5. Kandang Sapi

99 15 6
                                    

Assalamu'alaikum guys..

Kembali lagi bersama saya, author terkece, terhits sepanjang masaa wkwkwkwk....

Sumpah gue alay bgt, dengan ke alay-an gue ini. Di cerita yg 'Ayat-Ayat Rindu' Banyak bgt yg ngira gue tuh cewek. Padahal gue cowok tulen brohhhh....wkwkwk

Ok dah langsung aja, jgn banyak cincong...

Klo ada typo benerin yah...

Happy Reading bosque...

Allahu Akbar, Allahu Akbar....

Kumandang Adzan shubuh terdengar merdu mengitari seluruh bagian Pesantren Daarul Ma'arif. Seluruh santri bersiap untuk melangkahkan kakinya ke Rumah Allah. Sudah ada beberapa yang berada di Masjid, mereka datang terlebih dahulu karena untuk melaksanakan sholat sunnah dan yang terpenting mereka menghindari keterlambatan, karena jika mereka terlambat, mereka akan kena Hukuman dari pengurus atas dasar perintah Buya Nawawi.

"Alan! Bangun woyy! Sholat shubuh!" Pekik Husen sambil menggoyang-goyang tubuh Alan.

"Weladalah! Sebentar lagi Iqomah, piye iki," lirih Dodi dengan muka cemasnya.

Husen ikut cemas, Alan masih terbaring di atas kasurnya.

"Euuuuuu....ngantuk, kalian duluan aja," lirih Alan dengan nada lemas sekali. Matanya masih terpejam.

Husen dan Dodi sudah menyerah, iqomah sebentar lagi.

"Dod, ayok kita ke Masjid," ajak Husen.

"Tapi, Mas Alan?"

"Alaaahhh... Udah biarin, orang dia gak mau bangun," ujar Husen, ia menarik tangan Dodi, "Ayok buruan."

Akhirnya mereka pergi ke Masjid tanpa seorang Alan, mereka berlari sambil menenteng sajadah. Tepat setelah mereka membuka sandal dan hendak berwudhu, mereka berdua disambut oleh Ustadz Fikri.

Ustadz Fikri ini umurnya sekitar 34 tahun, dia masih terlihat muda untuk ukuran guru di pesantren ini.

"Assalamu'alaikum Ustadz," ucap Dodi dan Husen. Mereka mencium lembut punggung tangan Ustadz Fikri.

Ustadz Fikri tersenyum, "Wa'alaikumussalam Warahmatullah."

Mata Ustadz Fikri mencari seseorang, ia menatap Husen lamat-lamat,"Loh, Alan mana? Kok gak bareng?" Tanya Ustadz Fikri.

Husen menyikut pelan tangan Dodi, ia memberi kode kepada untuk menjawab pertanyaan Ustadz Fikri tersebut. Tapi justru Dodi melakukan hal yang sama.

"Kok, diem? Alan mana?" Tanya Ustadz Fikri kembali.

Mereka masih melakukan hal yang sama. Namun Dodi sebagai santri paling lama diantara Alan dan Husen akhirnya angkat bicara.

"Nganu Ustadz, Nganu," jawab Dodi terbata bata.

"Nganu apa? Kalo ngomong yang jelas Dodi."

"Masih turu, Ustadz. Sudah kami bangunkan tapi susah, Ustadz. Mas, Alan tidur lagi," jawab Dodi panjang lebar.

Ustadz Fikri mengangguk, ia memikirkan sesuatu, "ok, kalo begitu silahkan kalian berwudhu, lalu sholat sunah Qobliyah subuh. Pahalanya lebih baik dari dunia dan seisinya," jelas Ustadz Fikri dengan tersenyum.

"Baik Ustadz," jawab mereka kompak.

"Kalo gitu kami ambil wudhu dulu Ustadz," ucap Husen sopan. "Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh." Ustadz Fikri memasuki ruangan Masjis.

5 menit kemudian Iqomah dikumandangkan. Seluruh santri berbaris rapih sesuai shaffnya. Dan kemudian seorang Pria paruh baya dengan sorban hijau ia sampirkan di pundaknya melangkah menuju mimbar pengimaman. Beliau adalah pengasuh pondok pesantren ini, KH. Musthofa An-Nawawi.

HAFALANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang