BAGIAN 2

345 19 3
                                    

Malam merangkak semakin larut. Bulan sepotong tampak mengintip malu-malu dari celah-celah ranting-ranting pohon yang tidak begitu rapat, mengamati kedua anak muda yang tengah menikmati santapan daging kelinci bakar. Di dalam hutan yang tak begitu rapat ini, mereka seperti tengah beristirahat. Api unggun, tampak masih membakar ranting-ranting kayu membuat suasana di sekelilingnya pada jarak tiga tombak jadi terang benderang. Sementara, malam terus merambat membawa angin dingin yang menjatuhkan embun-embun. Sehingga, suasana jadi semakin dingin menusuk tulang.
"Huuu! Seharusnya kita tak bermalam di sini, Kakang!" gerutu gadis cantik berbaju biru muda yang duduk bersandar pada sebatang pohon, bersama seorang pemuda tampan berbaju rompi putih di sebelahnya.
Sementara, pemuda berbaju rompi putih itu hanya menoleh sekilas. "Kenapa, Pandan?!"
"Dingiiin!" sahut gadis berbaju biru yang ternyata memang Pandan Wangi, dengan tubuh menggigil. Pemuda berbaju rompi putih dengan pedang bergagang kepala burung itu kemudian tersenyum. Dia memang Rangga, yang di kalangan persilatan berjuluk Pendekar Rajawali Sakti.
"Dekatkan tubuhmu ke api unggun ini," ujar Rangga.
"Huuu! Bisa-bisa, kalau ketiduran tubuhku terbakar!" sungut Pandan Wangi, manja.
Kembali Rangga tersenyum. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan dalam senyumannya.
"Senang ya?!" rutuk Pandan Wangi sambil memelototkan matanya.
"Tidak. Aku hanya geli melihat sikapmu. Setiap kali mendapat kesulitan, kau selalu mengeluh. Serahkanlah semuanya pada Hyang Widhi," sahut Rangga tenang.
Pandan Wangi mendesah berat, seperti berusaha melepaskan beban di hatinya. Kemudian tubuhnya direbahkan pada jarak enam jengkal dari api unggun. Sedangkan Rangga masih duduk menekur di sampingnya, memandangi nyala api di depannya.
"Pandan...?"
"Ya?" sahut gadis itu tanpa menoleh, tapi bernada lembut.
"Kau bosan mengembara bersamaku?" tanya Rangga suaranya terdengar lirih, namun mengandung pertanyaan yang mendalam.
Pandan Wangi lalu memiringkan tubuhnya, dipandanginya pemuda itu dengan sorot mata heran. "Kenapa Kakang berkata seperti itu?"
"Yah..., hanya dugaanku saja," desah Rangga.
Pandan Wangi terus menatap pemuda itu, kemudian beranjak duduk di sebelahnya. "Entahlah, Kakang. Mungkin aku hanya jenuh saja. Tapi percayalah. Besok pagi aku sudah seperti biasa kembali," kilah Pandan Wangi.
"Aku percaya padamu, Pandan. Tapi sebaiknya, bicaralah padaku bila kau punya persoalan. Ingat, Pandan kita sudah sekian lama selalu bersama-sama, tidak ada lagi yang harus disembunyikan dalam diri kita masing-masing," ujar Rangga halus, namun bernada mendesah.
"Sudahlah, Kakang. Jangan mendesakku terus," desah Pandan Wangi, seperti bisa membaca arah pembicaraan Rangga.
Dan Pendekar Rajawali Sakti hanya mengangkat bahunya sedikit, tidak ingin mendesak Pandan Wangi. Dia tahu betul watak gadis itu, yang selalu manja namun juga keras kepala. Maka Rangga hanya menghadapinya dengan kesabaran. Kini Pandan Wangi merebahkan kembali tubuhnya. Dan sebentar saja, sudah terdengar dengkurnya yang halus dari sebelah Pendekar Rajawali Sakti.
Memang, tampaknya gadis itu lelah sekali. Mungkin karena lelahnya, kemanjaannya pada Rangga muncul kembali. Rangga lalu mendesah perlahan. Kakinya kemudian bersila. Kedua matanya dipejamkan, mulai bersemadi untuk memusatkan pikirannya dan mengatur jalan darahnya. Namun, belum juga Rangga bisa menyatukan pikirannya, mendadak matanya terbuka. Pandangannya langsung ditujukan lurus ke depan, dengan kedua tangan terlipat di depan dada.
"Kisanak yang mengintip di atas pohon, keluarlah! Kenapa malu-malu menampakkan diri? Kalau hendak bergabung, silakan saja!" kata Rangga, lantang.
Srak!
Tiba-tiba dari salah satu cabang pohon, melesat turun sesosok tubuh gemuk pendek dengan dahi lebar. Rambutnya jarang-jarang dan mukanya bulat. Begitu mendarat, orang itu tersenyum lebar sambil memberi salam penghormatan kepada pemuda itu.
"He he he...! Sungguh jeli matamu itu, Bocah. Kau tentu bukan orang sembarangan. Namaku, Gemuli. Dan orang-orang menyebutku sebagai si Badut Gembel. Nah! Siapakah kalian ini sebenarnya?" kata orang itu disertai tawa keras.
Suara orang yang mengaku bernama Gemuli atau si Badut Gembel itu terdengar keras, sehingga membuat Pandan Wangi terjaga. Gadis itu beringsut sambil memandang pada orang asing yang baru datang itu dengan wajah heran.
"Hm.... Badut Gembel, agaknya kami sungguh beruntung bisa bertemu pendekar hebat yang namanya menggetarkan jagat. Namaku, Rangga. Dan ini kawanku. Namanya Pandan Wangi," sahut Rangga sambil membalas salam hormat laki-laki berusia sekitar lima puluh tahun itu.
Rangga sengaja memuji, karena julukan Badut Gembel memang pernah didengarnya. Memang kepandaiannya tinggi sekali. Namun, sikapnya sering angin-anginan. Bahkan sulit ditebak. Dan menurut cerita orang, si Badut Gembel pun paling suka disanjung. Dia akan tertawa kegirangan, jika orang lain yang ditemui mengenalinya.
"Ha ha ha...! Tak dinyana kalian bocah kemarin sore kenal juga denganku. Bagus! Bagus! Tapi..., heh?! Tunggu dulu!" cegah si Badut Gembel tiba-tiba seraya mengerutkan dahinya seperti sedang berpikir.
"Ada apa, Badut Gembel?"
"Rangga..., Rangga. Di mana aku pernah mengenal nama itu...?" kata Badut Gembel sambil mengingat-ingat.
"Mana mungkin kau mengenal namaku, Badut Gembel. Aku hanyalah seorang pengembara," elak Rangga mencoba menyembunyikan jati dirinya.
"Edan! Aku tahu! Kau... Kau pasti Pendekar Rajawali Sakti, bukan?!" tunjuk Gemuli dengan wajah girang. Kemudian terlihat si Badut Gembel menari-nari di tempat itu sambil berkali-kali menunjuk ke arah Rangga.
"Kisanak. Aku hanya seorang pengembara yang tak punya kepandaian apa-apa," Pendekar Rajawali Sakti beralasan demikian, sebab si Badut Gembel suka sekali berbuat yang aneh-aneh. Misalnya, menghajar orang yang tak disukainya tanpa alasan. Atau, menguji kepandaian dengan pendekar hebat yang sudah kondang. Menyadari hal itu, maka Rangga bersikap untuk mengalah saja. Itulah sebabnya dia tak mau mengaku kalau dirinya Pendekar Rajawali Sakti.
"Edan! Kau tak mau mengaku juga heh?!" bentak si Badut Gembel sambil membelalakkan mata dan menuding-nuding ke arah pemuda itu.
Melihat sikap orang itu, bukan Rangga yang menjadi panas. Tapi Pandan Wangi-lah yang langsung bangkit.
"Orang tua! Apa maumu sebenarnya? Datang-datang cekikikan seperti monyet. Dan kini, malah memaksa orang untuk mengaku macam-macam, Dasar Gila!" dengus Pandan Wangi jengkel, sambil menuding si Badut Gembel.
"Wueeeh! Gadis cantik cerewet! Siapa pula kau ini? Apa kau gendaknya?!" sahut si Badut Gembel, tak kalah garang.
"Kurang ajar! Kusobek mulut kotormu itu. Yeaaa...!" Pandan Wangi tak dapat lagi menahan amarahnya yang menggelegak dalam dada. Maka langsung diserangnya si Bagut Gembel.
"Pandan, tahan...!" Rangga berteriak hendak mencegah, namun Pandan Wangi tidak lagi mempedulikan.
"He he he...! Bagus! Rupanya kau punya kepandaian juga, Bocah Centil. Ingin kulihat, sampai di mana kemampuanmu itu," sahut si Badut Gembel sambil bergerak lincah menghindari serangan gadis itu.
"Jangan banyak mulut, Orang Tua Gila! Setelah kurobek mulutmu, barulah matamu terbuka kalau bukan kau saja yang terhebat di jagat ini!"
"Ha ha ha...! Uts, boleh juga!" sentak si Badut Gembel, menghentikan tawanya ketika satu tendangan keras nyaris menghajar pelipis.
Gemuli terus melompat ke belakang sambil mengangkat sebelah kakinya, ketika tubuh Pandan Wangi berbalik dan mengirim tendangan berikut Si Badut Gembel kembali terkekeh. Tubuhnya langsung melejit keatas, kemudian bersalto di udara beberapa kali. Lalu, kakinya mendarat ringan di belakang gadis itu. Kembali Pandan Wangi berbalik sambil mengayunkan kepalan tangannya menyambar leher.
"Yeaaa...!"
"Uts, copot kepalaku!" ejek si Badut Gembel sambil menunduk dan memegang kepalanya.
"Sial!" maki Pandan Wangi kesal ketika serangannya luput. Dipermainkan begitu rupa, panas juga hati Pandan Wangi. Dengan geram dicabutnya kipas baja putih yang terselip di pinggangnya.
Srak!
"He he he...! Kebetulan, aku sedang kepanasan. Kau hendak mengipasiku, Cah Ayu?" ejek si Badut Gembel.
"Ya! Aku akan mengipas lehermu biar mampus sekalian!" geram Pandan Wangi sambil mengayunkan kipasnya yang terkembang.
Desir angin serangan kipas itu cukup kuat, sehingga pakaian serta rambut si Badut Gembel berkibar-kibar. Namun, laki-laki setengah baya itu tenang-tenang saja. Baru ketika ujung kipas itu hendak menyambar lehernya, kepalanya cukup dimiringkan sedikit Lalu, kaki kanannya menyapu pergelangan tangan gadis itu.
"Hiiih!"
Bet!
Cepat bagai kilat, Pandan Wangi merendahkan tangan untuk menghindari sambaran kaki lawan. Tubuhnya kemudian berputar, sambil melepaskan kepalan tangan kirinya. Ke arah dada si Badut Gembel. Namun dengan lincah lelaki bertubuh gemuk pendek itu melompat ke atas sambil terkekeh. Bahkan tubuhnya langsung menukik tajam seraya menghantamkan tangan kanannya ke arah kepala Pandan Wangi. Tentu saja tindakan ini membuat gadis itu terkesiap. Apalagi, tak ada waktu untuk menghindar. Maka cepat ditangkisnya serangan itu.
"Hiyaaa!"
Plak!
"Uhhh...."
Pandan Wangi langsung mengeluh kesakitan ketika menangkis kepalan tangan lawan dengan tangan kirinya. Masih untung kepala cepat ditundukkan, karena si Badut Gembel menyusulinya ke bagian atas tubuhnya. Sedangkan tangan kanannya yang memegang kipas maut cepat menyambar ke dada lawan. Namun, si Badut Gembel telah melompat ke belakang menghindarinya sambil terus terkekeh-kekeh.
"He he he...! Lumayan, Bocah. Lumayan. Tapi, sayang. Aku tak berselera untuk bertarung denganmu. Hei, kenapa kekasihmu tak kau suruh saja untuk menghadapiku?!"
"Keparat! Kau pikir, aku tak mampu menghajarmu, he?!" gumam Pandan Wangi semakin menjadi-jadi.
"He he he...! Aku tak pernah bertindak kasar pada wanita. Tapi kalau kau coba memaksa, akan kutendang pantatmu itu!" ujar si Badut Gembel, tenang.
"Keparat! Kau memang tak bisa diberi ampun!" bentak Pandan Wangi sambil melompat menyerang lawan.
"Pandan Wangi, cukup!" Rangga cepat bertindak. Dia langsung melompat dan menangkap pergelangan tangan gadis itu.
"Lepaskan, Kakang! Biar kuhajar dulu keparat bermulut besar itu agar tak sembarangan mengumbar mulut! Lepaskan!"
"Pandan, tenanglah. Kita tak punya urusan dengannya. Sebaiknya, mari kita pergi dari sini," ajak Rangga, tenang.
Pendekar Rajawali Sakti langsung menatap gadis itu dalam-dalam. Pandan Wangi tahu, kata-kata Rangga yang tenang tidak mungkin bisa dibantahnya lagi. Itu kelihatan jelas dari sinar mata Pendekar Rajawali Sakti. Dan gadis itu hanya menghembuskan panas berat seraya melotot geram pada si Badut Gembel yang masih terkekeh-kekeh. Sambil kembali mendengus kesal, dihampiri kuda putihnya yang tertambat tak jauh dari situ.
Rangga pun perlahan-lahan mengikuti langkah gadis itu dari belakang, dan segera menuju kuda hitam yang bernama Dewa Bayu. Secara bersamaan, mereka melompat naik ke punggung kuda. Namun ketika mereka telah siap menjalankan kuda masing-masing si Badut Gembel melompat menghadang sambil berkacak pinggang.
"He he he...! Jangan harap kalian boleh pergi begitu saja dari tempat ini tanpa izinku!" dengus Gumali, alias si Badut Gembel.
"Badut Gembel! Maaf, kami tak bisa meladeni keinginanmu. Menepilah, karena kami terburu-buru," sahut Rangga tenang.
"Ha ha ha...! Beginikah sikap Pendekar Rajawali Sakti yang gagah perkasa dan tak seorang pun pernah mengalahkannya? He, Bocah! Aku sekarang menantangmu!" tantang si Badut Gembel dengan sorot mata tajam menusuk.
"Maaf. Kau telah tahu jawabanku...."
"Dan kau tahu pula, bagaimana pendirianku!" sahut si Badut Gembel tak peduli.
"Kisanak! Apa maksudmu?" tanya Rangga, heran.
"Aku menantangmu! Dan, kau mesti meladeninya!" dingin suara si Badut Gembel.
Bersamaan dengan itu tubuh si Badut Gembel langsung melesat, melepaskan tendangan lurus ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Kisanak! Akh..., uts!"
Rangga tak sempat melanjutkan kata-katanya, ketika satu tendangan si Badut Gembel nyaris menghajarnya. Untung saja Pendekar Rajawali Sakti cepat melenting ke atas dari kudanya, dan berputaran beberapa kali. Dan begitu kedua kakinya menyentuh tanah, kembali si Badut Gembel menerjang dengan sebuah tendangan lagi.
"Jebol perutmu!"
"Uhhh!"
Dengan gesit, tubuh Pendekar Rajawali Sakti melejut lima jengkal ke atas, sambil balas mengayunkan kakinya ke wajah lawan.
"Maaf!" Namun, si Badut Gembel cepat melompat ke samping, sehingga tendangan Pendekar Rajawali Sakti hanya menyambar angin kosong.
"He he he...! Akhirnya toh, kau mau juga meladeniku!" kata si Badut Gembel sambil tertawa senang, setelah berhasil menghindar. Agaknya, si Badut Gembel ini ingin membuktikan kalau dirinya lebih unggul dari lawan. Maka begitu habis menghindar, dia seperti tak hendak memberi kesempatan sedikit pun pada Pendekar Rajawali Sakti.
"Hiyaaa!"
"Uts!"
"Hiiih!"
Kembali satu tendangan keras yang dibarengi tenaga dalam tinggi bergerak hendak menghantam dada Pendekar Rajawali Sakti. Namun, pemuda berbaju rompi putih itu gesit sekali bergerak ke samping dengan pengerahan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'. Suatu jurus yang hanya mengandalkan gerakan yang lincah, dengan tubuh melentur ke sana kemari. Tapi tanpa diduga, kepalan tangan si Badut Gembel menyambar ke batok kepala. Untung saja Pendekar Rajawali Sakti cepat melompat ke atas sambil jungkir balik. Dan ternyata, Gemuli yang berjuluk si Badut Gembel telah menyusuli dengan satu sapuan kaki yang keras.
"Yeaaa...!"
Dengan geram, Pendekar Rajawali Sakti membentak keras. Lalu disambutnya sapuan kaki si Badut Gembel yang lurus terarah ke dada dengan tangan kanan. Dan....
Degkh!
Benturan antara tangan Pendekar Rajawali Sakti dengan kaki si Badut Gembel terdengar keras.
"Uhhh...!"
"Maaf, Kisanak...," ucap Rangga ketika melihat laki-laki setengah baya itu terjajar ke belakang sambil meringis kesakitan. Rasanya, kakinya bagai kesengat kala berbisa.
"He he he...! Apakah kau pikir aku akan kalah, karena kau telah berhasil menangkis seranganku?" ejek si Badut Gembel sambil tertawa sinis. Namun dari sorot matanya sudah terbaca ada rasa kekaguman terhadap pemuda berbaju rompi putih itu.
Sementara Rangga masih berdiri tegak sambil memandang pada laki-laki setengah baya bertubuh gemuk pendek itu dengan seksama. Jarak mereka kini hanya tujuh langkah. Namun tiba-tiba tubuh laki-laki gemuk itu telah kembali melompat menyerang bagaikan kilat.
"Yeaaa!"
"Uts!"
Kepalan tangan si Badut Gembel menderu ke arah wajah Pendekar Rajawali Sakti, menimbulkan angin bersiur kencang yang hebat bukan main. Maka buru-buru Rangga menjatuhkan diri ke tanah. Lalu, kedua kakinya diayunkan ke tubuh si Badut Gembel yang sedang melayang di atasnya.
"Yeaaa!"
"Heh?!"
Rangga seperti tak percaya dengan apa yang dialaminya. Ternyata, kedua tangan si Badut Gembel yang terkepal malah bermaksud hendak memapak tendangannya yang berisi tenaga dalam tinggi. Tentu saja hal itu sangat membahayakan diri si Badut Gembel sendiri. Apalagi, dari benturan pertama tadi, Rangga sudah bisa mengukur tenaga dalam lawan yang berada di bawahnya. Jelas, kedua tangan si Badut Gembel bakal remuk terhantam tendangan kakinya. Tapi, siapa nyana ketika telapak kaki Pendekar Rajawali Sakti beradu dengan kedua kepalan tangan si Badut Gembel.
Ternyata Rangga hanya merasa menghantam angin saja. Sedang tubuh si Badut Gembel itu telah berputar ke atas lalu meluncur deras ke bawah, tertuju lurus ke dada Pendekar Rajawali Sakti yang masih terbaring di tanah. Dan sungguh menakjubkan ternyata si Badut Gembel mendaratkan sebelah kakinya ke telapak kaki Rangga yang menjulur ke atas.
Agaknya, dia bermaksud mengadu kekuatan dengan mengerahkan tenaga dalam sekuat mungkin pada kakinya. Hal itu dirasakan betul oleh Pendekar Rajawali Sakti. Maka, seluruh tenaga dalamnya segera disalurkan ke telapak kakinya. Dan seketika, kedua kakinya yang perlahan-lahan tertekuk, cepat dihentakkan ke atas.
"Hiiih!"
"Hup!"
Mendapat dorongan yang demikian kuat si Badut Gembel jadi terlontar ke atas. Namun dengan indahnya, tubuhnya kembali menukik cepat sambil berputaran bagai gasing. Lalu langsung disiapkannya satu hantaman berupa pukulan tangan kanan yang keras ke tubuh Pendekar Rajawali Sakti yang masih terbaring di tanah. Namun, Rangga tak kalah gesit. Cepat tubuhnya bergulingan dengan kedua kaki bergerak melingkar menyambar pinggang lawan.
"Hiyaaa!"
Namun, si Badut Gembel ternyata telah cepat melemparkan tubuh ke samping. Maka, sambaran kaki Pendekar Rajawali Sakti hanya menghantam angin belaka. Sedangkan si Badut Gembel kini sudah berdiri berjarak beberapa tombak, ketika Pendekar Rajawali Sakti baru saja bangkit berdiri.
"Ha ha ha...! Ternyata, apa yang kudengar tentang dirimu tidak berlebihan, Bocah. Kau memang memiliki kepandaian luar biasa! Nah, sekarang pergilah kalian sebelum pikiranku berubah!" teriak si Badut Gembel.
Rangga hanya tersenyum kecil sambil menggeleng-gelengkan kepala. Kata-kata laki-laki setengah baya itu seperti menyiratkan kalau telah mengalahkan Pendekar Rajawali Sakti. Bahkan terkesan mengampuni jiwa Pendekar Rajawali Sakti dan Pandan Wangi. Padahal kalau saja, Pendekar Rajawali Sakti mau mencelakakannya, sejak tadi bisa dilakukannya. Lagi pula setelah berkata demikian si Badut Gembel yang melesat dari tempat itu. Dan sebentar saja, tubuhnya telah lenyap tertelan kegelapan malam.
"Dasar orang tua sinting!" gerutu Pandan Wangi melihat ulah si Badut Gembel.
Rangga tak menjawab, malah melangkah ke kuda hitamnya. Dengan gerakan manis sekali, dia melompat ke punggung kudanya dan memacunya pelan mengikuti Pandan Wangi yang telah lebih dulu melompat dan menggebah kudanya. Memang, kadang-kadang sifat manusia aneh. Mereka suka bermain api, tanpa sadar akibatnya. Demikian pula si Badut Gembel. Tokoh satu ini memang sering usil. Sering mengganggu, tanpa tahu akibat yang akan diderita. Tapi sebenarnya dia orang baik, karena sering membantu orang lemah. Kepandaiannya yang cukup tinggi, sering digunakan untuk menumpas kejahatan. Hanya sayangnya, sifatnya kadang-kadang usil. Itu saja.

***

109. Pendekar Rajawali Sakti : Darah Di Bukit SerigalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang