Sang jingga menawarkan sejuta keindahannya, membisikkan ketenangan bagi siapa saja yang melihatnya.
Kerja kelompok hari ini sangat melelahkan, sudah terlihat matahari akan terbenam barulah aku dan teman-temanku bersiap untuk pulang.
“Anjani, pulangnya beli cappucino di tempat biasa ya!” seruku dengan senyum semerbak.
Anjani yang sedang membereskan alat dan bahan-bahan itu tak meresponsku sedikit pun.
“Kamu sendiri aja, aku mau pulang cepat,” sahutnya cuek setelah beberapa detik.
Aku terheran dengan sikapnya yang tak biasa ini. “Kamu kenapa?” tanyaku.
Namun dia hanya menjawab, “Enggak apa-apa.”
Pulang kali ini tak ada yang berisik saat di jalan, tidak ada yang bercerita dan juga canda tawa.
Hanya ada suara jalanan yang membising. Namun saat ini, aku merasakan sepi dalam keramaian.
“Kenapa Anjani bersikap seperti itu? Apa karena Davin?” Aku yang terlalu membatin ini tak sadar bahwa sedang berjalan di tengah, hingga suara klakson motor menyadarkan lamunanku.
“Devina,” sahut seseorang yang sangat aku kenal, Davin.
“Mau pulang bareng?” lanjutnya.
Aku langsung pergi menjauh tanpa aba-aba. Bukannya sombong, aku hanya ingin menjaga diri dan menjaga hati seseorang.
🍁
Anjani datang lebih awal ke sekolah, namun ia tidak duduk seperti biasa bersama Devina.
Ia menyuruh seseorang yang sudah datang untuk bertukar tempat duduk. Hari ini ia sangat malas duduk bersama sahabatnya, dia menganggap Devina sebagai penghianat.
Hatinya telah retak dan hancur, akan sulit untuk di bentuk utuh kembali.
Devina masuk kelas dengan rasa yang berbeda, kini yang di sebelahnya bukanlah Anjani melainkan Winda.
Ia melihat sekeliling kelas namun Anjani tidak terlihat, lalu ia bertanya pada Winda, “Anjani kemana?” Winda diam sejenak dengan memainkan jemarinya.
“Anjani marah karena kamu sekarang dekat dengan Davin.” Devina menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
Dugaannya benar, namun ia sama sekali tidak bermaksud membuat sahabatnya sakit hati.
Davin sering kali mendekat pada Devina, namun ia selalu menjauh demi menjaga perasaan sahabatnya.
“Hal yang membuat aku jatuh hati, karena kamu selalu mementingkan orang lain dan mengorbankan segala hal termasuk soal hati,” batin Davin.
Siang ini Devina melihat Anjani yang sedang duduk sendiri seraya memainkan ponselnya dipojok kelas, perlahan ia mendekat untuk meminta maaf.
“Anjani ... Aku mau meminta maaf atas semuanya. Aku tidak bermak—,”
“Aku enggak apa-apa, Aku permisi.” Sebelum ia selesaikan bicara, Anjani memotong lalu pergi meninggalkan Devina.
Memejamkan mata untuk meredam air matanya, Devina merasa sangat sesak dalam dadanya. Sahabatnya sejak SMP itu, kini menjauh dan membencinya karenakesalahpahaman.
Kelas dua belas yang seharusnya fokus belajar dengan sungguh-sungguh untuk menghadapi ujian nasional, tetapi Devina terus menerus memikirkan sahabatnya yang masih membenci hingga saat ini.
Bukan hanya itu, Davin juga sekarang seperti menjauh, itu mungkin karena Devina yang selalu menghindar setiap ia mendekat.
Dan hatinya kini merasa berbeda, saat Davin menjauh dan bersikap dingin di hadapannya tetapi dengan siswi di kelas ia selalu tertawa hangat.
“Bukankah ini yang kamu mau? Dia telah menjauh tetapi kenapa kamu merasa sedih?” batin Devina.
Apakah arti sedihnya pertanda rasa cemburunya? Kalaupun benar, ia tak akan membuat sahabatnya tersakiti hanya tentang rasa yang tumbuh karena terbiasa.
Belajarnya menjadi terganggu, semangatnya tak lagi membiru dan cerianya kini terlihat semu.
Begitulah seorang Devina, yang selalu memikirkan hal kecil namun sangat berarti besar baginya.
Bel istirahat berbunyi lima menit lalu, semua siswa bangkit menuju kantin untuk mengisi perutnya.
Di kelas hanya ada Devina dan Anjani. “Mungkin sekarang saatnya untuk menjelaskan kepada Anjani.” Itu terlintas di benak Devina.
“Anjani, boleh kita bicara sebentar?” tanya Devina pelan.
“Bicara aja,” sahutnya tanpa melihat Devina.
Devina menarik napas sejenak. “Kita sudah lama ya bersahabat, kita itu bagaikan bintang dan rembulan yang berada dalam satu langit selalu bersama. Kamu tau gak? Sekarang hati aku seperti gelas yang tiba-tiba pecah tanpa tau alasannya, hatiku retak ketika kamu tiba-tiba menjauh tanpa sebab.” Devina menitikkan air matanya.
“Dan kamu juga harus tau, hancur rasanya hati ini saat kalian bersama!”
“Hati seseorang itu tidak bisa kita tebak ataupun kita kendalikan semaunya, kita hanya bisa merasakan tanpa tau yang dirasakan oleh hati lain. Aku berusaha menjauh saat ia mendekat, aku berusaha menjaga persahabatan kita. Karena Sahabat lebih penting daripada sebuah kisah asmara yang indahnya sesaat. Aku rindu kamu yang dulu, Anjani. Bisakah kita jalin persahabatan seperti dulu? Aku sangat rindu.” Tangisnya pecah langsung memeluk tubuh yang terdiam kaku tersebut.
Air mata Anjani tak bisa ia tahan, lalu membalas pelukan hangat Devina.
“Maafkan aku yang terlalu egois, selalu mementingkan perasaan sendiri tanpa menjaga perasaan orang lain.” Kejadian pilu antara dua sahabat itu, terekam jelas dalam memori seorang Davin Anggara.
🍁
.
.-Gimana perasaan kalian setelah baca cerita ini? Mimin taunya segitiga bermuda, nih. Gimana dong? :(-
📢 Yang nggak vote sama comment semoga nggak dapet cogan! Biar sama mimin aj cogannya!
📢 Kepo sama penulisnya? Mimin kasih spoiler akunnya nih @qalamcinta!
AYO GESER KE ATAS! ATAU KE SAMPING? POKOKNYA HARUS BACA CERITA SELANJUTNYA!
.
.
.💟Vituaaals
Penulis dan Tim Wattpad OKI
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Kita-vol 1
General FictionHanya sekumpulan kisah mengenai rasa yang tak terbalas, sepihak, terpendam, atau dalam kurung persahabatan. So? Kalo kalian rasa cerita ini sesuai sama kalian, langsung aja cek! -Kumpulan Antologi Cerpen dari anggota level 1 grup literasi Omah Karya...