2. Martabak Manis

509 30 8
                                    

Jujur chapter ini aku bingung banget. Dan alhamdullillah-nya abang aku ngasih saran. Dan menurutku itu lumayan menarik, jadi aku ambil inti sarannya dia, terus aku tambahin.

Semoga suka yaaa.

Jangan lupa vote+comment!

Happy Reading 💜

*****

Kruukk

"Ish udah malam, mana laper lagi. Bang Enzi juga keluar," kesal gadis itu saat merasakan perutnya lapar.

Gadis itu Cansu, ia meraih ponselnya dan mencoba menelepon Kakaknya. Setelah lima panggilan ditolak oleh Enzi, akhirnya panggilan yang ke-enam diangkat Enzi.

"Bang lo masih lama kah?" tanya Cansu saat panggilan itu terhubung.

"Iya, pulang jam dua gue. Jangan nelpon lagi, gue ada ditempat balapan. Gak kedengaran suara lo." balas Enzi dari sebrang lalu mematikan panggilan secara sepihak.

Tut tut

Sungguh Cansu tak percaya dengan Enzi, bisa-bisanya mematikan panggilan secara sepihak tanpa tahu maksud Cansu meneleponnya. Segala umpatan sudah ia lemparkan untuk Enzi. Lambungnya masih meronta-ronta, ia mondar-mandir tak jelas.

"Beli martabak manis di depan ajalah," putusnya.

Cansu langsung mengambil dompet dan jaketnya lalu keluar kamar. Dengan cepat ia menuruni tangga lalu berjalan keluar rumah, tak lupa juga ia mengunci pintu rumah dan pagarnya juga. Cansu berjalan menyusuri jalan yang lumayan sepi, ia tak menggunakan motor karena si pink kesayangannya itu masuk dokter. Servis rutin.

Setelah lumayan lama berjalan akhirnya Cansu sampai didepan kedai martabak manis dengan selamat. Cansu segera memesan martabak dengan toping favoritnya. Keju!

"Tunggu ya neng, duduk disitu dulu," ucap Sang penjual.

Cansu mengangguk pelan, ia mengambil salah satu kursi lalu mendudukinya. Sembari menunggu ia membuka ponselnya. Banyak sekali notifikasi dari instagram. Cansu membuka aplikasi itu.

"Aarav?" gumannya bingung.

"Kayaknya gue pernah denger namanya deh," bingung Cansu.

Karena rasa penasarannya, ia mengunjungi aku instagram itu. Cansu melihat postingan Aarav.

"Ck, ternyata temannya Junjun."

Dengan senang hati ia mengikuti balik Aarav, tak tega juga kalau tak merespon. Karena Aarav sudah banyak mengiriminya pesan.

"Ini neng," Cansu menoleh ke arah sang penjual.

"Berapa?" tanya Cansu.

"Lima puluh ribu."

Cansu segera membuka dompetnya lalu menyerah satu lembar uang berwarna biru. Selembar uang itu ditukar dengan satu kantong plastik berisi martabak manis pesanan Cansu. Setelah membeli martabak manis, Cansu langsung pulang.

Cansu kembali menyusuri jalanan yang lumayan sepi. Cansu melirik ke kanan dan ke kiri. Ia sudah siap mengeluarkan jurus yang sudah dipelajarinya di sanggar wushu nya. Langkah Cansu tiba-tiba terhenti saat ia merasakan tetesan air dari langit mengenai kulitnya. Namun tetesan itu lama-lama menjadi hujan yang cukup deras.

"Astaga hujan!" pekiknya Cansu berlari ke pinggiran salah satu toko untuk meneduh.

"Aduh gimana ini? Mana gak bawa motor. Kalo nunggu redah pulang jam berapa gue. Perut gue laper lagi," gerutunya cemas.

CansuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang