Jika benar ujian dari Tuhan itu untuk menguatkan, Gio berharap agar kedua gadis di hadapannya ini lebih kuat. Gio tak banyak sadar tentang kehidupannya. Selama ini ia hanya mengeluh meratapi nasibnya. Padahal hidupnya tak terlalu sengsara. Bayangkan jika ia ada di posisi kedua gadis itu, dirinya sendiri yakin, akan goyah untuk melewatinya.
Selama napas masih berhembus, selama itu juga rasa syukur harus terucap. Gio tersenyum kecil melihat Rosa dan Alya yang tengah makan. Meski sejak tadi Alya lebih banyak diam, daripada adiknya yang senang mengoceh.
"Kak Gio?" panggil Rosa karena melihat Gio hanya diam.
Merasa dipanggil, Gio menolehkan kepalanya. "Boleh Rosa minta jusnya? Kayaknya enak." Gadis itu menatap jus alpukat yang Gio aduk-aduk dari tadi.
"Rosa, minum ini aja," kata Alya menyodorkan air putih pada adiknya.
Bibir gadis kecil itu langsung mengerucut. Dengan anggukan kecil, Rosa mengambil gelas dan meminumnya. Matanya membulat ketika merasakan pipinya dingin oleh cup jus yang disodorkan Gio.
Rosa tertawa. "Buat Rosa?" tanyanya.
Gio mengangguk. Rosa langsung menatap Kakaknya dengan tatapan memohon. Alya pun hanya mampu tersenyum dan mengangguk kecil. Alya membereskan bekas makanannya dan membuangnya. Ia kembali duduk di samping Rosa, di hadapan Gio tentunya.
Setelahnya, keadaan hening. Canggung sekali. Gio memainkan ponselnya, sedangkan Alya tidak tahu harus apa. Ia mengambil remote televisi, kemudian menyalakannya.
Lama-lama hari mulai malam. Pintu masih terbuka karena Gio masih ada di dalam kontrakannya. Alya bingung, ia harus apa. Rosa sudah tertidur nyenyak di pahanya. "Minta nomor hp." Pernyataan mendadak dari Gio mampu membuat Alya terkesiap.
"A-aku gak punya hp, Kak." Gio menelan salivanya. Ia sudah memberanikan diri untuk memintanya, tapi mengapa harus tidak punya.
"Kalo ada tugas mendadak dari guru, atau ada informasi di grup kelas. Gimana?" tanyanya agar tak terlalu gugup.
Alya benar-benar tak menyangka, pria yang sudah ia kagumi setahun setengah lamanya tiba-tiba bertanya banyak padanya. Bahkan ada di hadapannya saat ini. "Biasanya Jessica kesini, Kak. Ngasih tau," jawabnya.
Bingung harus menjawab apalagi, Gio memilih mengangguk. Alya meringis jadi ikut bingung. Sikap Gio terkesan naik turun padanya. Kadang terlihat baik dengan senyum tipisnya, kadang juga terlihat cuek dengan ekspresi datarnya.
"Rosa mau dipindahin ke kamar gak?" tanya Gio. Alya mengangguk, baru saja ia hendak mengubah posisi Rosa, tapi sudah didahului oleh Gio yang membopong Rosa.
Dengan cepat Alya langsung berdiri menunjukkan kamarnya, tapi langkahnya terhenti. Ia ingat di balik pintu kamarnya banyak sekali foto Gio yang ia cetak. Jika di warnet, ia akan membuka akun instagram anonimnya, dan mengambil foto-foto Gio di instagram laki-laki itu dan memindahkannya ke flashdisk pemberian Jessica.
"Kenapa?" tanya Gio karena Alya berdiri menghalangi pintu.
Gadis itu langsung gelagapan, ia membuka pintu lebar-lebar. Agar Gio tak melihat apa yang ada di balik kamarnya. Matanya kembali membulat ketika melihat ada satu foto Gio di tembok atas kasurnya. Segera ia berlari dan menghalangi foto tersebut dengan telapak tangannya.
Gio yang sudah membaringkan Rosa dibuat terkejut dengan gerakan mendadak dari Alya. Ia menatap gadis yang wajahnya kian memerah itu. Kemudian beralih menatap telapak tangan yang menutupi tembok.
Alisnya terangkat kembali menatap Alya, menandakan jika ia tengah bertanya.
Sementara Alya sudah merutuki dirinya sendiri, kenapa ia memberikan izin masuk pada Gio.
KAMU SEDANG MEMBACA
GIONINO
Ficção AdolescenteMereka saling memendam rasa, yang satu tak punya keberanian untuk mengungkapkan, dan satu lagi merasa tidak pantas bersanding. Hingga diary merah itu ditemukan oleh Gio dan menunjukkan fotonya. Alya menuliskan rangkaian kata indah untuknya di buku i...