Penjelasan

1.9K 216 30
                                    

Alan menghembuskan napas berat. Matanya menatap Melia yang menundukkan kepalanya tajam. Gadis itu terlihat meremas jemarinya gugup.

"Kenapa?"

"Maaf ..." ucap Melia pelan.

"Kenapa nggak bilang?" tanya Alan datar.

"Maaf, aku sama Papa udah buat perjanjian. Aku nggak boleh pacaran sebelum dapat pekerjaan." Jelas Melia pelan.

Kembali merutuki dirinya sendiri, Melia berpikir bagaimana dia bisa melupakan perjanjian yang dia buat sebelum melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan.

"Kenapa kamu bohong?"

"Maaf ..." ucap Melia menggigit bibirnya, berusaha menahan isakan yang akan lolos dari bibirnya. Melia tidak suka Alan yang dingin dan ketus seperti ini.

"Aku nggak butuh maaf kamu, aku butuh penjelasan Mel. Penjelasan!"

"Maaf ... aku ..."

"Bukan itu, yang aku tanyakan kenapa harus bohong jika kamu pulang naik kereta? Kamu bilang ke aku kamu pulang naik pesawat. Seandainya ibu kamu nggak bilang, aku mungkin nggak tahu apa-apa tentang kamu. Jadi sebenarnya berapa banyak rahasia lagi yang kamu sembunyikan?" desis Alan mencoba menahan emosi.

Alan memijat pelipisnya gemas jika mengingat pelecehan yang hampir menimpa kekasihnya itu.

"Alan!" Melia berlari menghampiri Alan.

"Kenapa nangis? Ada yang ganggu kamu lagi?"

"Alan!" Melia menangis sambil memeluk Alan erat.

"Ada apa? Calista masih gangguin kamu lagi?" Alan mencoba melepas pelukan Melia, termasuk mencari tahu penyebab tangis ketakutan Melia.

"Nggak ..." Melia enggan melepas pelukannya pada Alan, sebaliknya gadis itu semakin erat memeluknya.

"Terus kenapa kamu nangis?" Alan mencium puncak kepala Melia lembut.

"Ta ... tadi di bis a ... da bapak-bapak yang coba nyentuh aku, Al! Hiks!" Melia menyembunyikan wajahnya di dada Alan.

Tangan Alan mengepal. Sejak peristiwa itu Alan berinisiatif untuk mengantar jemput Melia. Termasuk memonitor apapun yang Melia lakukan dan ke mana saja kekasihnya itu pergi.

"Maaf ... tapi aku pikir kamu nggak akan sepeduli itu sama aku."

Mendongakkan kepalanya, gadis itu menatap Alan yang rahangnya mengeras. Alan terlihat marah dengan matanya yang semakin gelap. Tangan mengepal di samping tubuhnya.

"Jadi selama ini kamu anggap aku ini apa?!" Nada tinggi Alan membuat Melia sedih, "Aku pacar kamu, Melia. Ingat itu!"

"Maaf ..."

"Bisakah berhenti minta maaf. Aku hanya butuh penjelasan. Hanya itu!" ucap Alan dengan nada kasar.

"Ma-af ..."

Melia bangkit dari duduknya kemudian berjalan pelan keluar kamar. Melia tidak mau menangis di depan Alan karena Melia tahu, Alan benci perempuan yang cengeng. Sebelum tangannya membuka pintu, Alan mencekal lengannya. Pemuda itu memutar tubuh Melia dan memeluknya erat.

"Aku tidak ingin mendengar kebohongan apapun lagi." bisik Alan mengeratkan pelukannya.

Melia menundukkan kepalanya semakin dalam. Dua tangan terangkat memeluk tubuh tinggi Alan. Melia memejamkan mata, menikmati belaian kasih dan ciuman di puncak kepalanya. Melia sedih. Melia ingin waktu berhenti. Melia ingin Alan memeluknya hangat seperti ini tanpa harus memikirkan segala rahasia di kehidupannya.

"Istirahatlah, kamu terlihat berantakan." Goda Alan seraya melepaskan pelukannya.

Pemuda itu menarik kepala Melia mendekat dan menanamkan kecupan ringan di keningnya.

"Jadi kamu nggak marah sama aku lagi kan, Al?" Tanya Melia penuh harap.

Alan mengeleng singkat. Dua sudut bibir terangkat tipis membentuk senyum kecil, "Selama kamu jujur, aku nggak akan marah."

Melia menundukkan kepalanya lagi, dan sekali lagi ciuman selamat malam melayang jatuh di pipinya. Alan menciumnya mesra dan Melia menerimanya.

"Night, sweetheart."

***

"Itu pacar, Mbak?" tanya Aulia saat melihat kakaknya merebahkan badannya.

"Iya."

Melia bergumam dengan tangan yang masih sibuk membolak-balikkan buku sketsanya. Seperti ada yang hilang dari bukunya.

"Ganteng ya." Celetuk Aulia polos, serta merta membuat Melia menoleh.

"Kenapa? Kamu suka?" tanya Melia memiringkan tubuhnya menghadap Aulia yang masih sibuk dengan buku gambarnya.

"Enak aja. Tipeku nggak kayak dia. Pacar kakak itu dingin, mukanya datar kayak tembok, badannya gede lagi. Kayak tukang panggul di pasar." Ucap Aulia mendeskripsikan Alan.

Melia mengangguk setuju. Alan memang dingin. Kutub utara mungkin malu jika bertemu pacar es-nya itu. Pertama kali bertemu saja, Melia ingin menampar muka datar pemuda itu saat acara ospek. Kesannya datar dan tidak peduli bahkan saat Melia harus memohon untuk meminta satu tanda tangan darinya.

"Terus tipe kamu kayak gimana?" Senyum Melia membuat Aulia terpesona. Sudah menjadi rahasia umum kalau Aulia sangat mengidolakan Melia.

"Tipeku itu yang humoris kayak temen Mbak yang pernah ke sini dulu, Mas siapa ya? Namanya Mas .... e ..." Aulia memutar bola matanya berusaha mengingat nama teman Melia.

"Siapa? Ian?"

"Nah iya, Mas Ian."

Melia mengingat Adrian, temannya semasa sekolah menengah atas. Melia tersenyum. Adrian memang baik. Meskipun sedikit berisi dengan pipinya yang tembam, pemuda itu pernah menjadi putra sekolah jaman sekolahnya dulu.

"Kamu masih kecil, Aulia. Belajar dan tetap fokus masa depan. Paham?" Melia melempar boneka minion ke arah Aulia yang tergelak di tempatnya. Melia masih melihat Aulia seperti anak kecil. Padahal sebentar lagi dia akan merayakan ulang tahun ke tiga belasnya.

Sikap Melia membuat Aulia memanyunkan bibir. Bagaimana tidak, sang kakak masih saja menganggapnya anak kecil.

"Oh ya, Mbak Nova sama Mbak Puput pulang kemarin."

Melia yang sebelumnya telah kembali mengobrak abrik buku sketsanya terdiam. Tubuhnya membeku dengan mata yang menatap kosong. Kemudian menarik senyum kaku saat mendengar pertanyaan Aulia.

"Mbak gapapa kan?"

Suasana sejenak hening. Aulia tiba-tiba merasa bersalah karena harus mengatakan hal itu kepada kakaknya.

"Mbak Li, ma-"

"Mbak gapapa kok." Melia mengusap puncak kepala Aulia, "Sekarang waktunya tidur. Sudah malam."

Aulia menggigit bibir seraya mengangguk kecil, mengikuti instruksi Melia. Aulia tahu bagaimana perasaan kakaknya saat ini.

'Mbak Melia pasti sedih.'-Aulia membatin dan bisa merasakan kesedihan kakaknya.

TBC

Gais gais. Ini cerita jodohnya Seokjin yang buat. Tapi dibantu kasih bumbu-bumbu cinta biar karakternya 'hidup'

SO. Emang karakternya kadang mirip-mirip. Tapi lain cerita lain lagi lah sensasinya.






Rahasia Cinta MeliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang