SEGITIGA RASA (part 1)

4 1 0
                                    

By: Duriyah

-Terkadang sebuah pengorbanan harus menahan pahitnya dulu, kemudian akan mendapatkan manisnya-

🍁
.
.


Bisakah semua hati sebahagia orang yang duduk di sampingku ini? Sejak istirahat pertama, dia teriak histeris dengan hati yang sedang berbunga-bunga, karena apa? Karena lelaki yang ia sukai membalas chatnya.

Begitulah wanita kalau sedang di mabuk asmara, pasti keluar dari zonanya. 

“Devina ...,” ucap seseorang dari belakang. Aku menelusuri sisi kelas untuk mencari tau siapa yang memanggil namaku.

Aku terkejut karena orang yang memanggilku sudah ada di depan meja.

Davin Anggara, salah satu siswa yang pintar di kelas 12. Ia adalah orang yang di sukai sahabatku, Anjani. Selalu ada nama dia di setiap cerita Anjani, dia bagaikan vitamin yang selalu membuat semangatnya tumbuh kembali.

Tetapi ia adalah musuh bagiku sejak kelas satu SMA, karena orangnya super jahil dan nyebelin. Entah kenapa aku selalu di persatukan kelasnya dengan dia, lelaki yang paling bisa membuat badmood setiap hari.

“Ada apa?” tanyaku sinis.

“Ini kelompok yang sudah bu Indah bagi.” Ia memberikan
kertas padaku yang notabene sebagai sekretaris.

Aku lihat kelompok Prakarya yang ada namaku, mirisnya! di barisan paling bawah selalu ada nama Davin.

Aku menghempaskan napas gusar, mungkin Anjani akan sangat senang dengan kehadiran Davin dalam kelompoknya tetapi aku tidak sama sekali.

Jam istirahat ke dua adalah waktunya mengisi perut dan sebagian menjalankan kewajibannya terlebih dahulu.

Aku memutuskan untuk menunggu Anjani di kelas, karena aku hari ini sedang halangan.

Dipojok sana ada Davin yang sedang asyik bermain game, aku langsung menghampirinya.

“Bukannya ini sudah jamnya sholat?”

“Iyah bentar,” sahutnya yang masih asyik dengan benda tipis miliknya.

“Sholat di nanti-nanti, berarti kamu cocoknya jadi makmum bukan imam!” seruku jutek, kemudian langsung meninggalkannya.

“Iya ukhti ....” Setiap berhadapan denganku dia selalu memanggilku dengan menyebut ‘Ukhti.’ Apa karena hijabku ini?
Entahlah.

Rintik hujan kini hiasi pagi yang kelabu, aku datang dengan kondisi basah tersiram hujan.

Rasa dingin merasuk dalam tubuh, aku meniup tanganku yang dingin seperti es.

Meja di kelasku kini sudah di buat berkelompok. Sedihnya aku dan Anjani tidak satu kelompok, jadi tidak bisa berdiskusi bersama.

Davin yang duduk di depanku menyadari bahwa aku sedang kedinginan, ia menghampiriku dan memberikan sweter miliknya.

Aku hanya mengucapkan terima kasih, karena aku sangat membutuhkan benda itu.

Dia tiba-tiba menghilang entah kemana, tak mau memusingkan hal itu aku pun langsung memakai benda hangat ditanganku.

Terdengar sorakan dari penghuni kelas, mereka selalu menjodoh-jodohkan aku dengan dia. Biasanya aku marah, namun kali ini malas rasanya karena tubuhku masih lemas. Beginilah aku, yang tak tahan dalam suasana dingin.

“Minum dulu susu jahenya biar hangat,” ucapnya yang tiba-tiba ada di sampingku.

Aku mendongakkan kepala yang sedari tadi ku taruh dengan tanganku diatas meja.

Aku menerima gelas berisi susu jahe tersebut, tak lupa untuk berterima kasih.

Di sisi lain, ada hati yang kini retak. Menyaksikan sebuah dimensi di mana orang yang ia sayangi dan sahabatnya sedekat itu.

Anjani memejamkan mata menahan tangisnya. “Kenapa harus dia yang kamu perlakukan istimewa?” batinnya.

Mentari menjamah seseorang di balik pohon, dengan memakai celana olahraga dan menggunakan kaos polos berwarna hitam.

Permainan bola kasti yang sangat melelahkan membuat cuaca siang ini semakin panas.

Terlihat Devina yang sedang duduk santai di bawah pohon, ia merasakan Devina kini menghindarinya karena Anjani.

Davin memutuskan untuk pergi ke mushola membersihkan diri dan mengganti bajunya.

Devina sudah siap dengan mukena yang disediakan dari mushola sekolah, ia tak sengaja melihat dari sekat pemisah yang menjadi imam adalah Davin.

Lelaki yang sering mengulur waktu sholat, kini sering sholat di awal waktu dan berani menjadi imam. Ada sedikit senyuman di wajah Devina.

Lalu ia mengucap istighfar dalam hati, “Astagfirullah ... Kenapa aku ini?  Ayolah jangan menaruh harapan, aku takut ada hati yang akan terluka nantinya.”

🍁

-Kita ketemu lagi dengan cerita 2 part! So, geser ke atas!-


Jejak Kita-vol 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang