"Jana!!!"
"Jana! Bantuin emak di dapur, sini!!!" teriak emak.
Sebenarnya aku mendengar panggilan emak yang menggelegar sejagat raya. Tapi sesuatu dalam ponselku jauh lebih menarik, hehe.
"Kau dengar tidak? Mau emak korek kuping kau dengan spatula?" Aku bergidik ngeri dengan ancaman emak.
Macam kak Ros, Galak!
"Sebentar mak," teriakku tak kalah nyaring.
Huftt.
Aku berlari terbirit-birit ke arah dapur.
Sesampainya di dapur, emak langsung membentakku. "Kau ini kemana saja?" Kalau sudah begini nyaliku menciut.
"Jangan marah-marah mak. Nanti keriput emak makin tambah banyak, loh," candaku. Aku nyengir kuda.
Hal itu sontak membuat emakku gelagapan. "Hah, yang benar saja kamu," emak menyentuh area wajahnya.
Emakku paling heboh jika berkenaan dengan penampilan. Apalagi soal wajah, walaupun sudah kepala empat, emak tak mau dibilang tua.
"Goreng ini!!!" emak menyerahkan baskom berisi tempe yang telah dibumbui.Nyonya besar sudah bertitah, batinku.
"Mak, ini gimana gorengnya?"
"Tunggu minyak di wajan panas, lalu masukkan tempenya," kata emak.
Aku mengikuti arahan dari emak. Tapi aku tak yakin bisa meletakkan tempe ke dalam minyak panas itu. Membayangkannya saja aku ketakutan. Harusnya aku membawa alat pelindung diri.
"Mak, minyaknya.. aduh, panas!" Aku menghindar ketika minyak di wajan menimbulkan letupan.
Aku mengaduh kesakitan karena tangan mulusku kecipratan minyak panas.
"Ya ampun, bukan begitu caranya. Masukkan tempenya perlahan-lahan. Jangan kau lempar dari jauh begitu!"
"Kalau tanganku kena minyak panas bagaimana, mak?"
"Kau ini perempuan macam apa? Tak tau masak! Makanya jangan main HP terus!"
Harus kalian tahu, omelan emak ini kayak rujak karet tiga. Pedes!
"Padahal dulu waktu kecil sering main masak-masakan. Eh sekarang, sudah jadi perempuan gak bisa masak," gerutu emak.
"Dari dulu aku perempuan mak."
"Kau ulek sambal saja sana!!" emak mengambil alih spatula dariku.
Dengan ogah-ogahan aku mengambil ulekan dari tangan emak. Sesekali mengusap-usap punggung tanganku yang terkena cipratan minyak. Untung tidak melepuh.
"Wlekk, baunya tak enak!"
Aroma terasi menyengat indera penciumanku. Dari dulu aku memang tak suka dengan sambal terasi. Baunya itu loh, buat hidung mengkerut. Perutku mual sampai ingin muntah.
"Disuruh goreng tempe takut minyak panas, disuruh ulek sambal terasi alesan bau tak enak. Giliran disuruh makan, habis tiga piring," emak bersungut-sungut.
Aku cemberut.
Tok. tok. tok.Terdengar suara ketukan pintu. Emak masih berkutat dengan wajan penggorengan, membolak-balikkan tempe dengan cekatan, sambil lalu mengulek sambal terasi. WOW, emakku memang hebat.
The power of emak-emak.
Karena sibuk dengan masakannya, emak sampai tak dengar ada tamu di depan. Dari pada aku berdiam diri di sebelah emak dan kena omelnya lagi, lebih baik yang buka pintu. Aku juga sudah tak tahan dengan aroma terasi yang menyengat.
Dengan langkah gontai, aku berjalan ke arah pintu. Ketika kubuka pintunya, mataku melebar. Pangeran tampan dari kayangan mana ini?
Ia menyodorkan plastik putih kepadaku. Bodohnya, aku terlihat seperti orang linglung yang terus menatapnya tanpa kedip.Segera aku menyadarkan diri, lalu mengambil alih plastik tersebut.
"Kamu lagi masak ya? Maaf kalau ganggu," katanya tak enak sambil tersenyum kecil.
Ouh, masyaAllah.. senyumnya manis banget! Duh bisa diabet aku kalau dikasih yang manis-manis begini, euy.
"Kok kamu tahu aku lagi masak?" tanyaku malu-malu dengan nada selembut mungkin.Caper sama doi itu perlu wkk. Padahal yang masak emak. Hehe.
Dia mendekat ke arahku. Eh, mau apa dia? Secara reflek aku memundurkan langkah. Tapi dia semakin mendekat. Aku memejamkan mata.
"Aroma terasi," ucapnya sambil terkekeh pelan.
Seketika wajahku memanas, menimbulkan semburat merah seperti tomat."Shit! Terasi sialan!"
Salam
afifatlm