-tiba. Tangis sesenggukannya malam itu tidak merubah apapun. Ayah dan ibunya tetap memaksanya untuk menikah dengan orang yang paling dihindari dan dibencinya diseluruh dunia.

Sakura menatap wajahnya dicermin. Dia terlihat begitu cantik dengan riasan tipis yang melukis wajahnya. Belum lagi rambut merah mudanya yang sudah ditata dengan begitu indah. Gaun putih yang membalut tubuhnya juga terlihat begitu sempurna. Harusnya Sakura merasa bahagia saat ini. Tapi kenyaatan bahwa dalam waktu kurang dari satu jam lagi dia akan berstatus sebagai seorang istri dari Uchiha Sasuke seolah-seolah merenggut semua kebahagiaannya.

Pada akhirnya Sakura hanya bisa menerima kenyataan yang terpampang didepan wajahnya. Kedua tangannya terkepal erat menahan kesal. Tidak seharusnya dia memiliki hidup seperti ini. Tahu tidak bisa berbuat apa-apa, Sakura kemudian menghela nafas berat. Duduk sendirian diruang khusus keluarga pengantin yang disiapkan oleh pihak gereja membuatnya merasa kesepian. Dia merutuki sahabat pirangnya yang belum juga muncul padahal sudah berjanji akan datang pagi-pagi sekali.

''Kemana perginya si Yamanaka itu? Jangan bilang dia lupa dengan janjinya?!'' Omel Sakura pelan, tak mau suaranya terdengar sampai keluar. Tangannya bergerak cepat mengetik pesan untuk sahabatnya walaupun belum memperoleh satupun balasan. Sakura bisa mendengar suara kedua orangtuanya yang tengah berbincang sambil tertawa dengan calon mertuanya dari luar. Sesekali juga terdengar suara bawahan ayah dan calon ayah mertuanya yang melaporkan persiapan prosesi pernikahan dan keadaan diluar. Pernikahan ini harus bebas dari liputan media dan hanya boleh dihadiri oleh keluarga dan kerabat kedua mempelai seperti perintah ayahnya waktu itu.

Mendengar suara bahagia kedua pasangan paru baya itu membuat Sakura merasa bersalah karena membenci pernikahan ini. Tidak, si Uchiha sialan itu pasti juga membenci semua ini, pikirnya. Bukankah Uchiha Sasuke sendiri yang dulu pernah mengatakan bahwa dia tidak menyukai Sakura? Jadi pasti saat ini pemuda itu tengah merengut seorang diri di ruang sebelah.

Merasa bosan, Sakura menyandarkan tubuhnya kekursi. Hawa dingin tiba-tiba terasa menyerangnya ketika punggung terbukanya bersentuhan dengan sandaran kursi yang bingkainya terbuat dari besi. Jepang dipertengahan Januari masih terlalu dingin untuk mengenakan gaun pengantin seperti ini rutuknya. Ditambah lagi pendingin ruangan yang diatur pada suhu rendah membuat dia merasa bisa mati kedinginan jika terlalu lama berada disini.

Tiba-tiba pintu dibuka. Ibunya masuk dengan senyum bahagia melihatnya. Disamping ibunya ada calon ibu mertuanya yang juga tersenyum bahagia. Seketika ide untuk kabur dari semua ini hilang sudah. Bagaimana bisa dia menyakiti kedua wanita yang begitu menyayanginya ini? Walaupun dia membenci Uchiha Sasuke, tapi dia tidak akan sanggup menyakit wanita baik hati seperti Uchiha Mikoto. Dan ibunya, walaupun dia benci dengan semua hal tentang pernikahan ini, dia tidak mungkin lari begitu saja dan membuat ibunya, Haruno Mebuki tersakiti.

Kini dia hanya bisa tersenyum lembut ketika kedua wanita yang disayanginya kembali memuji penampilannya dan berseloroh betapa mereka sudah lama memimpikan hal ini terjadi. Kisah masa kecil Sasuke dan Sakura yang bagai tak terpisahkan dan cerita-cerita lain yang mengalir begitu saja tentang mereka.

"Kau tahu sayang, Sasuke bahkan memilih sendiri cincin pernikahannya denganmu. Bukankah itu romantis?" Cerita Mikoto yang disambut oleh belaian lembut dirambut Sakura oleh Mebuki. Sakura merasa tidak percaya mendengarnya. Rasanya sulit membayangkan seorang Uchiha Sasuke menjadi sosok yang romantis apalagi padanya. Tapi mendengar kesungguhan dari suara Mikoto membuatnya memilih untuk sedikit percaya.

"Dia sangat menyayangimu. Jadi berbahagialah." Ibunya tersenyum dan mencium pipinya. Sakura melihat ada air mata yang menetes dari mereka berdua.

Kalau sudah begini Sakura tahu dia sudah tidak bisa mundur lagi. Rencana kabur yang sedari tadi sibuk disusunnya dalam kepala sudah sirna. Lagipula si pirang menyebalkan itu belum juga datang. Jadi tidak mungkin ada yang mampu membawanya pergi dari sini.

"Aku pasti akan bahagia ibu." Ucap Sakura pelan. Dia tidak tahu bagaimana kata-kata itu meluncur begitu lancar keluar dari bibirnya.

Dia baru saja akan menangis karena rasa haru yang menyerangnya ketika pintu dibuka. Disana berdiri Ino dan Hinata yang tampak terburu-buru berjalan kearahnya.

"Jadi Sakura, bagaimana kalau kau pikirkan saja tentang malam pertama kalian nanti malam?" Ucap Ino terus terang dengan suara jahil. Ucapannya sukses membuat Sakura bersemu merah dan kedua ibunya tertawa sedangkan Hinata tersenyum lembut malu-malu padanya.

Sialan kau Yamanaka gendut, batinnya. Sakura tidak sempat menanggapi ucapan Ino ketika pintu kembali dibuka. Kini yang datang justru Sasuke.

Aneh rasanya melihat Sasuke begitu tenang dan terlihat sama sekali tidak terbebani dengan semua hal gila ini.

"Ibu bersiaplah, acara akan segera dimulai," ucapnya sopan "dan Sakura, aku menunggumu di altar. Jangan sampai jatuh." Tambahnya sambil tersenyum miring.

Sakura bisa merasakan pipinya memanas dan kedua sahabatnya tersenyum kearahnya. Dia menelan ludahnya susah payah. Sasuke bahkan tidak memuji penampilannya dan justru mengingatkannya untuk berjalan dengan benar seakan-akan dia bisa meramalkan bahwa gadis yang akan dia nikahi bisa tiba-tiba jatuh kapan saja di altar dan membuatnya malu. Jika bukan karena gaunnya yang begitu berat atau keberadaan Mikoto dan Mebuki, pasti dia sudah mengejar Sasuke dan memukulnya dengan keras.

Ya Tuhan akhirnya saat ini tiba juga, pikirnya ketika melihat Sasuke berjalan keluar dan diikuti kedua ibunya. Jantungnya berdetak kencang. Seketika dia ingin memuntahkan semua makanannya tadi pagi.

"Ingat Sakura, jangan sampai terjatuh." Bisik Ino jahil. Dia melingkarkan tangannya ditangan kanan Sakura sedangkan Hinata menggenggam tangan kirinya yang kosong.

"Pegang aku kalau begitu." Jawab Sakura cepat. Dia bisa merasakan kakinya sudah begitu goyah sekarang. Jangan sampai dia benar-benar jatuh nanti. Mungkin Sasuke benar, dia bisa saja jatuh nantinya melihat betapa lemah kedua kakinya sekarang. Rasanya kedua kaki mulusnya itu sudah berubah menjadi jeli sekarang. Dia harus mengingat untuk menggandeng tangan ayahnya dengan erat. Sangat erat sampai dia tidak akan takut untuk jatuh dan mempermalukan dirinya didepan Uchiha Sasuke. Demi apapun yang terjadi didunianya saat ini, dia hanya ingin melewati hari ini dengan cepat dan tenang.

●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●

Paper Ring ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang