3rd petals: i don't know you, but you do know me

238 35 5
                                    

Beomgyu mengedarkan pandangannya berkali-kali. Samping, atas, foto di atas rak, vas bunga di sudut jendela bahkan sampai cicak yang mematung di atap saja berhasil menarik atensinya.

Atau lebih tepatnya, ia hanya sedang mencoba membuat dirinya sendiri teralih dari laki-laki yang tengah duduk  di hadapannya, karena sungguh, tatapan orang itu benar-benar membuatnya merinding.

Sang ibu tidak ada di sana. Dengan dalih ada sesuatu yang harus dikerjakannya, wanita itu menarik Beomgyu untuk menggantikannya menemani laki-laki bertubuh jangkung itu, lalu berlalu begitu saja setelah mengedipkan sebelah matanya pada anak laki-lakinya itu.

Andai saja menghujat Ibu tidak akan menjadikannya anak durhaka.

Beomgyu tahu. Itu hanya alibi saja. Apanya yang harus dikerjakan. Ia bahkan tahu kebiasaan sang ibunda tercinta di jam segini kalau tidak bergosip ria dengan tetangga sebelah rumah, ya duduk selonjoran di halaman belakang menikmati sore yang katanya cerah itu.

Pemuda berumur dua puluhan itu meremas jemarinya keras, hingga buku-buku jarinya memutih. Ini... terasa canggung sekali. Sepuluh menit sudah berlalu, yang bahkan baginya terasa seperti berjam-jam. Mereka hanya diam, dengan Beomgyu yang masih setia menikmati pemandangan ruang tamunya dan laki-laki itu yang hanya menatap keluar jendela sambil sesekali menyesap teh hangat dari cangkir krem kesayangan ibunya.

Beomgyu mengalihkan kembali perhatiannya pada laki-laki bersurai hitam itu. Kalau tidak salah ingat, Ibunya bilang namanya Choi Soobin. Laki-laki itu tampan, Beomgyu mau tidak mau mengakuinya karena nyatanya memang begitu. Dilihat dari postur tubuhnya ketika duduk saja ia sudah bisa menduganya kalau orang ini lebih tinggi darinya. Garis wajahnya tegas, dan tatapannya menusuk walau tanpa sengaja, beberapa kali ia melihat tatapan itu sedikit melembut.

Ia, rasanya... sedikit tertarik pada laki-laki ini.

Beomgyu tidak ingin menafsirkan ini sebagai tanda bahwa ia menyukainya. Lagipula ia hanya tertarik saja. Maksudnya, ada sesuatu dari orang ini yang terasa sedikit mengganggunya, seperti mengusik sesuatu dalam dirinya yang sudah terkubur terlampau jauh.

Rasanya seperti bahwa ia pernah mengenalnya.

Tatapannya terkadang terlihat familiar. Tapi bahkan dalam sudut ingatan yang berhasil digalinya, tidak ada sosok bernama Choi Soobin di dalamnya.

Tidak, bahkan kalaupun mungkin seandainya mereka memang pernah saling mengenal, ia tidak berani membayangkannya. Choi Soobin, dilihat dari penampilannya saja Beomgyu bahkan bisa sedikit menebak bagaimana kehidupannya. Laki-laki ini jelas berasal dari keluarga terpandang. Berbeda sekali dengan dirinya. Keluarganya bisa dibilang sederhana, tapi tidak kekurangan---walau sebenarnya ia tahu keluarga ayahnya adalah keluarga terpandang juga.

Marganya Choi, jelas saja.

Yah, asal ibunya tidak tahu saja bagaimana kehidupannya yang menyedihkan selama di Seoul sana.

Beomgyu hanya jadi sedikit merasa rendah diri, sekaligus juga bingung. Biar bagaimanapun, tidak ada satu pun alasan yang bisa membuat laki-laki ini sampai mau dijodohkan dengannya.

Bahkan sampai sekarang saja ia masih bertanya-tanya siapa orang yang memulai ide gila ini. Seenaknya menjodohkan anak orang yang sedang merantau jauh di luar kota sana, sepihak, tahu-tahu sudah bertemu si jodoh yang bahkan tidak dikenalnya.

Itu jelas ide ibunya sebenarnya.

Beomgyu sudah terlalu terbiasa dengan tabiat sang Ibu yang kadang terasa ajaib. Hidupnya selalu dipenuhi dengan drama-drama menyebalkan ciptaan sang Ibu, tapi nyatanya ia hanya menikmatinya. Toh walau kadang bikin emosi jiwa, endingnya entah kenapa selalu baik untuknya.

Tapi ini masalah jodoh. Pilihan sekali seumur hidup. Ia tidak mengiyakan, tapi lelaki ini jelas tidak trerlihat keberatan.

Kenapa?

"Soobin... hyung? Ada sesuatu yang ingin kutanyakan, tidak apa-apa?"

Beomgyu mungkin tidak terlalu pandai dalam pelajaran selama ia sekolah---sebenarnya kebanyakan karena ia hobi sekali tidur di ruang kesehatan atau kabur ke atap sekolah kalau ia sedang merasa bosan dengan rutinitas hariannya yang menyebalkan itu. Ia bisa sedikit menduganya, walau nyaris seratus persen menyanggahnya, karena... ia bahkan benar-benar yakin kalau Choi Soobin itu bukan seseorang pernah bersinggungan takdir dengannya sebelum ini.

"Tanyakan saja."

Ia mengerjapkan kedua matanya, nyaris melongo. Suaranya, ya Tuhan. Beomgyu baru mendengar laki-laki ini berbicara. Cukup dua kata saja ia bahkan nyaris hilang kewarasan. Suaranya... indah, bukan dalam artian menenangkan atau semacamnya. Deep voicenya entah kenapa membuatnya meremang. Berat, dan dalam. Bayangkan saja kalau misalnya mereka sungguhan menikah, di malam pertama ketika pertama kalinya berhubungan intim dan lelaki ini memanggil namanya, menggodanya dengan kalimat-kalimat seductive hingga membuatnya benar-benar terjatuh dalam pesonanya---

Plak.

Beomgyu memukul dahinya, membulatkan kedua matanya seketika. Apa-apaan yang barusan itu?

Ya Tuhan, Choi Beomgyu, pikiranmu kotor sekali.

Soobin sedikit tersentak ketika pemuda di hadapannya ini menepuk dahinya dengan keras, walau memilih untuk tidak mengatakan apapun.

"Maafkan aku," Beomgyu mengusap wajahnya kasar, imajinasinya kenapa mendadak liar sekali, bahkan membayangkan dirinya terbaring pasrah dalam rengkuhan tangan laki-laki ini, "aku hanya ingin bertanya saja, tidak ingin dijawab juga tidak masalah sih."

Setidaknya, hingga kepalaku berhenti membayangkan hal-hal aneh lagi.

"Hyung, mengenalku?"

Soobin menatapnya dalam. Dan Beomgyu, tidak cukup bodoh untuk menyadari ketika tatapan itu kembali melembut.

"Maksudku, benar-benar mengenalku. Bukan dari apa yang diceritakan ibuku atau siapapun. Bukan melalui foto atau apapun. Tapi benar-benar pernah bersinggungan takdir denganku. Apa kita, saling mengenal?"

Beomgyu menatap Soobin yang juga membalas tatapannya. Ada sedikit harap, dan penasaran, bahwa mereka mungkin sama-sama pernah saling mengenal. Toh segalanya akan terasa janggal kalau semua ini diawali dengan mereka yang dijodohkan tanpa pernah mengenal sebelumnya.

Mereka hanya diam, hingga yang lebih tua beranjak dari tempatnya dan berjalan mendekatinya. Laki-laki itu mengulurkan tangannya.

"Ingin ikut denganku? Akan kuceritakan sesuatu yang menarik dalam perjalanan, walau ini sendiri bukan kisah yang menyenangkan."

.
.
(Continued to 4th petals)
.
.

Hai~~

Jadi, beberapa minggu ini, tepatnya selama bulan puasa saya kena WB. Berkali-kali nulis, rasanya entah kenapa kok nggak ngena aja. Makanya, beberapa yang dijanjiin update akhirnya batal.

Pasti update kok, terutama Freier Vogel karena sebenarnya endingnya sendiri sudah ada. Cuma ya itu, saya ga bisa janji juga kapan waktu pastinya hehe. :')

See you~

LANTANA || SooGyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang