"ya, sebenarnya ada, aku akan pdkt lebih serius dengan Pear, ia salah satu anggota klub musik, Pear adalah mahasiswa jurusan bisnis. Bagaimana menurutmu?" Win menatap Bright yang terlihat membeku. "ada apa?"
Bright merasakan sesuatu yang retak dalam dirinya. Ia menatap nyalang ke arah Win, jadi dirinya bukan sesuatu dalam diri Win selama ini? Menyedihkan.
"kenapa kau tampak marah, Bright? Sebenarnya ada apa?"
Bright mendekat ke arah Win, Bright meraih kedua pipi Win yang lembut. Menarik kedua pipi itu dan mengecup bibirnya. Win yang kaget hanya dapat membeku hingga bibir Bright tak lagi bersentuhan dengan bibirnya. Bright merasakan perasaan euphoria dan kecewa dalam dirinya. Mengingat keputusan Win beberapa detik lalu yang ingin pdkt dengan seorang gadis.
"itu jawabanku, aku mencintaimu tapi kau tidak, ternyata selama ini aku bukan sesuatu dalam kehidupanmu. Aku hanya korban syaratmu. Aku pergi" Bright lalu pergi dari taman itu, meninggalkan Win yang masih membeku disana. Win duduk pada sisi sebuah bekas air mancur disana. "Bright bodoh" bisik Win pada Bright yang sudah hilang dari pandangannya.
Ia sudah tau bahwa hari ini akan datang, ketika Bright akan meninggalkannya. Namun ternyata itu tak akan berakhir dengan Bright yang pergi saja, tapi meninggalkan sebuah dinding emosional di dalam hubungan mereka. Jika Win mendekat, itu akan mengartikan bahwa Win ingin mereka berkencan. Tapi jika Win tak pergi menemui Bright, maka pemuda itu akan hilang dan tak akan pernah muncul dihadapannya lagi. Win akan kehilangan seseorang yang selama ini menemaninya.
--
Bright datang ke belakang panggung lagi dan terduduk diam disana. Sarawat yang melihat itu segera menmui adiknya. "ada apa? Kau kelihatan kesal" tanya Sarawat, yang dibelakangnya telah berdiri saksi bisu yang peka dengan perubahan mood Bright, yaitu Tine.
Dalam pikiran Tine, sudah dikarang sebuah cerita yang emosional. Bright dan Win bergenggaman tangan, Win menarik Bright ke suatu tempat, salah satunya menyatakan perasaan, namun tertolak. Walaupun tebakannya salah, seperti Tine tau siapa yang mencintai disini. Yap, Bright mencintai Win.
"aku pikir..aku tak suka wanita lagi" ucap Bright, ia lalu melanjutkan penjelasannya, menceritakan apa yang terjadi diantara dia dan Win. Sarawat jadi teringat dulu ketika Tine bilang dia suka seorang wanita, lalu Sarawat mengecup bibir Tine agar ia diam. Pfft lucu ketika mengingat perjuangannya dahulu.
"ya...tapi kau menciumnya kan, pasti dia akan memikirkan ciuman itu dan berpikir 1000 kali untuk pdkt. Jika dia mencintaimu juga, pasti dia akan datang kesini, kembali bersamamu" jelas Sarawat. Tine ingin tertawa sekarang juga, Sarawat tidak pernah tertarik dengan kisah asmara orang lain.
Bright hanya mengangguk dan kembali bergelut dengan pikirannya sendiri. Sarawat dan Tine memutuskan untuk pergi dan memberikan ruang untuk Bright.
Setelah itu Win datang, tapi tak melirik sedikit pun ke arah Bright, akibat kejadian tadi. Ia mengambil tas dan kedua drum stick nya lalu pergi, tanpa sepatah katapun. Melihat kejadian itu Bright jadi kesal, ia mengambil tas berisi gitarnya dan menyambar kunci mobil di meja Sarawat. Ia lalu pergi menyusul Win yang pergi ke arah parkiran kampus. Namun Win sudah hilang ntah kemana, Bright menghembuskan nafas kasar. Cepat sekali Win hilang begitu saja, padahal tadi masih terlihat sosoknya.
Sedang di posisi Win, ia sedang duduk di atas motor sportnya. Ya...bisa dikatakan Win itu anak orang kaya. Ia sudah menggunakan helm dan jaketnya. Mungkin gara-gara helm itu, Bright tak dapat melihat Win yang jelas-jelas parkir di samping mobil Bright. Win segera pulang ke asrama nya tanpa memikirkan apapun kecuali masalahnya dengan Bright.
Bright sendiri tlah pulang ke rumahnya, dan mencoba untuk tertidur di siang hari. Berharap masalah di kepalanya segera menguap dan mencair.
--
Beberapa hari setelah kejadian itu, Bright mendengar kabar yang lumayan buruk tentang kesehatan dunia. Sebuah virus baru ditemukan di Wuhan, China. Kampus memutuskan untuk meliburkan mahasiwa/i nya karna virus ini menyebar lumayan cepat, membuat para masyarakat jadi takut dan mulai memutuskan untuk memasok makanan agar mereka semakin jarang keluar rumah.
"hhh..ini ada apa sih?" ucap Bright kesal. Ia lebih kesal lagi ketika sebuah pengumuman dari kampus di umumkan di insta story kampus. Bahwa belajar dirumah di tetapkan dari hari senin hingga jum'at dengan menggunakan aplikasi video call Zoom.
Hari ini adalah hari dimana mahasiswa/i dipersilahkan untuk memasok makanan terlebih dahulu, besok adalah hari pertama melakukan belajar dari rumah.
Bright lalu berangkat menuju supermarket terdekat dan membeli beberapa bahan memasak yang ia perlukan selama seminggu. Menurut Bright ini tak terlalu merepotkan, masalah hanya...Bright tidak pandai memasak, yang paling banyak ia beli adalah telur dan mie. "astaga ini sangat tidak sehat kalau aku makan mie setiap hari" Bright menggaruk kepalanya bingung.
Bright akhirnya membeli segala jenis bawang, yogurt, nugget, beberapa cooked ham dan sosis. Setidaknya agar ia kenyang ia juga membeli nasi putih. "hmm ini berapa ya?" matanya melirik ke arah sebotol jus apel yang berukuran besar. Ah harga nya masih bersahabat dengan kantongnya, Bright pun pergi ke kasir dan membawa semua bahan masakan itu ke rumahnya.
Setelah itu Bright sarapan di sebuah warung makan di samping rumahnya. Sebagai catatan, Bright itu tinggal sendiri, ia membeli rumah agar lebih dekat dengan kampus. Ya, ia membeli rumah, bukan menyewa. Bright pikir, ia bisa membuat rumah ini menjadi sebuah gudang musik bila nanti ia sudah selesai berkuliah dan pulang kerumah orang tuanya.
Setelah sarapan, ia pulang kerumah dan mendengarkan musik dengan speaker bluetoothnya.
Hidupnya yang gabut dimulai dari saat itu, hingga beberapa hari kedepan. Cukup bosan dengan hari-hari yang ia jalani sama saja, dan terus terulang begitu-begitu saja.
Tok..tok..tok
Seseorang mengetok pintu rumah Bright, sang pemilik rumah pun akhirnya datang ke arah pintu. Membuka pintu dan mendapati seseorang yang ia rindukan datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stop Fooling Urself • BrightWin
Fanfiction"it's so hard to blame you, coz you're so damn beautiful"