5. Perlakuan Tak Wajar

4.1K 195 42
                                    

Azalia sudah berada di kampusnya sekarang. Setelah tadi dirinya menolak permintaan Arumi yang menyuruhnya berangkat bersama Zein. Azalia langsung berangkat dari rumah Arumi, tak sempat dia kembali ke rumah bude. Beruntungnya kemarin Azalia dibelikan baju oleh Ibu Arumi.

Gadis itu melangkah dengan pikiran berat. Zein membuatnya diliputi kebimbangan. Dia mengingat kembali apa yang terjadi tadi pagi.

"Mencintaimu?" Azalia bertanya penuh ironi. "Hatiku bukan milikku apalagi milikmu. Jangan merasa kau lebih bisa mengendalikannya. Hati ini sudah ada pemiliknya," ucap gadis itu sebelum akhirnya melangkah lagi.

Zein tertegun mendengar ucapan itu. Dia mengira jika Azalia sudah memiliki calon. Padahal yang Azalia maksud tadi adalah Allah lah pemilik hati itu.

Matahari perlahan naik. Setelah mandi dan salat subuh, Azalia keluar dari kamarnya. Gadis itu bingung harus apa, rumah besar ini tampak sepi. Dia berjalan menuju dapur dan mendapati seorang pembantu rumah tangga sedang menyapu lantai. Azalia menghampirinya.

"Selamat pagi, Bi," sapanya.

"Pagi, Nona," jawabnya.

"Biar Lia bantu, Bi."

Azalia sudah hendak meraih sapu di tangan bibi. Pekerjaan yang bisa dia lakukan sekarang hanya itu, sebab semalam dia sudah mencuci piring bekas mereka makan. Padahal Arumi sudah melarangnya, tapi gadis itu tetap bersikeras.

"Tidak usah, Non." Bibi melarang Azalia meraih sapunya.

"Panggil Lia aja, Bi," pinta Azalia.

"Iya, deh, Nona Lia."

"Lia aja, Bi..., gak perlu pakai Nona," pinta gadis itu lebih jelas.

"Ya udah, Neng Lia aja kalau gitu," tawarnya.

Azalia tertawa geli, melihat respon bibi yang lucu baginya. "Ibu mana, Bi?"

"Itu di halaman belakang, Neng."

"Lia ke sana dulu ya, Bi."

"Iya, Neng."

Azalia melangkah dengan hati-hati menuju halaman belakang, yang semalam tampak begitu indah dari kamarnya. Dia dapat melihat Ibu Arumi yang sedang duduk dengan sebuah majalah di tangannya. Ada teh hangat dan roti di meja samping kursinya.

"Selamat pagi, Bu," sapa Azalia.

Arumi menghentikan sejenak kegiatannya untuk melihat Azalia. "Hei, pagi, Lia. Sudah cantik saja," puji Ibu Arumi setelah melihat Azalia.

Azalia tersenyum sopan. "Terima kasih, Bu."

"Sini, duduk dulu," suruh Arumi.

"Azalia ada kelas di kampus hari ini, Bu. Sepertinya Azalia langsung berangkat saja."

"Benarkah? Baiklah kalau begitu, sebentar Ibu panggilkan Zein biar antar kamu." Arumi sudah bangkit dari duduknya.

"Tidak perlu repot-repot, Bu. Azalia bisa berangkat sendiri, kok. Lagian kasihan, mungkin Kak Zein masih tidur sebab kelelahan," ucap Azalia beralasan.

"Gak mungkin Zein masih tidur, Sayang. Ibu tau dia selalu bangun pagi."

Azalia meneguk salivanya. Dia kehabisan ide untuk beralasan. Keadaan ini sungguh terasa sulit baginya. Mau tidak mau gadis itu harus menunggu Arumi kembali. Azalia tak bisa tenang selama menunggu mereka. Jari-jari tangannya bergerak gusar, kakinya pun tak bisa diam di tempatnya.

"Sudah siap?"

Suara yang tiba-tiba berada tepat di belakangnya itu membuat Azalia terkejut. Lebih terkejut lagi saat Azalia memutar tubuhnya, Zein tepat berada satu jengkal di depannya. Keningnya itu hampir saja menyentuh dahu hingga bibir Zein, kalau saja Azalia tak lekas mundur.

AZALIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang