12 || Souls

6.3K 1.3K 526
                                    

Dunia ini memiliki banyak bagian. Setiap sisi-nya memiliki kisah yang berbeda. Bisa jadi, kau telah melukai orang lain—disaat kau pikir kau hanya sedang membela kehidupanmu sendiri.

.

.

.

Suara nyaring dari kawat besi yang dipegang oleh pemuda itu semakin menusuk rungu. Apalagi jarak yang terpangkas semakin menjadi. Dan Sembilan bocah tersebut sejujurnya hilang akal harus lari atau tetap ditempat. Karena pemuda itu masih berwujud manusia, meskipun perilakunya terkesan mengancam beserta bola mata yang menghitam keseluruhan.

Chan mundur perlahan-lahan. Dia yang berada di paling depan mulai merasa tak enak. Seperti ada aura mengancam dari pemuda dihadapannya ini berapa kali pun dilihat. Bunyi kawat yang terseret beradu dengan aspal. Membuat siapapun yang mendengar bias merasakan sensasi ngilu nyaris disekujur tubuh.

"Hei, ayo lari," ajak Chan.

Tak ada yang menjawab. Chan cepat-cepat menoleh kebelakang dan mendapati angin telah mengisi tempat yang tadi diduduki delapan orang lainnya. Matanya menangkap rekan-rekannya tersebut tengah pergi menuju sela-sela gedung. Chan berdecak kesal.

"Mereka meninggalkanku. Bagus sekali."

Woojin berada di paling depan. Sesekali ia menoleh kebelakang. Pemuda itu masih diam di posisinya sambil masih menenteng kawat besi. Mata hitam pekat itu memandang tajam kearah mereka bersembilang meski sudah agak jauh.

"Kalau dia sampai mengejar aku tidak tau harus—"

Bruak!

Kalimat Woojin terputus kala Hyunjin dibelakangnya jatuh dan kemudian tertidur pulas lagi. Ia menggaruk kepalanya frustasi. Mereka bahkan sudah tidak kaget lagi. Lebih ke-arah kesal.

"Brengsek, kenapa harus sekarang?!" Woojin berhenti dan mencoba membangunkan Hyunjin.

Pemuda dengan mata hitam menyeramkan itu, mulai berjalan kearah mereka. Awalnya pelan, kemudian lama-lama jadi semakin cepat. Dia seperti telah mengunci titik fokus dimana ternyata sedari tadi ia menunggu timing yang pas untuk menyerang.

Minho pun berhenti. Ia bersandar di dinding salah satu gedung yang tinggal separuhnya. Melihat itu, Changbin menoleh dan berhenti berlari juga. Tanpa diberitahupun ia tau apa yang terjadi.

"Ada apa?" Tanya Chan yang datang dari belakang.

"Kaki kiriku mati rasa dan tidak bisa digerakkan." Ujar Minho sambil mengeluarkan tongkat hitamnya.

"Sebenarnya aku tidak mengerti kenapa kita harus lari," ujar Jeongin kemudian memundurkan langkahnya. "Kita ada sembilan dan dia hanya satu."

Seungmin berpikir kemudian. "Kau benar."

"Tidak, itu tidak benar," bantah Han sambil mengangkat telunjuknya kearah berlawanan. "Kita benar-benar harus lari."

Semua menoleh pada arah tunjuk Han.

Changbin hampir pingsan karena kaget mendapati banyak sekali orang dengan mata hitam itu berlari kearah mereka. Jumlahnya sekitar dua puluhan orang. Aura membunuh semakin ketara dan mengancam.

Dengan cepat Chan meraup tangan Minho dan menyangkutkannya dibahu. Ia berlari menyeret pemuda tersebut diikuti yang lain dari belakang. Woojin mau tak mau menggendong Hyunjin di punggungnya. Suara tapakan kaki yang bergemuruh menambah kepanikan mereka bersembilan.

Sambil berlari, Seungmin menyamai langkahnya dengan Changbin. "Aku rasa aku tau."

Changbin bahkan tak bisa menggubris lagi. Dia terlalu fokus mengatur napas dalam langkah memburu. Dibelakang sana, gombrolan manusia itu bergerak terlalu cepat. Diluar batas manusia normal.

stray society ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang