Enam

8 1 0
                                    

"Oke nanti malem Abang temenin kamu ketemu sama Gavin." putus Raefal, pria itu tengah duduk dikursi meja belajar milik Naya.

"Terima kasih Abang Nay yang paling guanteng." ucap Naya.

"Ya iya la Abang kamu satu-satunya." jawab Raefal malas.

"Kamu udah yakin mau ceritain semuanya?" tambah Raefal pria itu menatap dalam kearah manik adiknya, ia selalu bisa melihat bagaimana kejujuran ada disana jika memang itu adalah dirinya.

"Yakin gak yakin." jawab Naya tersirat sedikit keraguan, gadis itu memeluk erat sebuah boneka beruang yang sedari tadi dalam pangkuannya.

"Harus yakin." kata Raefal sambil tersenyum hangat.

Naya ikut senyum, ia bangkit dari posisi duduknya di kasur kemudian beranjak dan memeluk Abangnya tersayang itu. Melonggarkan pelukannya kemudian tersenyum dan mengecup pipi Abangnya.

"Nay bau, mandi sana gosok gigi juga tuh." ucap Raefal sadis, pria itu menjauhkan wajahnya.

"Abang nih merusak suasana." ucap Naya kesal dan melepaskan peluk seutuhnya.

"Udah sana pergi hus hus, Naya mau siap-siap." tambahnya, gadis itu mendorong tubuh tegap Raefal dengan paksa untuk keluar dari dalam kamarnya.

"Galang nungguin dibawah tuh." ucap Raefal dari ambang pintu sambil terkekeh, pasalnya tujuan awalnya kekamar Naya memang untuk memberitahu adiknya itu bahwa Galang mencarinya.

"Lha kenapa gak ngomong dari tadi abang." kesal Naya gadis itu berjalan menyusul abangnya yang sudah keluar dari kamarnya.

"Tadinya mau bilang, eh pas masuk kamu langsung cerita ya udah lupa kan jadinya." kata Raefal diakhiri cengiran khas dan tak lupa jari tangannya membentuk simbol peace.

✴✴✴✴

Kerlap kerlip lampu jalanan dan objek-objek lain yang berada disepanjang jalan tak lepas dari perhatian Naya, gadis itu tengah berada di mobil bersama abangnya, menuju ke caffe yang Gavin maksud.

"Biasa aja kali Nay, nggak usah tegang gitu udah kek mau sidang skripsi aja tuh muka." Raefal terkekeh melihat adiknya itu yang sangat tegang terlihat dari ekspresinya.

"Ap-apaan si orang Naya biasa aja kok." elak Naya gadis itu kembali memandang jalanan lewat jendela setelah tadi sempat menengok ke abangnya yang terkekeh.

Beberapa menit kemudian Naya dan Raefal sampai di Caffe, mereka segera turun dan masuk ke dalam Caffe tersebut, sempat mengedarkan pandangan dan akhirnya menemukan sosok yang mereka cari. Gavin tengah duduk membelakangi mereka di meja paling pojok. Kesukaan Gavin memang tidak pernah berganti.

Naya tersenyum.

"Gavin." seru Naya, gadis itu mengambil alih tempat duduk di depan Gavin dan diikuti oleh Raefal.

"Bang Epal." sapa Gavin mereka ber highfive ria.

"Ternyata masih inget gue." kata Raefal kemudian terkekeh pria itu mengambil duduk disebelah Naya berhadapan dengan Gavin.

"Mana mungkin lupa bang."

"Lo kan pelupa wahai anak muda." sahut Raefal kemudian terkekeh.

"Yang tua jauh lebih pelupa." kata Gavin tak mau kalah.

"Ehem." Naya merasa terabaikan sekarang, gadis itu duduk dengan tidak nyaman, degup jantungnya tidak bisa ia kendalikan, terlalu liar.

Gavin dan Raefal saling berpandangan kemudian menunjukkan cengiran mereka masing-masing

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ELAXITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang