10 Days

42 15 19
                                    

Hari ini orang tuanya Nana pergi lagi buat ngurusin surat perpindahan pekerjaan gitu, mereka sudah pergi sekitar 15 menit yang lalu.

Nana menyiram tanaman di halaman rumahnya. Di temani Jenderal yang sedang membaca koran.

"Baca apa sih? Serius banget" ucap Nana sembari meletakkan selang kembali. Lalu menegak habis teh hangat yang di buat oleh Jenderal.

"Ini baca koran malaikat. Emangnya manusia saja yang butuh informasi"

"Iya deh, suka-suka tuan malaikat"

"Kok kamu tidak menjenguk Biru lagi? Kenapa?"

Nana duduk di depan Jenderal, memandangi wajah tampan malaikat maut itu.

"Kamu kalau jadi manusia pasti banyak banget yang ngefans deh"

"Jangan mengalihkan pembicaraan saya" lalu ia melenyapkan koran yang telah ia baca.

"Gak tau, binggung aku tuh..."

"Binggung kenapa? Ada masalah?"

"Kalau aku sering ketemu dia, takut aja nanti dia gak terbiasa dengan ketidakhadirannya aku. Kalau aku menjauh, aku-nya yang kangen"

"Dasar anak muda, besok temuin aja. Hari ini siapin mental"

"Buat apa?"

"Kata teman saya, kalau ketemu orang yang di suka kadang salting, terus berdebar-debar. Hngg.. Jadi ingin merasakan apa itu jatuh cinta" ucapan Jenderal hanya di balas senyuman oleh Nana.

Baru saja ia ingin masuk ke dalam rumah, suara bel dari gerbang depan menghentikan langkahnya. Nana terpaksa berjalan sejauh 20 langkah untuk sampai ke gerbang utama.

"Anj*r!! Mirip banget Fana!!" Nana sedikit terlonjak kaget, namun ia berusaha untuk terlihat biasa saja.

"Mari masuk. Kita bicara di dalam aja" Nana sedikit bergeser, membiarkan beberapa anak itu masuk ke dalam lingkungan rumahnya.

Rumah itu emang atas nama Nana, btw.

Sesampainya di ruang tamu, Nana mempersilakan mereka duduk dan ia pergi mengambil minuman.

"Jadi gimana?" tanyanya saat Nana sudah duduk di sofa, sendiri.

"Gini, kan waktu itu Fana—em maaf, kecelakaan pesawat. Terus kita langsung ke TKP kan, pas itu Langit emang sempat hilang, dan kita cari-cari keberadaan dia. Pas ketemu matanya ya udah gitu, terus di bawa ke rumah sakit. Sampai sekarang kita gak tau dia dimana, kita juga gak ketemu kakaknya" jelas Jingga.

"Kalian kalau mau liat ke kamar kak Fana silakan, dia kan tertutup. Mungkin banyak yang gak kalian tau dari dia"

Setelah itu mereka pergi melihat-lihat kamar sahabatnya, kecuali Nares.

"Hm.. Boleh minta sesuatu gak?" tanyanya hati-hati.

"Minta apa?"

"Gua kangen banget sama Fana, boleh peluk?" tanpa menjawab, Nana lantas membawa Nares ke dalam dekapannya. Mengelus punggung sahabat kakaknya itu.

Ia juga merasa bahunya basah, pasti Nares nangis.

"Kak Fana udah tenang disana"

"Tapi gua masih gak rela, dia pernah bilang mau joget pas gua nikahan nanti. Tapi nyatanya apa? Dia malah Pergi. Anj**r banget emang tuh bocah tsundere"

"Namanya juga takdir, kita gak ada yang tau kan" Nana merengangkan pelukannya. Ucapan gadis itu berikutnya membuat Nares tak berkutik.























"Gak sabar ketemu kak Fana"
























Gak sabar namatin cerita:"Sepertinya hari menuju kematian aku ku skip:)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gak sabar namatin cerita:"
Sepertinya hari menuju kematian aku ku skip:)

𝐒𝐮𝐤𝐚𝐫 𝐓𝐞𝐫𝐠𝐚𝐩𝐚𝐢『√』Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang