BAB 5 : KEBOHONGAN

28 7 0
                                    

Rafa baru saja kembali ke kelas bersama teman-teman yang satu spesies dengannya. Yah, kalau lebih simple sih bersama teman laki-lakinya. Perlu di ingatkan bahwa teman Rafa tidak hanya Luna.

Sekarang sedang tidak ada guru yang mengajar di kelas Luna.

Rafa melihat Luna yang sedang memakan sesuatu. Ia menghampirinya, mengambil 1 bungkus coklat pinsil yang tergeletak di atas meja Luna.

Dengan gaya bak bangsawan, Rafa duduk di atas meja sebelah Luna.

Rafa membuka bungkus coklat pinsil yang diambilnya tanpa permisi, "Tumbenan lo makan coklat."

"Yoi. Tadi Tara yang kasih." Luna masih sibuk mengemut coklat di mulutnya.

Rafa berhasil membuka bungkus coklat itu dan langsung memakannya, "Kenapa lo makan?"

"Tanggung, udah dikasih masa ditolak."

"Halah, dasar bucin!" ejek Rafa.

Luna memutar kedua bola matanya, "Sirik aja lo jomlo!"

"Eh, tapi lo ga bilang ke Tara?" tanya Rafa dengan muka sok serius.

"Bilang apaan?" tanya Luna balik.

"Lo kan gak suka coklat." jawab Rafa.

"No no no," Luna menggerakkan telunjuknya ke kanan dan ke kiri tanda bahwa tidak setuju dengan ucapan Rafa, "Bukan gak suka. Tapi, kurang suka."

"Aneh! Asal dari planet mana sih?" Rafa kembali meledek Luna.

Untuk yang ke sekian kalinya Luna kembali memutar kedua bola matanya malas, "Ngaco! Lo pikir gue alien?!"

Jari Rafa membentuk lambang 'V', "Damai Lun, damai hehe." Rafa nyengir.

Luna menatap Rafa dengan tatapan sinis.

"Kenapa sih emangnya sama coklat?" tanya Rafa lagi.

"Giung!"

"Selain giung dan bikin lo mual, gak ad-" ucapan Rafa terpotong, ia nampak berfikir sejenak, "Ini lo gak giung kambing!" teriak Rafa dengan tidak santai.

"Belum kerasa! Kok lo yang ribet? Kan yang makan gue!" jawab Luna tak mau kalah dengan Rafa.

"Buset," Rafa kaget, "Santai boss." Rafa berbicara selagi masih ada bungkus plastik coki-coki yang berada di mulutnya. Jorok sekali.

Luna mulai merasakan mual akibat coklat yang terlalu manis. Ia mengambil botol air mineralnya dan menyodorkan kepada Rafa.

Rafa mengambil botol tersebut dan membuka tutupnya yang masih tersegel. Hal ini sudah biasa. Luna tidak kuat untuk memutar tutup itu sendiri. Katanya sih harus pake jurus tenaga dalam, nanti takut kelelahan lalu pingsan. Lebay, ya, dia? Padahal sih emang Luna aja yang gak ada tenaga.

Setelah terbuka, Rafa mengembalikan botol kepada pemiliknya. Luna langsung meminum air tersebut hingga sisa setengah.

Segitunya. Pikir Rafa.

"Kalau gak suka, gak usah sok-sok an makan coklat lagi!" Rafa mengambil air mineral milik Luna yang tadi ia buka dan meneguknya tanpa terkena bibir botol.

"Berisik! Udah sana balik ke bangku lo sendiri!" Luna merebut kembali air mineralnya yang hanya tersisa sedikit lagi.

Rafa turun dari meja. Berjalan ke tempat duduknya dengan santai dan sengaja melupakan sesuatu.

Mata Luna mengikuti gerakan Rafa yang menurutnya sangat menyebalkan dengan tatapan 'Gak tau terima kasih lo dasar kambing!' sampai Rafa duduk dan melihat ke arahnya.

...

Bel pulang sekolah berbunyi. Tara sudah berdiri di depan kelas Luna sejak 5 menit yang lalu.

Luna menghampiri Tara, "Yuk, pulang."

Tara membalas dengan anggukan.

Mereka jalan beriringan. Tanpa pegangan tangan. Hanya bersebelahan. Luna tidak suka skinship dengan orang lain. Kecuali kalau gak sadar.

Rafa jalan di belakang mereka. Bukan maksud dia untuk menguntit, tapi tujuan mereka sama-sama ke parkiran. Mau tidak mau dan suka tidak suka.

Sesekali terdengar obrolan mereka di telinga Rafa. Jangan salahkan Rafa. Itu salah mereka karena ngobrolnya terlalu kencang. Ternyata memang benar, kalau berduaan dengan pacar, dunia itu serasa hanya milik berdua.

Cih. Umpat Rafa dalam hati. Mana berani dia kalau secara langsung.

"Tadi dimakan coklatnya?" tanya Tara.

Luna mengangguk.

"Suka?"

Luna kembali mengangguk.

Tara menunjukan deretan giginya, "Besok aku beliin lagi deh kalau gitu."

"Nanti uang kamu habis dong." Luna tertawa.

Tara ikutan tertawa, "Cuma seribu harganya, mungkin harus beli 1 pabrik dulu baru bisa habis."

"Boleh deh kalau gitu ceritanya." ujar Luna sambil melirik ke arah Tara.

Rafa dari tadi mendengarkan percakapan mereka berdua.

Ia tersenyum. Tapi bukan senyum bahagia, bukan juga senyum kecewa. Mungkin kalian bisa tahu arti dari senyuman Rafa. Benar bukan?

Kebohongan Luna tentang coklat itu menimbulkan satu pertanyaan di benak Rafa.

Beneran sayang Tara ya, kamu, Lun?

-Bersambung-

xxxx

A/N : Jangan lupa buat vote dan comment ya! <3

S, 18 April 2020

Tentang Lari dan KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang