Di pagi yang cerah ini aku memutuskan untuk jalan kaki ke perternakan sapi yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumahku. Biasanya aku ke sana sama Ibu, beli susu murni langsung dari sumbernya. Enak dan murah banget. Tapi Ibu lagi males ceunah, pengen gogoleran aja pagi ini. Ya udah, aku jadinya jalan sendirian. Handphone-ku berdering tak lama setelah aku keluar rumah. Diaz? Hmm... Ada apa nih pagi-pagi telepon gini?
"Hey, Yas...",
"Hey, selamat pagi cantik... Lagi apa?", jawabnya centil. By the way, Diaz ini adalah mantan pacarku yang terakhir, we broke up two years ago. Dia cabut ambil S2 ke Belanda, jadi putus deh kita. LDR tuh enggak asik, at least for me ya. Kami masih berhubungan baik, sih, sampai sekarang. Aku mah anaknya jaga silahturahmi banget, even sama mantan.
"Aku lagi jalan kaki ke tempat susu murni, biasa... Kenapa, Yas? enggak tidur? Jam berapa emang di sana?", jawabku basa-basi. Sebenarnya aku malas sih kalau dia udah mulai flirting-flirting gini, I'm not into him anymore. And I think I will never into him anymore. Rasa sayangku pada Diaz sudah habis termakan jarak dan waktu.
"Jam 08.00 pagi sama kayak di tempatmu. Aku udah pulang, Al. Ketemu, yuk? Atau aku ke rumah ya hari ini?", tanyanya excited.
Eh, buset. Udah pulang aja nih bocah. Duh, aku malas nih. Kalau ketemu Diaz lagi, aku takut malah jadi nostalgia masa lalu. We had a very beautiful time together back then. Kami pacaran hampir dua tahun and it was the greatest time of my life. Diaz tuh sangat menyenangkan dan penyayang orangnya. Cuma jarak aja yang memaksa kami untuk pisah. Tuh kan, ah. Ketemunya juga belum, udah keinget-inget lagi. Move on dari kamu tuh susah banget, Yas. Makanya aku masih single sampai sekarang. Menemukan laki-laki yang bisa mengalahkan standar yang sudah kamu buat itu susah.
"Hey... Earth to Alea..", ujarnya lagi.
"Eh iya, sorry-sorry. Kamu pulang enggak bilang-bilang deh, aku enggak bisa nih hari ini. Sorry, ya", jawabku berusaha tenang, aku tuh paling tidak bisa berbohong. Padahal kan aku enggak ada acara apa-apa hari ini.
"It's okay. Next time ya, Al. Nanti aku telepon lagi, bye!"
Aku jadi merasa bersalah sekarang. Sorry, ya, Yas. The thing is... I'm not ready to see you in person, again, after we broke up, just not today.
***
Setelah selesai membeli susu murni, aku langsung berjalan kembali untuk pulang. Saat tiba di depan rumah, aku lihat ada mobil Aria terparkir. I'm not sure it's him or not, tapi mobilnya sih sama kayak semalem, aku enggak hapal plat nomornya sih tapi. Ketika aku masuk ke rumah, manusia satu itu ternyata benar-benar ada di sini, sedang mengobrol bersama Ibuku. What? How? Why?
"Aria? Kok dateng enggak bilang-bilang?", tanyaku dengan nada terkejut.
"Aduh duh, santai dong. Kan semalem aku bilang", jawabnya santai.
"Ya tapi kan kamu enggak ada ngabarin lagi kalau emang mau mampir ke rumah?", tanyaku masih dengan nada yang terkejut. Rasanya enggak terima aja gitu kalau dia tiba-tiba nongol, tiba-tiba duduk di ruang tamu, tiba-tiba ngobrol sama Ibu. Sedangkan akunya malah pergi beli susu murni. Aku kan belum mandi. Belum cantik. Wajahku belum siap tampil ini. Aduuuuuh, kumaha ieu?
"Hahaha, kenapa sih? enggak boleh?", jawabnya makin santai, sambil tertawa.
"Kenapa dibukain sih, Bu? Kalau Ibu diapa-apain gimana?", kataku iseng sambil duduk di sebelahnya.
"Ya masa ada tamu enggak dibukain, Al... Bawa bubur ayam lagi hehehe", jawab Ibu cengengesan. Aku langsung memandangi Aria dari atas ke bawah, sampai ke atas lagi. Aku menyipitkan mataku. Mencoba memahami maksud dan tujuan Aria datang ke sini. Dia hanya tertawa melihat tingkahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belum Ada Judulnya
Short StoryMy name is Kalula Alea, let me tell you a story about my beautiful perfect wedding that never even happened.