[4] KAHLEA

138 31 4
                                    


" ndak bisa nak Genta, kan you know sendiri this is sudah peraturan dari school, datang before jam 07.15, kalo lewat dari itu ya sorry sorry saja, pagar harus di close,” Pak Mukidi—satpam sekolah menghentikan kami berdua karena kami telat 12 detik.

“ telat 12 detik doang pak, yaallah!” Genta menjerit frustasi. Aku segera turun dari motor dan berharap pelajaran belum dimulai serta berdoa dalam hati semoga mama tidak bakalan tahu kalau aku terlambat hari ini.

Tatapan pak mukidi langsung tertuju ke arahku dan dia hanya bisa menggelengkan kepalanya.

“ peraturan is peraturan.” Kata pak Mukidi dengan sambil meletakkan kedua tangannya dipinggang. Tetap tidak membukakan pagar untuk kami.

“ sini deh pak, deketan sini,” celetuk Genta akhirnya dengan suara penuh harap. Aku juga sudah hapal kebiasaannya yang satu ini. Artinya kegiatan tawar menawar versi genta akan segera dilakukan.

Pak mukidi kemudian memajukan lehernya ke pagar agar bisa mendengar bisikan Genta.

“ 20 ribu gimana pak?”

“ eh maksud you, you mau nyogok bapak ya?” Pak Mukidi sewot. Kumis tipisnya mulai bergerak-gerak. Tapi detik berikutnya pak Mukidi mengalihkan melihatku lagi.

“ Kahlea is smart, tapi bapak don’t know why dia mau temenan sama orang kayak you ini,” Pak Mukidi akhirnya menyerah dan mulai menggeser pagar sambil tetap mengoceh. Genta yang melihat ini dengan cepat masuk dan memarkirkan vespanya ketempat parkir sekolah.

" soalnya saya ganteng. Gitu aja kok pake nanya." kata genta sementara menyerobot masuk begitu saja.

“ eh Genta!” teriak pak Mukidi dari belakang. “ don’t pura-pura forget ya kamu!”

“ oh iya iya, maaf pak, saya lupa terimahkasih. Makasih ya pak udah ngebiarin saya sama Kahlea masuk. Janji pak besok ga telat lagi.” Jelas Genta sambil melepas helmnya.

“ bukan itu! 20 ribu buat saya mana?”

Aku refleks menepuk jidat saat mereka berdebat lagi. Ingatkan aku untuk tidak lagi terlambat agar menghindari situasi seperti ini.

Akhirnya genta merogoh sakunya dengan tidak ikhlas dan mengeluarkan dua lembar uang sepuluh ribu lalu memberinya pada pak Mukidi.

Koridor sekolah mulai sepi setelah bel jam pelajaran pertama berbunyi 10 menit yang lalu. 10 menit yang kami habiskan untuk berdebat dengan pak mukidi didepan pagar.

Tapi, belum selesai kesialan kami pagi itu, seorang guru BK yang sering wara-wiri disekolah mendapati kami ketika belum mencapai kelas.

“ Eh itu yang telat, sini sini!” teriak Pak Budi dari ujung koridor. Dengan refleks Genta langsung menarik tanganku dan naik kearah tangga karena letak kelas 12 berada dilantai dua.

“ Magenta. Cakrawala. Argunto!" kudengar pak budi berteriak dibelakang sana dengan penuh tekanan sambil ikut berlari mengejar kami.

" Bapak bilang berhentiii!” Pak Budi semakin mendekat tapi suaranya terdengar putus asa. Ia mulai menaiki anak tangga saat kami sudah sampai di atas.

ANTARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang