Win datang ke rumah Bright. Sebuah kebahagiaan dapat melihat lagi wajah kaget Bright yang lucu. Win lansung memeluk Bright tanpa ragu. "kau menghilang" ucap Win seperti berbisik. Isakan itu terdengar begitu rintih di telinga Bright, yang dapat ia lakukan hanya memeluk Win semakin erat dalam dekapannya. "aku merindukanmu" bisikan itu membuat Win menghangat, nafas hangat Bright menyapa daun telinganya, perasaan ini jarang dirasakan Win.
Bright menutup pintu rumahnya setelah keduanya memutuskan untuk melepas pelukan mereka. Bright dapat melihat Win yang terpaku dengan rumahnya yang tertata rapi, dan bernuansa hitam putih, bahkan perabotannya. "aku suka hitam putih, jadi aku menjadikan semuanya seperti yang aku suka" jelas Bright pada Win.
"mau ke kamar ku?" ajak Bright. Win mengikuti Bright dari belakang dan melihat kamar Bright juga tertata rapi, bernuansa gelap, matanya melirik ke arah beberapa jejeran jenis gitar. Ada gitar akustik, klasik, dan listik. Ada juga sebuab cajon di ujung ruangan. Namun yang lebih mencolok adalah sebuah gitar akustik putih yang di pajang di samping kasur Bright.
"kenapa gitar putih itu tak digabung?" tanya Win.
"itu punya ayah, ayahku sudah tiada" ucap Bright lemas.
"maafkan aku sudah bertanya seperti itu"
"aku tak apa"
Bright lalu terduduk di kasurnya, "ada apa kesini?" tanya Bright pada Win.
"ah, aku hanya rindu, aku ingin mengunjungimu" ucap Win lalu ikut terduduk disamping Bright dan lalu mengambil posisi tertidur.
"aku...aku pikir aku juga merasakan sesuatu yang sama denganmu. Ntahlah, ini terlalu acak. Aku masih bingung" Win akhirnya mengatakan apa yang ia dapat setelah jauh dari Bright selama beberapa hari. Rasa rindu yang meledak ketika ia melihat ke arah drum stick nya. Mengingat betapa saat-saat latihan band adalah yang terbaik ketika ada Bright disampingnya.
"Win, jika memang kau sama seperti yang aku rasakan, itu bagus, sangat bagus. Tapi jika kau masih ragu, jangan berikan aku harapan lalu pergi. Aku pikir kau tak perlu memaksakan dirimu, setidaknya buka saja hatimu padaku" ucap Bright. Ia lalu merangkak menindih Win di bawahnya. Mereka saling berpandang untuk beberapa waktu, terlalu berharga untuk melewatkan betapa dalam mata itu menatap. Perlahan tangan Win meraih tengkuk Bright, menginginkan sesuatu yang lebih dari sekedar bertatap mata.
Tangan itu menarik Bright mendekat darinya, semakin dekat...bibir itu saling bertemu, inilah yang ditunggu keduanya. Berbagi kehangatan ketika keduanya saling menginginkan adalah hal yang sangat indah, terlalu naif untuk menolak pesona cinta diantara mereka berdua.
Cukup lama bibir itu saling tertaut, hingga akhirnya..
"BRIGHT!!! Kau dimana? Aku—BRIGHT!!!"
Tine datang tanpa suara, melihat sebuah adengan yang tidak sehat untuk matanya. Sarawat menyusul karna suara Tine yang melengking. Bright dan Win terbangun dari posisi mereka tadi karna kaget. Bright lupa bahwa Sarawat juga punya kamar disini (kadang ia menginap kesini), Bright lupa menutup pintu kamarnya, Bright lupa Tine tidak bisa menjaga rahasia, Bright kesal pada dirinya sendiri sekarang.
"wuih...Bright kau berani sekali tak menutup pintu" ucap Sarawat dibelakang Tine, terdapat nada bangga di kalimat yang ia ucapkan. Bright jadi malu, apalagi Win. Inilah pertama kalinya ia melihat Sarawat ada dirumah, biasanya pasti dikamarnya terkurung atau pergi keluar dengan Tine.
Setelah masalah Bright dan Win terciduk, mereka memutuskan untuk makan malam bersama, hitung-hitung dapat mengobrol bersama juga.
"kau tau punya pikiran untuk menginap disini?" tanya Sarawat pada Tine, "tidak, aku akan pulang ke asrama" ucap Tine menjawab dengan cepat. Kapok dengan kelakuan Sarawat yang manja ketika bersama dengannya. Walaupun kecewa tapi Sarawat tak apa, masih ada gitarnya yang menemaninya.
"kau tak menginap disini?" tanya Bright pada Win. Semuanya diam, ingin tau apa jawaban orang dingin seperti Win. Mereka pikir pasti tertolak, namun ternyata tidak. Win mengangguk menanggapi pertanyaan Bright.
Sarawat dan Tine saling menatap, sepertinya Win memang mulai jatuh cinta pada anak jahil seperti Bright.
"asal jangan ribut" ucap Sarawat, lalu ia cekikikan dengan Tine karna tak sengaja sebuah pikiran kotor muncul di pikiran mereka. Astaga, dasar pasangan muda. Bright hanya dapat menggeleng melihat kelakuan kedua orang di depannya.
Malam pun tiba, Sarawat pergi ke kamarnya di lantai 2, sedangkan Bright dan Win pergi ke kamar Bright dilantai 1. Mereka berdua nampaknya agak canggung, hingga Bright memutuskan untuk memainkan gitarnya. Sedangkan Win hanya menonton dari kasur Bright, melihat betapa lihainya jemari-jemari itu memainkan setiap kunci chord dengan lancar.
"kau suka?" setelah selesai memainkan gitarnya, Bright menatap Win yang bengong melihatnya. Betapa imutnya sisi lain dari pemuda itu, membuat jantung Bright berdesir hangat.
"ya, suka, apalagi jika kau yang memainkannya" ucap Win pada Bright, yang dipuji tersenyum dan berjalan mendekati Win setelah mengembalikan gitar pada tempatnya.
Bright duduk disamping Win, memeluk pinggang ramping itu erat, sedangkan kepalanya bersender pada pundak Win. "biarkan saja seperti ini sebentar, sampai nanti kita tidur" ucap Bright. Win mengangguk, secara otomatis tangannya meraih pucuk kepala Bright dan mengelusnya lembut.
"Win, aku tau ini terlalu cepat. Aku pikir kita terlalu dekat sebagai teman..."
Bright mulai melancarkan aksinya, ia menindih Win, dibawah pelukannya Win menutup matanya karna gugup yang ia rasa. Tangan hangat Bright mengelus Win, agar pemuda itu membuka matanya. Win membuka matanya, merasakan rasa hangat itu menjalar ke seluruh bagian dari dirinya.
"bagaimana kalau kita jadi sepasang kekasih?" tanya Bright.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stop Fooling Urself • BrightWin
Fanfiction"it's so hard to blame you, coz you're so damn beautiful"