4

136 64 12
                                    

Lapangan sekolah dipenuhi murid-murid yang baru saja keluar dari kelas, hendak pulang. Begitu juga Anes dan Ayyara yang akan mampir ke toko aksesoris sebelum pulang. Anes memerhatikan sekeliling, tentu saja ia ingin buru-buru keluar dari keramaian murid-murid lain yang berlomba-lomba ingin meninggalkan gedung sekolah sekitar pukul empat sore kini.

"Nes, pa Herman sudah ada diluar sekolah, ada di sebrang jalan sana" tunjuk Ayyara pada mobil hitam yang akan di kendarai pa Herman supir sekaligus orang terpercaya Ayyara.

Melihat mobil hitam itu Anes semangat ingin cepat memasukinya dan meninggalkan keramaian di lapangan sore itu.

"Akhh, akhirnya sampe juga. pengap" Anes membuang napas kasar.

Pa Herman menjalankan mobilnya setelah Ayyara memberi tahu tempat tujuan mereka sore ini. Tidak lama hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit mereka tiba di toko aksesoris.

"Pa Ayyara masuk dulu ya" pamit Ayyara " yuk Nes" ajaknya pada Anes.

"Kamu mau beli apa Ra?"

"Tidak tahu" cengir Ayyara, membuat Anes memasang wajah bingung dengan kerutan di alisnya.

"Lihat-lihat dulu, nanti kalau ada yang bagus aku beli"

"Terserah kamu saja Ra" mereka berkeliling melihat-lihat isi toko.

Ayyara memang tipe orang yang suka mengunjungi berbagai toko, walau hanya melihat-lihat. Bahkan bisa sampai satu sampai dua jam lebih. Masa bodoh dengan Aneska yang sudah memasang raut wajah bosannya juga pak Herman yang mungkin sudah tertidur didalam mobil.

Di tengah kesibukan Ayyra yang masih menelusuri beberapa sudut toko, Anes tiba-tiba terdiam memerhatikan lamat-lamat jalan di sebrang toko. Dia membulatkan kedua matanya saat seseorang yang ia lihat, balik menatapnya dengan senyum sendu yang tidak pernah Anes lihat sebelumnya.

"Nes kenapa?" Ayyara menepuk bahu Anes.

"Itu Ra, papa ku nyusul, padahal aku udah minta izin" jawaban Anes membuat Ayyara langsung menoleh ke arah yang ditunjuk Anes.

"Tidak ada siapa-siapa Nes disebrang sana" pernyataan Ayyara kini membuat Anes membulatkan matanya dan mengalihkan pandangannya ke arah temannya itu.

"Itu Ra" tunjuknya lagi sambil kembali mengarahkan pandangannya kesebrang jalan, tidak ada. Tanu sudah tidak ada di sebrang jalan itu, tidak ada siapa pun disana. Anes langsung berlari keluar toko, memastikan bahwa papanya masih ada dan ia tidak salah melihat.
Ayyara berlari mengikuti Anes yang sudah memucat.

Lagi-lagi om Tanu ya,  ucap Ayyara dalam hati.

"Nes kamu salah lihat kali" Ayyara berusaha memenangkan.

Tidak Ra aku tidak salah lihat jelas-jelas papa tersenyum pada ku tadi!, Anes menjawabnya dalam hati.

"Kita pulang saja ya Nes, aku antar kamu pulang" Anes mengangguk.

###

Dengan deru nafas yang tak beraturan dan langkah yang tergesa-gesa. Anes membuka pintu, bahkan ia lupa mengucapkan salam. Ia langsung manaikin anak tangga rumahnya.

"Aneskaaa, masuk ga salam, lari-lari lagi. Kenapa sih?"

"Papa ada diruang kerja ma?"
Bukannya menjawab pertanyaan mamanya, Anes malah balik bertanya. Belum sempat mamanya menjawab Anes melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga.

Lengang, tidak ada siapa pun di ruang kerja Tanu. Anes tetap masuk mencari pria jangkung gede yang biasanya duduk di kursi kerja ruangan itu. tak lama kemudian terdengar langkah kaki mulai mendekat menghampiri Anes.

"Nes papa dibawah nemenin kak Haga berenang" Safa mamanya Anes menyusul dan memberitahu keberadaan papanya.

"Mama kenapa ga ngasih tau" Anes bergegas meninggalkan ruang kerja papanya.

"Loh kamu buru-buru ke atas, ga ngasih kesempatan mamah ngomong"

Setelah tahu papanya ada di kolam renang rumahnya, Anes langsung bergegas turun. Kebelakang rumahnya. Dari jauh Anes melihat Tanu duduk di kursi melihat anak pertamanya berenang.

"Eh Anes udah pulang? Ko ga ngabarin papa?" Tanu yang melihat Anes berjalan menghampirinya langsung melontarkan tanya.

"Baru saja pa...papa pulang dari tadi?" Tanya Anes.

"Seperti biasa Nes" jawab Tanu, itu tandanya ia pulang dari kantor jam tiga sore tadi.

"Langsung pulang kerumah?" Tanyanya lagi

"Iya Nes? Anes kan yang minta papa ga usah jemput"

"Iya pa" Anes menundukkan kepalanya beberapa detik lantas duduk ditepi kolam renang mengayun-ayunkan kakinya ke dalam air.

"Loh anak papa yang satu ini kenapa? sedang patah hati?" Goda Tanu.

Anes tidak menjawab, dia sibuk menonton kakaknya gesit berenang, yang Anes tau kini Haga sedang berenang dengan gaya dadanya. Cepat sekali gerakannya, itu yang dilihat Anes.

"Kakak mu hebat ya Nes, makin cepat berenangnya" Anes hanya mengangguk-anggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Anes sudah makan?" Anes menggeleng. "Emm papa mencium aroma sedap, mama pasti sudah menyiapkan makanan enak didalam"

"Kuat sekali alat penciuman papa" Anes memuji papanya yang asik mendengus-denguskan hidungnya.

"Anes baru tau? Bahkan kentut kakak mu dalam kolam itu tercium oleh papa" dengan bangga Tanu menyombongkan diri, Anes tertawa mendengar lelucon papanya itu.

"Hebat sekali papa" ucap Anes menatatap bangga papanya.

"Pa tolong mama ambilkan alat pemanggang " teriak mama dari arah dapur, meminta papa membantunya. Letak dapur dan kolam renang memang cukup dekat, ditambah suara mama yang lumayan kencang langsung membuat papa bangkit menghampirinya.

"Papa masuk duluan ya, mama mu memang tidak bisa hidup tanpa papa" cengir Tanu bangga sambil berjalan menuju dapur. Anes kembali tersenyum, menggeleng-gelengkan kepalanya heran. Dari mana papanya itu semiliki banyak sekali tingkat percaya diri yang tinggi.

Melihat wajah cantik adiknya kembali murung setelah Tanu meninggalkannya  di tepi kolam, Haga menyudahi kegiatan renangnya dan ikut duduk menemani Anes.
Setelah ia mengambil handuk untuk mengeringkan rambut dan sebagian tubuhnya.

"Mau cerita?" Haga mengusap-usap lembut kepala Anes.

"Tumben sudah pulang?" Anes menepis pelan tangan kakaknya.

"Hmm... jam kerja kakak diputar jadi cuman sampai jam dua siang"

Hening. tidak ada percakapan, hanya suara dedaunan yang tergesek terpaan angin. Anes dan Haga hanya mengayun-ayunkan kakinya dalam air.

"Tadi Anes melihat papa disebrang jalan toko aksesoris" Anes membuyarkan keheningan.

"Terus kenapa khawatir dengan hal seperti itu?"

"Bukan hanya itu, pagi tadi pun hal yang sama terjadi, Anes melihat papa di koridor sekolah" Anes menatap wajah serius kakanya.

"Anes salah lihat kali"

"Dua kali berturut-turut dalam sehari?" Anes menaikkan nada bicaranya.

"Berdoa saja semoga tidak terjadi apa-apa" Haga memeluk Anes berusaha menenangkan.

Anes memang selalu menuangkan isi hatinya pada Haga kakanya, karena selain papanya dia memang yang paling mengerti apalagi mereka memiliki satu keistimewaan yang sama.

Berlian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang