03. Tepung Terigu

171 28 47
                                    

"Permainan kalian terlalu biasa, lihatlah nanti permainan apa yang akan aku lakukan." ~Milenius

_0_

       Pulang sekolah merupakan sebuah kebahagian bagi para pelajar, termasuk Milen, hari ini ia harus pulang terlambat karna jadwal piketnya. Milen menatap hampa kelas yang hampir kosong di hadapannya, ia memilih untuk membawa ember dan mengisinya dengar air lalu pulang, biarkan yang lain saja yang mengepel, lagian tadi pagi dia sudah mengepel lantai toilet.

Di dalam toilet sangatlah sepi, Milen dengan cepat memenuhi ember dengan air keran, setelah hampir penuh ia segera berbalik hendak ke luar tetapi bantingan pintu membuat Milen terdiam.

Milen menoleh, mendapati kehadiran Kyila dengan antek-anteknya yang berdiri tepat di hadapannya sambil berkaca pinggang.

"Lo yang namanya Milenius itu, kan?" tanya Kyila dengan senyuman manis yang menghiasi wajah cantiknya.

"Iya, kenapa?" jawab Milen ketus.

"Lo lumayan juga, nyali lo gede, mau gabung sama kita, gak?  Kita bisa jadi sahabat, yakan temen-temen?" ucap Kyila meminta persetujuan yang lainnya.

"Tentu saja, kita bisa jadi sahabat yang dekat," ajak Hana kepada Milen yang diangguki oleh kedua gadis lainnya.

"Kalian bisa mencari orang lain, maaf, gue enggak tertarik!" tolak Milen dengan nada sehalus yang ia bisa.

"Bangsat!" geram Hana mengumpat, sedangkan Kyila hanya tersenyum kecut. "Gadis bodoh," pikir Kyila.

"Lakukan girls!" Kedua gadis yang tadinya hanya diam mulai bereaksi, mereka merebut ember air di tangan Milen lalu menyiramkannya ke tubuh Milen.

Byurrr ....

Tidak hanya air, mereka juga melemparkan satu plastik tepung terigu dan beberapa telur busuk, membuat Milen seperti orang yang sedang merayakan ulang tahun. Tidak hanya itu, sebuah jambakan dan tamparan membuat tangan Milen pengepal kuat, tetapi percuma untuk melawan, ia hanya seorang diri, sedangkan mereka berempat.

Terakhir, mereka mendorong tubuh Milen sampai membentur diding, membuat Milen meringis pelan. Tanpa di sadari mereka sudah membangunkan sesuatu yang sudah lama Milen pendam, hasrat dan juga keinginan untuk membalas dendam. Setelah puas bermain-main dengan Milen mereka pergi dengan tawa riang meninggalkan Milen dalam keheningan.

Milen menatap dirinya di depan cermin, tepung dan telur sudah memenuhi wajah dan seluruh tubuhnya darah pun turut hadir di sudut bibirnya, dengan santai Milen membersihkan apa yang bisa ia bersihkan.

"Permainan kalian kurang bagus, Sayang, lihatlah nanti pembalasan dari seorang Milenius!" ucap Milen di hadapan cermin lalu tertawa dengan senyuman yang menyeringai.

🌿🌿

      Abila duduk di luar, menunggu sahabatnya yang sedang melaksanakan piket kelas, Abila selalu berangkat–pulang pergi ke sekolah bersamanya. Namanya Arvin Abinaya, cowok yang terlihat culun dengan kacamata tebal yang menutupi sebgian wajahnya.

"Kamu sudah lama menunggu?" tanya Arvin membuat Abila menoleh lalu menggelengkan kepalanya pelan. Sekilas mereka terlihat seperti sepasang kekasih dengan penampilan yang terlihat serasi juga memiliki hobby yang sama, yaitu membaca buku.

"Eh, aku mau ke toilet dulu, kamu tunggu di parkiran aja, ya?" ucap Abila pelan. 

"Kenapa enggak dari tadi saat aku piket, sih?" gerutu Arvin pelan ini sudah menjadi kebiasaan mereka berdua, mendebatkan hal-hal kecil.

"Ish, maunya juga sekarang. Bentar, kok," ucap Abila sambil berjalan pergi tanpa menunggu jawaban dari Arvin.

Abila berjalan dengan tergesa-gesa, saat hendak membuka pintu toilet ia mendengar seseorang berteriak, membuatnya mengurungkan niat untuk membuka pintu. Abila mencoba untuk menguping, ia membekam mulutnya sendiri saat mengetahui siapa pemilik suara itu, suara yang selalu menyakiti hati dan pikirannya sejak beberapa bulan terakhir.

Sebelum mereka membuka pintu, Abila segera bersembunyi di balik tong sampah besar, setelah melihat kepergian mereka cukup jauh Abila langsung masuk untuk melihat siapa yang sedang mereka kerjai, matanya membulat sempurna saat melihat Milen di sana, berdiri dengan penampilan yang acak-acakan wajahnya pun terlihat lembam.

"Milen?"

"Iya?" jawab Milen acuh, berusaha membersihkan badannya dengan air.

"Muka kamu lebam, apa mereka menyakitimu? Maaf, itu pasti karna tadi kamu belain aku," tutur Abila sambil menundukan kepalanya, merasa bersalah.

"Enggak papah, kok."

"Emm ... aku ada jaket, lebih baik kamu bilas tubuh kamu," tawar Abila.

"Benar juga. Sini jaketnya," pinta Milen, Abila pun segera memberikan jaket serta sapu tangan yang selalu ada di dalam tasnya.

"Tolong ambilin tas gue di kelas dong," titah Milen, lalu ia masuk ke dalam bilik toilet untuk membersihkan badannya.

Abila hanya mengangguk kemudian pergi mengambil tas yang diminta oleh Milen, kebetulan kelas mereka bersebelahan jadi Abila sudah sering melihat Milen meski tidak saling bertegur sapa. Abila menunggu Milen dengan perasaan campur aduk, Abila tahu ini semua terjadi karna dirinya, ialah penyebab gadis itu mendapatkan masalah.

Milen keluar dengan rok serta sepatu yang basah, ia memakai jaket yang Abila berikan dan memasukkan baju basahnya ke dalam tas.

"Makasih, ya. Besok gue balikin jaketnya," ucap Milen lalu berjalan pergi mendahului Abila, Abila pun mengekori dari belakang.

"Iya, sama-sama," jawab Abila seadanya, ia yang penasaran pun kembali bertanya, "Kamu pulang sama siapa?"

"Angkot," jawab Milen singkat.

"Tunggu, kamu pulang bareng temen aku saja biar aku yang naik angkot, anggap saja ini sebagai ucapan terima kasih karna tadi siang kamu udah nolongin aku," ucap Abila degan cepat.

Milen tampak menimbang tawaran Abila, dengan kondisinya yang seperti ini ia akan di tatap aneh oleh orang lain dan Milen tidak menyukainya.

"Boleh," ucap Milen membuat Abila tersenyum bahagia ia pun segera mengajak Milen ke tempat parkir.

Sesampainya di tempat parkir Abila langsung memanggil Arvin, pria itu menoleh, memperlihatkan wajahnya yang tampak kesal.

"Kenapa lama sekali?" gerutu Arvin, Abila hanya meringis pelan. 

"Bila, dia siapa?" tanya Arvin saat melihat Milen yang memakai jaket Abila, rok dan sepatunya bahkan terlihat basah.

"Dia Milen, orang yang tadi aku ceritain. Tolong anterin dia pulang, ya. Bajunya basah, enggak ada yang jemput dia, kalau nunggu angkot lewat kan lama, kasihan dia nanti kedinginan," ucap Abila memelas.

"Terus kamu gimana? Inikan motor bukan mobil?"

"Aku bisa naik angkot, kamu anterin dia pulang, ya. Hati-hati di jalannya!" ucap Abila lalu berjalan menjauh. Arvin tersenyum kikuk kala menatap Milen, ada rasa canggung di dalam dirinya.

"Yaudah, yuk naik."

"Rok gue basah gak papah, kan?" tanya Milen memastikan.

"Iya. Namaku Arvin."

"Milen."

Milen lalu duduk dan memegang bahu Arvin, Arvin lalu menjalankan motor maticnya dengan keadaan sedang karna ia tidak mau mencelakai anak orang. Di sepanjang perjalanan hanya ada keheningan setelah Arvin menanyakan alamat rumah Milen.

#####

Haii, jangan lupa tinggalkan jejak, vote dan komentar^^

Milenius [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang