17_Lembaran Baru

1.2K 275 139
                                    

Sepertinya saya memilih untuk posting pendek-pendek setiap hari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepertinya saya memilih untuk posting pendek-pendek setiap hari. Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada Ibu-Ibu yang telah melahirkan kita, dalam cerita ini kasusnya memang demikian, saya rasa kalian tahu bagaimana harus menyikapi. Komen seperti part sebelumnya, kita akan ketemu lagi besok malam. Mulmed Edge by Gracie Abrams, silakan putar dan baca arti liriknya.

..

Setiap pulang dari sekolah, Yerim harus melalui sebuah kuburan untuk sampai di rumah kontrakan. Hari itu Yerim Kecil yang berusia sebelas tahun memutuskan untuk menahan tangisnya di depan sang Ibu. Kala itu ia akan berjalan melalui pintu, menatap langsung ke mata Ibunya dan tersenyum.

Namun sambutannya tetap sama, rambutnya tertangkap oleh jari-jari wanita dewasa tersebut, dijambak sampai rasanya akan terlepas. Berkali-kali kepalanya dibenturkan ke dinding dengan keras. Yerim merasakan lengketnya darah di dahi dan rambut. Lorong rumah menjadi lebih gelap. Yerim Kecil menatap langsung ke wajah Ibunya, senyuman tetap ia perlihatkan seolah meminta pengampunan.

Lalu terdengar suara wanita dewasa itu menghardik, "mengapa kau tidak menangis ha?!"

Energi Yerim Kecil habis, tubuhnya roboh ke lantai.

Dalam kesadaran yang hampir tidak ada, gadis cilik itu melihat sepotong benda berwarna perak. Ketika ia telusuri, potongan benda itu terhubung pada sebuah tangan. Dengan ketakutan, Yerim Kecil membiarkan matanya menelusuri tangan yang terhubung pada sebuah wajah.

Ibu, dia terlihat marah dalam tangis.

"Hentikan, dia anakmu!"

Lantas mata Yerim Kecil tertuju pada sepasang mata yang menatap balik dengan pandangan penuh kekuatiran. Ayah..?

"Aku menghukumnya karena mengatakan pada tetangga kalau kita bangkrut. Memalukan!"

"Tapi tetap saja dia anakmu, anak kita!"

Setelah kejadian itu, Yerim Kecil tersenyum sekali lagi karena ia terselamatkan dari tangan Ibu yang kali itu tidak menyentuhnya lebih lama. Namun sayangnya senyuman yang ia perlihatkan pada semua orang jika dirinya baik-baik saja hanya membawa penderitaan yang tak berkesudahan.

Ibu tetap menyiksanya walaupun ia tidak tahu alasannya.

***

Menatap dalam diam, Jungkook tadinya ingin memeluk Yerim lebih lama tapi rasanya tidak benar. Pikirannya masih berkecamuk, apakah dirinya salah satu stimulus kondisi psikis Yerim tidak stabil akhir-akhir ini?

Seharusnya ia bisa menahan diri untuk tidak menuntut lebih dari kedekatannya dengan Yerim. Namun sikap terbuka yang diberikan Yerim ditelannya mentah-mentah tanpa sadar jika pikiran perempuan itu sedang berperang sendiri. Kalau melihat rancauan yang dikeluarkan Yerim selama masa panik berlangsung, ia menduga penerimaan yang dipaksakan itu mengungkap ingatan masa kecil yang menakutkan.

SephiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang