Mary melangkah keluar dari dalam kamarnya dengan pandangan langsung tertuju ke luar jendela dan melihat Justin sedang bersama Theo, keduanya terlihat sibuk mengasah kapak sementara salju masih tetap turun menutupi nyaris seluruh permukaan tanah dan rumput. "Hei, kau sudah bangun," sebuah suara lembut menyapanya dan muncul seorang anak kecil berusia empat tahun dengan rambut yang dikelabang dua. "Kau mau bermain denganku?" tanyanya polos sambil menarik tangan Mary.
"Tentu saja," Mary tersenyum dan mengikuti Amanda untuk duduk di sebuah sofa, memangku sebuah boneka usang yang terlihat kotor serta tak layak pakai. "Siapa nama bonekanya?"
"Aku menamakannya Venus.
"Seperti nama planet?"
"Theo bilang padaku bahwa Venus adalah planet paling indah yang ada di langit. Walaupun aku tahu dia bohong, Theo kan tidak pernah ke langit, mana mungkin dia tahu kalau Venus itu indah."
"Benarkah?" Mary tertawa geli. "Theo benar, Venus adalah planet yang terlihat paling indah kalau dilihat dari Bumi, tapi sebenarnya Venus itu planet paling mengerikan di tata surya. Dan lagi, tidak ada seorang manusia yang berani ke Venus karena planetnya yang berbahaya. Jika dapat keracunan jika menghirup udaranya, ditambah suhu di sana mencapai ratusan derajat celcius ditambah hujan asam sulfat yang terjadi di sana. Itu sebabnya Theo tidak pernah ke sana."
Sepasang iris mata Amanda yang berwarna kehijauan bening terlihat menatapnya penuh tanda tanya lalu sedetik berikutnya anak kecil itu berseru girang. "Darimana kau tahu banyak tentang Venus? Whoa," serunya polos. Khas anak kecil yang baru tahu sesuatu dan terlihat tertarik saat mendengar cerita Mary. "Ceritakan aku lagi tentang benda-benda di langit."
"Kau mau tahu tentang apa?"
"Bintang jatuh!" teriaknya sambil menarik tubuhnya lebih dekat dengan Mary, bola matanya tampak berbinar-binar. "Waktu itu aku lihat ada cahaya muncul dari langit lalu jatuh ke bumi, Theo bilang itu bintang jatuh dan bintang itu jatuh karena bertengkar dengan bulan. Bintang kalah dan akhirnya terlempar ke tanah. Apa itu benar?"
"Tentu saja tidak," Mary menahan senyumnya saat mendengar bagaimana lucunya Amanda saat bercerita. "Bukan karena bertengkar. Cahaya yang kau lihat itu dinamakan meteor, begini, di angkasa banyak sekali bebatuan yang bebas melayang-layang dan bebatuan ini dinamakan meteoroid." Mary menggerakkan tangannya ke atas, membayangkan bahwa bebatuan itu berada di atas kepala Amanda sementara bola mata hijau Amanda mengikuti gerakan tangannya.
"Melayang? Memangnya mereka tidak jatuh, ya?"
"Tidak. Mereka tidak akan jatuh, Amanda. Beberapa meteoroid ada yang bergerak menuju ke bumi, nah saat berada cukup dekat dengan bumi mereka akan tertarik sehingga bergerak masuk ke dalam. Saat perjalanan menuju ke permukaan bumi, mereka akan bergesekan dan akhirnya menghasilkan panas sehingga menghasilkan pijaran api di—'"
"Oh aku tahu! Aku sering melihat Theo menggosok-gosok batu untuk menghasilkan api, seperti itu ya?"
"Ya, seperti itu." Tangan Mary bergerak mengusap kepala Amanda, merasakan kelembutan rambutnya yang berwarna blonde di tangannya. Mary kembali mengangkat wajahnya saat melihat seseorang muncul di pintu. Jean baru saja masuk ke dalam rumah sambil membawa sekeranjang penuh berisi jagung-jagung besar. Mary segera beranjak bangkit dan membantu Jean untuk mengangkatnya. "Untuk apa jagung-jagung ini, Mom?"
"Malam ini akan ada perayaan menyambut Hari Natal. Amanda, jangan pegang jagungnya!" kalimat terakhir ditujukan pada Amanda yang melompat-lompat untuk mengambil jagung di keranjang. "Letakkan itu lagi."
YOU ARE READING
SUPERNOVA by Erisca Febriani
Fanfictionjust dreaming about justin bieber not written by me.