Oh baiklah, ini dia.
Sepuluh jari tanganku sedang menari di atas keyboard laptop. Bunyi ketukannya menggema di seluruh jagat raya. Mengisi heningnya ruang kamar berukuran minimalis.
Imajinasiku berkelana ke luar angkasa. Tapi, hasilnya nihil. Bagaimana tidak? Setelah mengetik ratusan kata, dengan teganya aku menghapusnya kembali.
Bukan tanpa alasan, setiap kali aku menyusun kata menjadi kalimat, membuat satu paragraf yang utuh mengenai kata CINTA, aku merasa semua itu tak sesuai. Aku mulai merasa tulisanku abstrak.
Jika aku menulis di kertas, mungkin sampah yang aku timbulkan sudah menggunung.
Aku menatap layar laptopku dengan perasaan sebal dan dongkol. Lagi-lagi aku menghela napas berat. Melepas kaca mata yang menemaniku malam ini, lalu berdiam diri sejenak. Memberi waktu pada pikiranku. Susah sekali menggali makna cinta.Apa mungkin aku yang tak percaya dengan cinta?
"Cinta? Aduh nulis aja ribet! Apalagi.., " ucapanku menggantung di udara karena ponselku berdering di atas meja.Siapa yang menelpon tengah malam begini?
Ada sebuah panggilan masuk. Aku menjawabnya dengan malas.Belum sempat aku menyapanya, orang di seberang sana telah mendahuluiku dengan berkata, "Semangat dek!" suara baritonnya terdengar khas di telingaku.
Aku mendengus lelah. "Kak, aku belum nulis. Tulisanku kacau," keluhku padanya.
Malam itu aku menuangkan keluh kesahku padanya. Aku mulai bercerita tentang kesulitanku dalam meramu kata. Tak biasanya aku kehilangan kata-kata seperti ini hanya karena menulis tentang cinta.
Sungguh aneh. Bahkan, sebelumnya aku selalu semangat dan menemukan banyak inspirasi ketika menulis kisah romantis, lalu apa bedanya dengan cinta?
Semoga ia tak bosan dengan rengekanku yang seperti anak kecil. Walaupun begitu, ia masih setia mendengarkan curhatanku. Sesekali menimpali ucapanku, meski kebanyakan aku yang berceloteh ria.
Ia hanya mendengarkan dengan seksama. Tak pernah memotong ucapanku. Apalagi berseteru hanya karena beda pendapat. Ia lebih banyak memberi nasehat kepadaku. Saran maupun kritik yang disampaikannya selalu penuh kelembutan.
"Cinta? Ceritain aja orang tercinta. Kupikir gampang kata ini. Apalagi kalo lagi kasmaran, hehe," ucapnya sambil terkekeh di sebrang sana."Kasmaran apanya, kak? Ck, yang kemaren-kemaren semuanya pada basi!"
"Cari yang baru," celetuknya.
"Cari apa kak? Lebaran aja aku belum cari baju baru," jawabku asal, yang kuyakini ia pasti menertawakanku.
Aku sengaja tak mau mengungkit kisah cintaku. Katakan aku pecundang yang tak mau kisah cintaku terungkap. Jujur, aku tak suka kisah percintaanku menjadi konsumsi publik. Meskipun itu hanya sebuah cerita belaka. Bagiku, cinta itu fiksi. Penuh bayangan. Bunga tidur yang tak pernah bisa ku gapai. Katakanlah aku takut dengan cinta.
Haduh, mau nulis apa ini?"C.I.N.T.A ?" Apa itu cinta?
"Cinta pertama?" Gak inget!
"Cinta sejati?" Belum ketemu!
"Cinta mati?" Aku bergidik ngeri mendengar kata mati. Aku tak mau mati karena cinta. Aku tak sebucin orang di luar sana.
"Cinta buta?" Apalagi ini, iyuh. Aku tak mau sampai bodoh dan melupakan logika hanya karena sebuah cinta.
Terus apa dong?
Ting!!!Ponselku kembali berdering, menandakan sebuah pesan singkat masuk. Kali ini notifikasi dari aplikasi chat WhatsApp.
Deg!Ketika aku membuka pesannya, mataku melebar. Tubuhku panas dingin. Jantungku malah lari maraton di jam segini.
Aku tak percaya dengan ini semua.
Apa ini? Apakah ini yang dinamakan dengan cinta? Ah, tau ah, bukannya menulis dengan lancar, aku justru semakin uring-uringan karena cinta.
Hanya karena seseorang mengirimkan pesan berisi, "Aku cinta kamu"
Salam
afifatlm