Pada pagi harinya, dengan mata yang memerah serta warna hitam yang menghias di bawah matanya, tidak lupa dengan rambut yang terlihat masih berantakan bahkan sedikit basah belum kering sepenuhnya. Tine sudah duduk di meja makan bersama kedua orang tuanya yang kini menatap cemas kearah anaknya.
Tine tidak tidur sepanjang malam.
"Tine?" panggil sang ibu menatap cemas takut-takut anaknya terkena tekanan akibat acara makan semalam- tepatnya saat orang tuanya memberitahu tentang perencanaan pertunangan dirinya.
"Huh?" beo Tine pelan menatap kosong kearah ibunya, bahkan makanan yang ada di piring masih utuh dan tidak tersentuh sedikitpun.
Tine memikirkan banyak hal sepanjang malam hingga lupa waktu, bahkan sebelumnya dirinya tidak sadar jika malam telah berganti menjadi pagi hari, dan bulan sudah di gantikan oleh matahari yang bersinar sangat terang.
"Kau baik-baik saja?" tanya sang ibu kembali namun tetap di balas dengan tatapan kosong oleh Tine, dirinya tidak sepenuhnya mendengarkan apa yang di tanyakan oleh sang ibu beberapa saat lalu.
Bagaimana bisa Tine berpikir tenang atau bersikap seperti biasa setelah orang tuanya memberi kabar jika dirinya akan bertunangan dengan Sarawat, seseorang yang ingin ia dekati karna hukuman kalah taruhan dengan ketiga temannya.
Terlebih saat dirinya akan tertidur- walau berakhir tidak bisa. Sarawat menghubungi dan mengatakan sesuatu hal aneh, baginya. Hingga membuatnya terpikirkan sesuatu hingga membuat dirinya tidak tertidur, dan rasa kantuk itu hilang.
Tine mengumpat pada Sarawat malam itu, karna membuat dirinya tidak tidur seperti apa yang di rencanakannya.
Tatapannya kini kembali jatuh pada makanannya, mengambil sendok yang sudah di sediakan lalu mengaduk-aduk makanannya, dirinya sama sekali tidak berniat makan walau sudah di paksakan.
Tine menghela napas pelan, kembali memikirkan jika sebaiknya dirinya berbicara dengan Sarawat perihal pertunangan itu, dalam benaknya Tine berpikir jika semalam Sarawat hanya asal berbicara seperti biasanya dan juga tidak ingin tunangkan olehnya.
Tine mengangguk-angguk tanpa sadar, dirinya sangat yakin jika Sarawat sama seperti dirinya yang tidak ingin berakhir bersama. Terlebih mereka berdua bergender sama, apa yang bisa dilakukan 2 laki-laki jika mereka hidup bersama?
Tine menggleng cepat tidak dapat membayangkan- tepatnya dirinya enggan membayangkan lebih jauh.
"Tine?" kali sang papa yang memanggil dengan nada ragu, terlebih saat melihat anaknya yang tenggelam dengan dunianya sendiri, terkadang Tine akan mengangguk lalu menggeleng cepat tanpa alasan.
"Tine!" panggil sang ibu dengan nada tinggi pada akhirnya, karna Tine hanya melamun dan tidak menjawab panggilan ataupun menjawab pertanyaannya.
"Ya?" jawab Tine pada akhirnya dengan tatapan bingung saat melihat tatapan orang tuanya yang menatap cemas kearahnya.
"Kau baik-baik saja? Nak," tanya sang ibu lebih dulu menggenggam tangan Tine lembut.
Tine menatap sebentar lalu tersenyum tipis dan mengangguk ragu, "aku baik-baik saja. aku pergi, sore ini aku ada latihan," pamit Tine lalu meninggalkan ruang makan menuju kamarnya mengabaikan tatapan penuh tanya kedua orang tuanya.
2gether by JittiRain
Stay for Me by RamaLina
(Jangan lupa untuk menonton series 2gether untuk mendukung mereka)
Siang harinya, Tine sudah tiba di asrama miliknya. Baginya, percuma untuk berlama-lama di rumah. Lagi pula, masih ada banyak tugas yang belum ia kerjakan, walaupun dirinya berbohong tentang latihan di sore hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay For Me ✅
FanfictionSaat itu, seharusnya Tine tidak mengikuti taruhan bersama temannya. Taruhan, yang justru mengantarkan dirinya pada Sarawat, seorang laki-laki populer yang di sukai oleh banyak siswi di kampusnya. Update : setiap hari Jum'at