Dua Belas

6.5K 815 130
                                    

Samuel mengangkat kepala nya ketika pintu ruangan osis terbuka. Di sanalah dia melihat orang yang sejak tadi pagi dia cari dan tidak tau hilang nya kemana.

"Darimana lo? Udah gak masuk seharian ini! Sekarang lo baru nongol pas rapat udah bubar." Ujar Samuel dengan nada sedikit kesal.

Kintan tidak menggubris, dia justru menjatuhkan tubuh nya ke atas sofa panjang yang ada di sana. Dalam posisi setengah berbaring, mata nya menyorot langit-langit ruangan tersebut.

"Makin berantakan aja hidup lo! Buk Hasna sampai marah-marah daritadi nyariin lo Tan!" Samuel duduk di samping Kintan, setelah melepaskan jas osis biru muda yang dia kenakan.

Kintan hanya berdehem pelan, bahkan tidak melirik Samuel sama sekali.

"Semua nya emang berat Tan. Tapi bukan berarti orang kayak lo gak bisa lewatin semua itu."

Kintan melirik datar pada Samuel, "Ngomong apa sih lo?"

Samuel terkekeh pelan, lalu ikut melirik pada Kintan. "Tanpa lo jelasin gue juga udah tau apa yang lo lakuin selama setengah hari ini Tan. Gimana? Udah puas?"

Kintan terdiam, saat Samuel menyentuh tangan kanan nya yang memar, lalu mengelus nya perlahan. Sorot mata nya terkunci oleh tatapan cowok itu.

"Kadang semua emang sesulit itu Tan. Gak harus nyakitin diri sendiri, jalanin aja terus." Lanjut Samuel.

"Jalanin?" Kintan menyeringai, lalu menatap lurus ke depan. "Apa yang harus gue jalananin? Gak ada! Bahkan gue gak di kasih jalan sama sekali."

Samuel terdiam, dia bisa melihat kekecewaan terselip dari sorot mata Kintan yang selalu terlihat datar itu. "Kita tu sama Tan. Gak pernah di kasih kesempatan untuk membuktikan."

Kintan terkekeh pelan, bahkan sangat pelan hingga hanya diri nya lah yang bisa mendengar. "Beda! Gue gak seberani elo Sam! Gue gak bisa kayak lo yang bisa nunjukin nya secara terang-terangan. Gue juga bukan Zara yang bisa tunduk dengan mudah. Gue gak bisa kayak kalian."

"Gak ada beda Tan. Bahkan apa yang gue lakuin bertahun-tahun ini, gak satu pun di hargai." Lirih Samuel, dengan helaan nafas berat.

Kintan menoleh pada Samuel, lalu mendirong pundak kekar cowok itu. "Kenapa jadi nya elo yang baper."

"Ya bukan. Selama ini tu gue ngerasa, cuman gue aja gitu yang berusaha menunjukkan perasaan gue ke dia. Gue ngelakuin apa pun buat dia. Mulai dari jadi ketua osis, ikut bimbel sama dia. Ngelakuin apa pun, agar gue setara sama dia. Tapi kayak nya itu gak cukup."

Kintan menghela nafas nya, lalu menatap Samuel dengan mengulum senyum geli. "Eh! Mana Vania bisa yakin sama lo. Kalau bawaan lo selama ini bercanda terus. Siapa pun juga nganggap lo gak pernah serius."

"Tapi masak dia gak bisa rasain sih?" Gumam Samuel.

"Masalah terbesar lo sekarang itu bukan nakhlukin hati Vania. Tapi hati Om Juna."

Samuel mendesah, "Lah itu nya yang susah. Gue gak ngerti deh mau tu orang tua kayak apa. Jelek gue dimana coba."

Kintan terkekeh pelan, dia tarik nafas nya lalu dia hembuskan perlahan. "Gue cuman ingin menunggu. Menunggu, saat kesempatan itu benar-benar datang dan di peruntukan untuk gue." lirih nya.

🕯🕯🕯🕯🕯🕯

Drrrtt

Kintan melirik ponsel di tangan nya, tampak sebuah panggilan yang entah ke berapa kali masuk ke ponsel nya.

"Angkat dong Tan! Daritadi bunyi terus." Zara bersuara, seraya mengulas senyuman manis nya.

Kintan menghela nafas, lalu melirik Zara.

[2Z Series 2] SECOND LOVE (END) (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang