HappyReading!
Langit berjalan menuruni undakan tangga rumahnya. Dia sudah siap dengan pakaiannya untuk keluar rumah. Berangkat kuliah, siang ini dia mempunyai jadwal di kampus. Saat hendak kembali melanjutkan perjalanannya, tak sengaja matanya menemukan Gerald berjalan mendekatinya. Langit ingin berlalu, tetapi lengannya lebih dulu dicekal.
"Saya terlambat," ucap Langit tanpa menatap Gerald. Mencoba melepaskan cekalannya.
"Papah pengen bicara sama kamu sebentar." Langit berbalik mendengarnya, menatap Gerald yang sama menunjukkan raut datarnya. "Papah mempunyai pertemuan malam ini dengan--"
"Ada bang Bumi. Saya gak bisa," sela Langit cepat. Lalu melepaskan cekalan Gerald dengan tangannya. Sebelum pergi dari sana, meninggalkan Gerald yang menghela napas pelan. Bukan niat untuk tidak sopan, Langit terlalu malas meladeninya.
"Langit."
Langit berhenti, kala mendengar suara Hani memanggil namanya. Dengan sedikit tersenyum, Langit mendekatinya. Gerald yang melihat itu, hanya diam disana.
"Makan dulu ini," ujar Hani seraya menyuapkan sepotong kue yang langsung Langit terima. "Kamu kuliah?"
"Iya," jawab Langit setelahnya. "Langit pamit."
Hani mengangguk pelan. Segera Langit menyalimi tangannya lalu pergi dari sana. Keluar rumah meninggalkan Hani yang tersenyum dengan Gerald yang masih diam. Hani menatap Gerald sejenak lalu berbalik badan hendak pergi jika Gerald tidak menghentikan langkahnya.
"Tunggu, Hani." Gerald berjalan mendekat, Hani hanya berbalik kembali menatapnya. "Dimana Bumi?"
"Bumi sibuk kerja," jawab Hani pelan. "Untuk pertemuan kamu, kamu bisa minta bantuan sama anak kamu yang lain. Kedua anak aku sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, mas."
Anak yang lain?
Gerald menatap Hani dalam. "Maksud kamu?"
"Dan gak mungkin kamu minta bantuan sama Venus. Dia masih kecil." Entah dari mana Hani bisa mengucapkan itu. Hani tidak peduli. Dia segera melesatkan diri pergi dari hadapan Gerald.
"Semuanya gak bisa diandalkan." Gerald sekali lagi menghela napas, sedikit kesal.
OoO
"Iya-iya!" Gilsara memutuskan sambungan teleponnya. Menggerutu kesal itulah yang Gilsara lakukan. Jam kuliah Gilsara sudah selesai, Gilsara akan pulang sekarang. Gama tidak bisa menjemputnya, Alfan juga. Tentu saja, Alfan tidak mempunyai kendaraan. Bagaimana menjemput dirinya. Menjengkelkan!
Bruk.
"Eh?" Kaget Gilsara saat melihat salah satu dosen menjatuhkan lembaran kertas dari tangannya, tak sengaja. Dosen itu seperti keberatan mengangkat beberapa buku dan kertas itu. Gilsara sontak mendekat, berbasa-basi untuk membantunya. "Saya bantu ya, bu."
Dosen itu tersenyum, lalu mengangguk. Gilsara mulai mengambil kertas-kertas itu dengan cepat. Namun, tidak sengaja netranya menemukan salah satu kertas memperlihatkan nama yang sedikit terhalangi dengan kertas lain. Saat hendak membacanya, suara dosen itu lebih dulu menyela.
"Sudah, nak?"
"Ah, iya." Gilsara mengambil kertas-kertas itu kembali. Dia lalu berdiri, menyerahkan beberapa kertas dan beberapa buku kehadapan dosennya. "Ini, bu."
"Terimakasih." Gilsara mengangguk seraya tersenyum membalasnya. Dosen itu segera berlalu dari hadapan Gilsara. Gilsara sontak berbalik menatap punggungnya.
"Alzharo Dirga G?" gumam Gilsara, lebih tepatnya mengingat nama yang tadi sempat dia temukan. Dia lalu mengangkat bahunya tak peduli. Berbalik kembali hendak pergi, tetapi kehadiran Aizana dan gadis kemarin dihadapannya membuat Gilsara tersentak, kaget. "Anna?"
KAMU SEDANG MEMBACA
GILSARA 2
Teen Fiction[S Q U E L G I L S A R A] Akhir kisahku telah usai, dan awal kisahku yang baru akan dimulai. --- Dimulai karena kesalahannya yang tak sengaja, Langit harus merelakan Gilsara pergi dari pelukannya. Disini, kisah tentang sebuah rasa. Ketika dia berju...