Suara decit ayunan mengisi ruang kosong dalam telinga. Angin mengalun dengan teratur menerbangkan helaian rambut keduanya, yang tengah duduk bersantai di sebuah ayunan.
Jimin tidak bisa menahan senyuman setiap kali meneliti wajah Mochi yang duduk tepat di hadapannya. Mochi dan appa-nya bermain ayunan berdua di balkon. Karena bobot tubuh keduanya jelas berbeda, ayunan itu sengaja tidak digerakkan. Dan kaki Jimin yang menjadi penopang.
Dua makhluk ini terlahir masa yang berbeda, selera yang berbeda, usia yang berbeda, dimensi kehidupan berbeda, tapi mampu bersatu dalam lingkaran yang sama.
Jimin menyesap teh matcha hangat buatan hyungnim tertua yang sangat ia sayangi. Sementara mochi menikmati susu dalam botol dot dengan antusias.
Perhatian Jimin sempat teralihkan pada pemandangan rumah kosong di sebrang rumah. Sangat jelas bila dilihat dari atas sini.
"Dipake uji nyali, cakep tuh," komentar Jimin menyadari rumah itu benar-benar terbengkalai dan tidak terurus. Dari segi penglihatan saja terkesan aura angker yang sangat pekat.
"Eh tapi kan setan jaman sekarang mana mau tinggal disana. Udah sepi, gak asik, kotor, ya jelas para setan lebih milih clubbing," cerocos pria itu menyuarakan opininya.
"Appa.." panggil Mochi.
Perhatian Jimin kembali pada Mochi yang ternyata sudah menghabiskan susunya. Pria mungil itu seperti bosan dan ingin turun dari ayunan.
"Waeyo?" Jimin menaruh cangkir teh matcha-nya lalu menggendong Mochi dan turun dari ayunan. Di lantai balkon terdapat banyak mainan yang tercecer sembarangan.
Bangtan sengaja memesan mainan untuk ketujuh bayi mereka. Banyak sekali. Berbagai mainan ada disana. Bangtan memang tidak berpikir dua kali soal membeli sesuatu, yang terpenting semua mainan ini bisa jadi pengusir rasa bosan bayi-bayi mereka.
Keduanya duduk di lantai dikelilingi banyak mainan kecil yang sangat disukai Mochi.
Berbeda dengan Mochi yang nampak anteng-anteng saja, Jimin malah merasa jemu jika hanya duduk termangu seperti ini. Sebelumnya, tidak ada kata bolos bagi Jimin untuk melatih fisiknya. Dan ia merindukan itu.
Beberapa detik Jimin berpikir sambil mengerucutkan bibirnya. Ah iya, Jimin teringat satu gerakan olahraga ringan. Dia kemudian tengkurap di lantai lalu memanggil Mochi.
"Bae, naik ke punggung Appa." Jimin menepuk punggungnya isyarat karena mustahil Mochi bisa langsung mengerti kalimatnya.
Mochi mengangkat alisnya dengan mulut sedikit terbuka. Bayi itu nampak bingung kenapa Appa-nya berubah jadi ulat keket.
"Appa?"
"Mochi naik ke punggung Appa, bawa aja mainan itu, come on..!" Jimin berusaha meyakinkan putranya dengan mengangguk yakin.
Mochi masih menggenggam satu mainan karakter doraemon dan karena penasaran, Mochi merangkak mendekati punggung Jimin dan lama-lama terduduk diatasnya.
Setelah bobot tubuh Mochi jadi tumpuan beban di punggungnya, Jimin mulai melakukan push-up. Belasan, puluhan, sampai pada push-up ke 226 kali, Jimin baru berhenti.
Jimin tergeletak lesu sambil menarik banyak nafas. Sementara Mochi malah tertawa melihat ayahnya kelelahan.
"Oke, sekarang Mochi duduk disini." Tak lama istirahat, Jimin meregangkan tubuhnya terlentang di lantai. Lalu menggendong Mochi agar duduk di kakinya sebagai penahan.
Sit-up time!
Mochi tahu ayahnya suka olahraga. Dan Mochi terlihat sama senangnya membantu sang ayah berolahraga. Bayi itu kerap tertawa lucu melihat setiap perubahan ekspresi Jimin.
KAMU SEDANG MEMBACA
BabyGuard 𖠌
Фанфик[end | bukan bxb] ❝Mereka jatuh dari langit? Atau keluar dari batu?❞ Menjadi ibu tanpa ayah? Mungkin ada alasannya kali ya? Tapi Menjadi ayah tanpa ibu. Itulah hal aneh yang dialami ketujuh manusia setelah sekitar puluhan tahun tinggal di bumi ini...