3. Secepatnya Menikah

2.9K 188 20
                                    

"Loh, Azalia, kenapa lari-lari?" tanya Arumi yang barusan melihat Azalia berlari menghampirinya.

Azalia gugup. "I-ibu, apa putra ibu c-cuma satu?" tanyanya yang masih tak percaya kalau dia akan dikenalkan dengan manusia itu.

Arumi mengernyitkan dahi bingung. Lalu suara Zein membuatnya tak lagi mempermasalahkan pertanyaan lucu itu. Menurutnya Azalia memang lucu, sering bertanya hal yang sudah jelas terlihat.

"Selamat malam, Mi," sapa Zein yang berjalan mendekat ke arah mereka.

Saat itulah tubuh Azalia bergetar. Dia sungguh tak menyangka akan hal ini. Mimpi apalagi dia semalam sampai harus bertemu dengan pria menyebalkan bermulut pisau itu. Parahnya lagi, dialah orang yang rencananya akan menikah dengannya.

Azalia tak berani memutar tubuhnya untuk menghadap dan melihat Zein di belakangnya. Dia meneguk air mulutnya saat Arumi menyambut pria itu dengan kasih sayang. Zein yang dikatakan oleh Ibu Arumi rupanya CEO itu, pikir Azalia, yang sebenarnya tak ingin percaya.

"Selamat malam, Zein."

Arumi mengulas senyum tak biasa. Betapa bahagia dia malam ini. Seperti biasa, Zein menyambut tangan Arumi untuk salim. Sedangkan Azalia masih bergetar di tempatnya, kebimbangan melanda hati dan jiwanya. Sungguh dia tidak pernah menyangka tentang ini.

"Lia," sahut Arumi, meraih pundak gadis itu.

"I-iya, Bu," jawab Azalia.

Arumi melihat perubahan yang sangat signifikan pada Azalia. "Kamu malu, ya?" bisik Arumi di telinganya.

Arumi melihat Azalia lucu. Sejak terdengar suara Zein pulang tadi, Azalia sudah tampak gugup dan malu. Membuat Arumi gemas pada gadis itu.

"Hehe," kekeh Azalia, terpaksa. Arumi salah persepsi dengan tingkahnya.

"Udah kenalan?" tanya Arumi padanya. "Kenalan dulu," pintanya pada Azalia.

Dengan berat hati dan rasa ngeri, perlahan Azalia memutar tubuhnya. Dia mengangkat wajah untuk menyapa pria itu. Zein yang dari tadi tak melepas fokus padanya pun menunggunya bicara.

Hanya satu detik, Azalia langsung mengalihkan matanya pada sorot mengerikan itu. "A-assalamualaikum, Kak Z-zein, saya Azalia," ucap Azalia yang tak mampu menyembunyikan gugupnya.

"Waalaikumussalam," jawab Zein tanpa beban.

Sesekali Azalia melirik ke arahnya, lalu kembali mengalihkan pandangan. Dari tadi dia merasakan tatapan Zein yang seperti membunuh dirinya sedikit demi sedikit. Zein pun sengaja membuat tatapan itu. Dia sangat ingat, betapa menantangnya ucapan gadis itu saat meninggalkan perusahaannya. Ditambah lagi dengan ulasan gadis itu tentang dirinya, membuat Zein ingin segera menjadikan Azalia daging cincang.

Arumi tersenyum haru mendengarnya. Tak sadar kalau Azalia sebenarnya sudah ingin mati sebab putranya.

"Gimana Zein menurutmu?" tanya Arumi tak tanggung-tanggung.

"Cantik, kok, Mi," jawab Zein dengan sedikit senyum.

Arumi senang bukan main saat mendengar jawaban Zein. Apalagi melihat senyum putranya itu. Berbeda dengan Azalia, dari tadi hatinya itu memohon pertolongan pada Rabbnya. Senyum CEO itu pun lebih terasa seperti pisau bagi Azalia, mengerikan.

"Ya Allah..., aku berlindung pada-Mu dari segala pisau yang bernyawa,"  bisik hatinya.

"Bagus, deh, kalau gitu." Arumi sangat bahagia malam itu. "Ya udah kamu ganti baju dulu sana," suruh Arumi pada Zein.

Zein melangkah menuju kamarnya setelah mengangguki suruhan maminya. Arumi lantas mengajak Azalia untuk menyiapkan makan malam yang juga mereka beli tadi. Lidah Azalia terasa kelu untuk menolak, mengingat tentang kebaikan Ibu Arumi padanya. Berat rasanya untuk berkata kalau dia ingin pulang saat itu juga.

AZALIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang