BAGIAN 7

324 21 0
                                    

Pandan Wangi pun akhirnya mengajak Rangga untuk bersama-sama menghadap sang Adipati. Sebenarnya Pendekar Rajawali Sakti tak setuju atas ajakan itu. Bahkan sebelum Pandan Wangi turun tangan untuk membereskan Serigala Mata Satu, ada sesuatu yang ingin dirahasiakannya. Dan itu menyangkut keadaan dirinya. Beberapa tahun silam, raja negeri ini pernah datang ke Kerajaan Karang Setra. Dan pada saat itu, dia mengajak salah seorang adipatinya. Dan Rangga tak akan lupa wajah adipati itu. Dialah laki-laki berpakaian merah, yang kini tengah memanggil mereka!
"Kanjeng Adipati, maaf. Kami tak sengaja mengacau tempat ini," ucap Rangga hormat sambil menunduk ketika telah berada di hadapan Adipati Tanuwijaya.
Adipati Tanuwijaya langsung menatap tajam memperhatikan dari ujung kaki hingga kepala pemuda itu. Rasa-rasanya, pemuda ini memang pernah dikenalnya. Kemudian, terlihat dia buru-buru bangkit dari tempat duduknya, langsung tubuhnya membungkuk memberi penghormatan.
"Ampunkan hamba, Gusti Prabu Karang Setra. Suatu kehormatan besar bagi kadipaten ini mendapat kunjungan Kanjeng Gusti Prabu," ucap Adipati Tanuwijaya merendah.
"Kanjeng Adipati, apa-apaan ini? Apa yang kau lakukan? Bangkitlah. Lihatlah orang-orang memperhatikan dengan heran. Kami hanya pengembara biasa!" sahut Rangga, setengah tergagap.
"Gusti Prabu tak bisa menipu hamba. Dan pokoknya hamba tak akan berdiri sebelum Gusti Prabu mengakui hal itu," sahut Adipati Tanuwijaya, berkeras.
Rangga tak tahu, harus bersikap apa mendengar kata-kata Adipati Tanuwijaya. Meskipun dengan berat hati, akhirnya diakui kalau dirinya adalah Raja Karang Setra. Setelah itu, barulah Adipati Tanuwijaya bangkit seraya memberitahukan pada rakyatnya bahwa tamu mereka adalah Raja Karang Setra. Maka seketika orang-orang yang berada di tempat itu jadi terkejut melihat penampilan seorang raja dari kerajaan besar, tapi hanya berpakaian seperti orang-orang persilatan pada umumnya.
"Hidup Raja Karang Setra...!" teriak seseorang, kemudian diikuti yang lainnya dengan gegap gempita.
Hal seperti itulah yang tak disukai Rangga. Namun pada akhirnya, dia tak mampu menghindar. Adipati Tanuwijaya benar-benar menyambutnya dengan meriah. Maka seketika itu juga, seluruh orang yang berada dalam istana kadipaten sibuk menyambut kedatangan Raja Karang Setra itu. Adipati Tanuwijaya terus membawa Rangga dan Pandan wangi menuju ruangan balai sema agung istana kadipaten.
Dan di situ ternyata telah tersaji jamuan-jamuan untuk tamu kehormatan. Tak lupa, Adipati Tanuwijaya juga menjamu rakyatnya yang masih berkerumun di alun-alun depan rumahnya. Adipati Tanuwijaya sudah lama mengetahui kalau Rangga disamping seorang raja, juga seorang pendekar sakti yang sering mengembara. Hal itu pun diutarakan ketika mereka usai mengadakan jamuan makan.
"Gusti Prabu, sebenarnya hamba tak pantas memohon. Namun kedudukan hamba sangat terjepit. Sementara, pihak kerajaan mengira hamba melalaikan kewajiban dalam menyerahkan upeti. Oleh karena itulah, hamba mengadakan pertandingan ini," jelas Adipati Tanuwijaya, setelah menceritakan persoalan yang menimpa dirinya.
"Ya, ya. Aku mengerti apa yang kau pikirkan, Paman Adipati Tanuwijaya," kata Rangga yang telah menyebut paman pada adipati itu.
"Sepanjang perjalanan menuju tempat ini, banyak kudengar berita tentang Serigala Iblis Bercambuk Emas. Hal ini memang tak bisa dibiarkan berlarut-larut..."
"Hamba telah kehabisan akal untuk menghadapinya, Gusti Prabu. Dan kini tak tahu harus berbuat apa. Kalau dibiarkan terus, mereka akan semakin merajalela. Beberapa utusan yang hamba kirim ke kerajaan untuk memberitahukan hal ini, mereka bunuh. Bahkan tak seorang pun yang pernah kembali lagi," kata Adipati Tanuwijaya melanjutkan keterangannya. Rangga kembali mengangguk-angguk kecil.
"Aku pun tengah berpikir untuk memberi peringatan padanya," kata Rangga pelan.
"Oh! Sungguhkah Gusti Prabu akan membantu kami?!" tanya Adipati Tanuwijaya, meyakinkan dengan wajah berbinar-binar. Rangga mengangguk pasti.
"Oh! Terima kasih, Gusti Prabu! Terima kasih! Kami tak tahu bagaimana membalas kebaikan Gusti Prabu," ucap Adipati Tanuwijaya, sambil memberi hormat berkali-kali.
"Apakah mereka bersarang di Bukit Serigala? Hm.... Kalau tak salah di tempat itu terdapat kawanan serigala liar yang bisa diperintah mereka untuk menyerang lawan-lawannya?" gumam Rangga seperti berkata pada diri sendiri.
"Betul, Gusti Prabu! Hal itulah yang amat menyulitkan para pengawal hamba untuk meringkus, selain kepandaian mereka juga tinggi!" jelas Adipati Tanuwijaya.
"Hm.... Ajaklah para pengawalmu, serta penduduk kadipaten ini. Bawa obor yang banyak, dan kita akan ke Bukit Serigala.
"Ya! Hamba mengerti. Serigala takut api. Bukankah obor-obor itu untuk menakut-nakuti kawanan serigala, Gusti Prabu?" Rangga mengangguk.
"Tapi kalian tak boleh menampakkan diri, sampai aku berhadapan dengan mereka. Dan obor-obor itu juga jangan dinyalakan dulu. Ketika kawanan serigala itu menyerbu, barulah obor itu dinyalakan. Dan kalian segera bergerak bersama-sama menghalau kawanan serigala itu," jelas Rangga.
"Hamba mengerti, Gusti Prabu. Hamba sendiri yang akan turun tangan memimpin mereka!" sahut Adipati Tanuwijaya bersemangat.
"Syukurlah. Nah! Kalau demikian, kita bisa mulai ke Bukit Serigala setelah hari sedikit gelap. Persiapkanlah segala sesuatunya dari sekarang!"
"Baik, Gusti Prabu! Hamba akan mempersiapkannya sekarang juga!" sahut Adipati Tanuwijaya dengan wajah cerah.

109. Pendekar Rajawali Sakti : Darah Di Bukit SerigalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang