Miláčku

1.5K 154 26
                                    

Sequel dari Haejangguk.

.
.

Mobil itu melaju memasuki gerbang Kantor Polisi Songpa usai berpatroli di sekitar Garak-dong Park karena banyaknya keluhan dari warga sekitar. Spanduk yang terpasang di atas gerbang bertuliskan "Songpa yang Aman, Penduduk yang Bahagia" bahkan telah terlihat beberapa meter dari kejauhan.  Dan Namjoon segera memarkir mobil patroli yang baru ia kendarai itu pada tempatnya sebelum pergi ke satuannya bersama Jeon Jungkook, rekan satu tim yang tadi berpatroli bersamanya untuk membuat laporan. Menjabarkan dengan rinci mengenai penelusuran di Garak-dong sesuai permintaan masyarakat.

.
.

Menjelang jam makan siang, Namjoon baru saja keluar dari ruang interogasi usai dimintai tolong memberikan keterangan dengan serius terhadap seorang tersangka dalam kasus tabrak lari yang terjadi dua hari lalu, karena ialah orang yang menangkap si terduga saat tengah berpatroli kemarin hari, lalu menyerahkan kasus pada tim lain di Satlantas yang memang sedang mengerjakan kasus itu.

.
.

Suara langkah kakinya menggema di sepanjang koridor lantai dua Kantor Polisi Songpa dengan banyak jendela yang memungkinkan para pelintas untuk menjamah dengan mata keadaan di luar gedung.

Ini adalah awal musim gugur, dimana mentari mulai malu-malu menampakkan suryanya, lalu dedaunan yang mulai menguning dan berjatuhan, kemudian beterbangan akibat tertiup angin musim gugur yang sebenarnya cukup menyejukkan. Sesejuk wajah lelaki yang Namjoon lihat baru saja melewati pos penjagaan dan berjalan memasuki area depan kantor polisi tempatnya bekerja.

Namjoon kemudian menghela napas sembari mengusapi kening. Entah mengapa kehadiran pemuda itu membuatnya didera pening dadakan yang mengakibatkannya tak bisa tenang, dan memilih bergegas meninggalkan koridor demi sampai lebih cepat ke tangga yang akan menghubungkan dengan lobi, hingga ia bisa segera mencegah yang bersangkutan untuk masuk lebih dalam ke lingkungan kerjanya, lalu berharap bisa mencakapi lelaki itu tanpa perlu berkata dengan ketus.

Namjoon lantas berlari kecil kala tubuhnya berhasil melewati pintu otomatis, dan beruntung bahwa sosok yang dimaksud belum sampai di sana, lalu menatap dengan nanar yang bersangkutan hingga distansi mulai menipis.

Napas Namjoon sedikit tersengal dengan kedua tangan berkacak di pinggang demi menunggu sosok yang tengah berjalan sembari mengunyah permen karet itu, perlahan mendekat dan membuat mata keduanya bertemu. Membuat pemuda itu melihat keruhnya air muka yang Namjoon tampakkan untuknya.

Sosok yang dituju sebenarnya ingin sekali tersenyum dan melambaikan tangan saat melihat Namjoon tampak tengah menunggunya di dekat pintu masuk. Namun senyumnya urung terbit, dan tangannya enggan terangkat kala melihat wajah seram Namjoon yang terus tertuju lurus padanya, dan dengan sedikit bimbang mengikuti saat ia melihat pria itu memberikan isarat kepala agar dirinya mengikuti yang bersangkutan ke bagian samping gedung.

"Dia kenapa, sih?" Heran si pemuda kala melihat Namjoon kembali mengacu sebuah titik di dekat sana agar ia mengikuti, lalu mengeluarkan bungkus permen karet dari saku jaket kulit berwarna hitamnya untuk kemudian meludahkan permen karet yang masih dikunyah ke dalamnya, dan membuang ke dalam tempat sampah dengan tanda yang sesuai.

Kepala Namjoon berputar ke segala arah demi memastikan bahwa tak ada satupun kamera CCTV atau orang lain di area itu sembari menunggu sosok tadi menyusul dan mendekatkan diri padanya. Ia masih berkacak pinggang saat berbalik lalu mendapati yang bersangkutan tiba-tiba mundur selangkah dengan wajah memelas seakan takut padanya, namun tidak bisa menghindar dan berbuat banyak.

"Apa yang kau lakukan di sini? Mau minta uang pada ayahmu lagi?" Tukas Namjoon agak sewot dan membuat Seokjin merengut sebal karena kecewa akan sambutan Namjoon yang di luar dugaan dan menimbulkan sedikit getir di hatinya.

"Kalau sudah tahu kenapa masih bertanya?" Balas Seokjin sembari memberanikan diri membalas tatap sengit Namjoon padanya. Agak takut sebenarnya, karena baru kali ini ia melihat Namjoon tak sesuka itu atas kehadirannya. Lagipula, Seokjin tak merasa telah melakukan kesalahan apapun yang berimbas pada penolakan Namjoon akan dirinya di sana.

Namjoon lantas menghela napas gusar, "apa kau tak tahu bahwa tiap kali kau datang orang-orang selalu membicarakanmu?"

Seokjin mengerjap, lalu menggedikkan bahu seolah acuh karena masih sedikit kesal. "Paling juga membicarakan diriku sama seperti kau dulu berpikir tentangku."

"Tidak, Seokjin." Direguklah saliva dengan kasar bersama satu tangan yang terangkat demi memijati pelipis yang terasa makin pening karena mulai kebingungan mencari diksi yang tepat untuk dijelaskan pada Seokjin yang masih menunggu dengan wajah heran akan sikapnya. "Justru sebaliknya"

Kedua alis Seokjin terangkat tinggi. Nampak terkejut bersama dengan isi kepala yang mulai memikirkan konotasi dari perkataan Namjoon sesaat lalu.

"Akhir-akhir ini kau terlihat ramah tiap datang kemari, dan itu telah menjadi buah bibir di seantero gedung ini." Dan membuat bebera personel dari regu Jatanras bergosip mengenai dirimu. Namjoon sungguh tak ingin membuat Seokjin mendengar sisa dari perkataannya barusan.

Seokjin sontak memekik tak tertahan kala Namjoon menyelesaikan kalimatnya. Ia lantas menunjuk dirinya sendiri dengan bola mata yang masih bembulat lucu dan wajah yang sedikit meregang. "Aku terlihat seperti itu? Sungguh?" Apakah akhirnya ada masa di mana seorang Kim Seokjin tak lagi dipandang sebelah mata karena masih meminta uang saku dari ayahnya? Yah, walau sebenarnya uang itu adalah dari hasil kerja kerasnya sendiri.

Namjoon hanya bisa bedecak kesal lalu melangkah tak beraturan. Sesekali ia melirik Seokjin yang masih tampak takjub dengan apa yang ia sampaikan, dan ia semakin geram kala tawa Seokjin justru terdengar di tengah situasi hatinya yang sedang dilanda insekuritas akibat pemuda itu.

"Apa yang kau tertawakan? Apa menurutmu ini lucu?" Cecar Namjoon sedikit tak terima lantaran Seokjin seperti tak menganggap serius kekhawatirannya, dan malah memberikan interpretasi tak menyenangkan akibat respons yang diterima.

Seokjin kembali menggedikkan bahu seakan tak peduli, lalu mengambil langkah untuk mendekati Namjoon yang masih pasang tampang seram. Mencoba menjamah si pria yang masih terbalut seragam kepolisian yang nampak begitu formal.

Senyum yang merekah di wajah Seokjin nyatanya tak mampu menyurutkan emosi Namjoon yang hampir meluap, dan ia suka sekali melihatnya. Setelah sampai, Seokjin kemudian menjulurkan kedua tangan melewati tubuh Namjoon untuk ia rengkuh dalam sebuah pelukan demi mengikis jarak di antara keduanya tanpa perlu nampak hiperaktif. Masih dengan senyum jahil, Seokjin-pun berucap, "mungkin auraku terlihat lebih baik karena kini telah memiliki kekasih?"

Seokjin masih menatapi Namjoon dengan sepasang mata bulatnya seakan membujuk pria itu untuk tak lagi marah padanya. Lagipula ini bukan kesalahan Seokjin, kan? Kenapa pula pria itu harus bertingkah hiperbolis padahal ia tak melakukan apapun.

Namjoon mengerjap kala kedua tangan Seokjin melingkar di pinggangnya dan harus kembali memastikan bahwa tak ada siapapun di sekitar mereka berada kini. Lalu mata yang berbinar lucu itu sungguhlah sebuah ujian berat. Lebih berat dibanding seluruh tes kepolisian yang telah ia lalui. Jika sudah seperti ini, rasanya ia menyesal telah memacari pemuda itu. Namjoon akan selalu kalah pada tiap tatap penuh bujuk rayu yang Seokjin layangkan seakan telah menjadi senjata andalan yang tak mampu ditolak oleh apapun.

Ini tidak seimbang dan tidak baik.

Tidak adil.

.

.

.
To Be Continued.

17 April 2020.

Namjin Oneshoot / Short story Collections Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang