"Kau baik-baik saja Asuna?"
Pertanyaan yang menunjukkan kekhawatiran itu membuat Asuna mendongakkan kepala. Asuna menarik napas dalam hati. Hinata dapat membacanya. Yah, apalagi hari ini Asuna menunjukkannya dengan sangat jelas.
Hinata duduk di kursi Ameita, tepatnya bangku di depan Asuna dengan tubuh menyamping. Lalu, ia memutar sedikit tubuhnya dan bertopang dagu di meja Asuna. Kepalanya ia miringkan, menunggu jawaban Asuna.
Mimik wajah Hinata saat ini sangat manis. Berbeda dengan Hinata yang biasanya berperilaku tomboy.
Asuna kembali menundukkan kepala, lebih memilih fokus terhadap kedua tangannya yang kini meremas ujung rok pendeknya yang bewarna hitam.
"Aku tidak apa-apa."
"Hah!" Hinata mendengus. "Aku sangat percaya itu Asuna. Ada apa denganmu? Ceritalah padaku. Aku memaksa. Lagipula, bukankah kemarin kau berkencan dengan Kaneki. Harusnya kau senang. Hanya beberapa wanita saja yang pernah Kaneki kencani." Tanpa sadar, Hinata mengoceh. Tanpa mempedulikan wajah Asuna yang tiba-tiba mendongak dan bersemu merah.
Akan tetapi, Asuna segera menundukkan kembali wajahnya ketika Hinata berhenti mengoceh dan menatapnya penuh selidik seolah ia menyadari sesuatu.
"Ah! Apa Kaneki menyakitimu? Atau ia membatalkan kencan kalian? Sialan!" Hinata berdiri dan memegang pundak Asuna membuat perempuan berambut cokelat itu terkesiap. "Asuna, katakan padaku! Apa dia menyakitimu? Atau memperlakukanmu dengan buruk. Katakan, Asuna, katakan padaku! Biar kuhabisi si tampan sialan itu!"
Tanpa sadar, Hinata meninggikan suaranya saat mengganti nama Kaneki, membuat beberapa orang yang masih di kelas menoleh padanya.
Krik ... Krik ....
"Eh?" Hinata menutup mulutnya dengan spontan. Ia berbalik dan segera membunkukkan badanya berkali-kali sambil mengucapkan kata maaf. Setelahnya, Hinata kembali menatap Asuna dengan mata yang menyipit. "Katakan padaku A—"
"Kaneki tidak ada hubungannya sama sekali," potong Asuna cepat. Asuna lalu berdiri dari kursinya. "Ini murni urusanku. Dan aku sedang ingin sendiri," desis Asuna sambil berlalu dari hadapan Hinata yang terbengong, bingung dengan sikap Asuna yang mendadak berubah.
Hinata berbalik, menatap punggung Asuna yang keluar dari kelas. Ia kemudian berdecak.
Ada yang aneh dari dirinya hari ini. Detik berikutnya, Hinata memasang mimik kesalnya dan tiba-tiba seperti ada efek api yang menyelimuti dirinya. Kaneki!!!! Ini semua pasti salahmu!!!!
***
"EEEEEEH?!"
Kaneki memekik kaget ketika tiba-tiba Hinata datang ke Anteiku dan segera memukul kepalanya keras dan seenak jidatnya menuduh bahwa dirinyalah penyebab Asuna murung hari ini.
"Sudahlah," kata Hinata pendek. Menatap Kaneki tajam yang kini duduk di hadapannya. "Akui saja perbuatanmu!"
"Aku tidak menyakitinya!" sangkal Kaneki, tanpa mau menatap mata Hinata yang sangat mengintimidasi. "Kemarin dia baik-baik saja. Bahkan ia tersenyum selama aku mengajaknya di festival. Dia ..." Kaneki menggantungkan kalimatnya. Wajahnya memerah. Ingatannya kembali ketika Asuna tersenyum padanya hingga mata perempuan itu menyipit, ketika Asuna tertawa lepas, dan ketika Asuna mengucapkan terima kasih padanya. "Dia terlihat bahagia kemarin..."
"Cih!" Hinata menyesap kopi hitamnya. "Kau benar-benar suka padanya, ya?" Matanya menatap sinis Kaneki. "Sungguh mengesankan!"
Kaneki meringis pelan. "Kau terlalu meyebalkan Hinata," gumamnya. Ia pun segera bangkit dan mengambil nampan yang ia taruh di sisi meja. "Aku harus bekerja. Dan kau, Hinata," kini giliran Kaneki yang menatap tajam Hinata. "Kembali ke sekolahmu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
An Instrument In December
FanficStatus : -up saat sinyal baik- ~An Instrumental In December~ Original Story by @Ichikatsu Up jika sinyal mood, lho! Sinyal didaerah Kredit Story-tor buruk! Menceritakan sebuah kisah persahabatan, cinta dan ironi dalak satu kisah. Kisah dari Asuna da...