Empat

3.5K 351 10
                                    

Sekantong es krim Magnum...

Mood siapa yang tidak akan membaik jika sudah di beri es krim mahal sebanyak itu, coba?

Begitu juga dengan Gori, gadis itu sudah tertawa-tawa melihat postingan-postingan vidio dari Instagram, dengan modal minta hostpot dari Bagas. Sedangkan laki-laki itu tampak terlihat nyaman dengan makan siangnya bersama Aceng, salah satu teman abang Gori.

Aceng, salah satu teman Kendrow merupakan seorang petugas PLN. Biasa tugasnya menjadi tukang kabel. Dan ia baru saja menyelesaikan pekerjaanya. Tubuhnya yang sudah bau matahari ingin cepat-cepat di mandikan, namun rezeki datang, saat Bagas menawarkan makan siang bersama.

"Si Guro kemana sih Ri? Perasaan udah seminggu enggak kelihatan batang hidungnya" tanya Aceng di sela-sela makannya.

Gori manaruh ponselnya ke atas meja, matanya beralih menatap Aceng yang terlihat serius sedang memisahkan duri ikan dari dagingnya. "Kemarin katanya sih mau ke Bandung bang, colab sama selebgram di sana untuk endorsan" jawab Gori sambil mencemol daging ikan hasil pemisahan Aceng.

"Kapan lagi kamu syuting bareng dia? Kangen abang ngakak lihat vidio kalian. Emang gak ada mikir-mikir ngerjain abang sendiri" terkekeh, Aceng kembali memakan nasinya.

Gori hanya mengangkat bahunya, tidak tau mau menjawab apa. Sejak saudara kembarnya semakin terkenal, Goru semakin jarang tinggal dirumah, pasti selalu menghabiskan waktu di luar kota. Hanya postingan media sosialnya yang bisa Gori lihat, bahwa teman seperjuangan di perut mamanya itu masih hidup.

"Nginap lagi nanti bang?" tanya Gori. Gadis itu tidak ikut makan siang, ia hanya menemani Bagas dan Aceng makan. Maklum, teman abang-abangnya tidak ada ada yang punya pacar. Heran deh, padahal umur udah tua semua. Jadilah Gori yang di tumbalkan untuk menemani mereka, jika ada sebuah acara yang mewajibkan datang membawa pasangan atau sedang makan seperti ini, biar tidak terlihat jonesnya.

"Aku gak lah dek. Abang mau keluar kota besok, jam 3 pagi. Kasihan kalian nanti keganggu tidurnya" ujar Aceng bersuara sambil mencuci tangannya, karena sudah selesai makan.

"Bang Bagas?" tanya Gori lagi.

"Iyalah. Emang abang mau tidur kemana lagi, rumah abang kan disana"

Gori mencibir mendengar jawaban Bagas. Pasalnya, di bandingkan rumah mereka yang hanya satu lantai, rumah Bagas jauh lebih mewah, dengan empat lantai. Rumah khas kerajaan, yang seumur-umur, baru itu Gori lihat secara langsung. Belum lagi banyaknya pelayan yang berada di rumah Bagas, pokoknya udah kayak ratu jika tinggal disana.

"Entah kenapa, sekarang doa gue isinya selalu doain lo bangkrut Gas, beneran dah" decak Aceng.

Bagas hanya tertawa, sama sekali tidak mengubris ucapan Aceng. Temannya yang satu itu memang tidak pernah terima kekayaan Bagas. Maklum, pekerjaan mereka yang sungguh berbeda menjadi penyebabnya. Bagas yang bekerja di ruangan kantor ber-AC, sedangkan Aceng selalu kerja di lapangan sambil panas-panasan.

Gori bersyukur punya mereka. Jika tidak karena Bagas, mungkin sudah lama ia di depak dari kampus. Jika bukan karna bang Aceng, Gori tidak akan tahu kapan jadwal mati lampu, hingga saat mati lampu sedang berlangsung, ia sudah punya penyedian batrai ponsel.

^^^

Pagi ini, Gori sedikit bersemangat untuk berangkat ke kampus, lantaran akan ada Dewa. Pagi ini jadwal Gori untuk masuk lab mikrobiologi, dimana Dewa menjadi salah satu asisten yang bekerja di Lab. Biasanya, Gori akan menggerutu jika memiliki jadwal pagi, namun tidak kali ini. Ia bahkan mencari tahu jadwal Dewa, agar bisa menyamakan jadwal lab-nya.

Ini adalah hari pertama lab mikrobiologi di lakukan. Biasanya, jika hari pertama seperti ini, hanya di isi dengan kontrak kuliah dan perkenalan asisten. Tidak akan ada pratikum, hingga membuat Gori menjadi lebih semangat.

Gori baru saja sampai di pekarangan lab. Teman-temannya sudah berkumpul di depan lab, lengkap dengan jas lab masing-masing. Gori masih berjalan dengan santai, tidak terburu-buru sama sekali.

"Dew, yang kasih materi, lo kan hari ini?"

Gori bisa mendengar suara obrolan dari belakangnya. Ia langsung menoleh saat nama Dew di sebutkan. Dan benar saja, ada Dewa di sana dengan Tari, salah satu senior Gori sedang berjalan tidak jauh di belakangnya.

Gori bisa melihat Dewa melihat kearahnya, dengan khas muka datarnya. Gori balas tersenyum, jantungnya langsung berdetak tidak karuan saat melihat Dewa masih juga tidak membuang pandangannya dari Gori.

"Bang Dewa, hari ini jadi asisten ya?" tanya Gori masih tersenyum bahagia.

"Tar, boleh lo tinggalin gue dulu sama nih anak?" tanya Dewa akhirnya bersuara. Laki-laki itu masih belum juga mengalihkan pandangannya dari Gori.

"Oh iya, boleh" ucap Tari canggung.

Setelah Tari pergi menjauh dari mereka, Dewa berjalan mendekati Gori.

"Kenapa ya bang?" tanya Gori bingung, karena untuk pertama kalinya, Dewa mengajaknya bicara hanya dengan empat mata. Biasanya, hanya Gori yang menjadi pihak berbicara, sedangkan Dewa tidak pernah meresponnya.

"Sebenarnya, dari awal pengen nekankan ini dari lo, Stop ngerendahin diri di depan gue. Lo benar-benar menjijikkan" desis Dewa.

Mengerjab pelan untuk menghalau air matanya, Gori tersenyum. Berusaha tidak merespon ucapan Dewa, yang entah kenapa sangat menyakitkan. Rasa sakitnya sampai ke ulu hati.

"Kenapa sih bang? Sa gak ngerti" Gori terkekeh, lalu langsung membalikkan tubuhnya. Ia tidak ingin mendemgar lagi ucapan Dewa, dan memutuskan untuk kembali berjalan menuju Lab.

Obsession Love (DREAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang