Terkadang aku membenci sisi maskulinitas.
....
Adik dan Kakaku tergeletak lemas, selemas jiwanya yang masih belum dapat menerima kepergian Bapak.
Mereka pingsan,mungkin karena syok. Bayangkan baru saja kami kehilangan seorang Mamah yang begitu kami cintai, tak lama kemudian Bapakpun menyusul, siapa yang tak hancur."Tunjukan keimananmu!"
Aku memenang terlihat tegar disetiap mata yang menatapku, disetiap hati yang berprasangka padaku.
-
Bapak meninggal selang 26 hari kepergian Mamah, dan diwaktu yang hampir sama juga yaitu dibatas hari, saat Magrib.
Saat adzan berkumandang, mereka ditakdirkan untuk menemui Sang Penciptanya.
Hah sungguh ini cinta sehidup semati, berlangsung dimataku.
Mamah tak ingin kehilangan Bapak, dan Bapak tak kuasa merasakan pedihnya hidup tanpa Mamah.Aku memandikan Bapak, seusai Magrib.
Kelak kalianpun sama sepertiku akan memandikan orang tua kalian sebagai bakti terakhir atau mungkin juga orang tua kalian. yang memandikan.
Ingat selalu kematian itu sangat dekat.Kali ini aku ikut mengkafani tubuh Bapak, untuk melihat terakhir kalinya wajah Bapakku, Adik dan Kakaku menangis seseungukan, aku masih coba menahan.
Tapi selang beberapa lama saat semua tubuhnya dibungkus kain putih, ada rasa yang begitu kuat menyergapku, seperti bom waktu yang menyesakan dadaku.
Aku tak sanggup, kemudian berjalan kedalam kamar, memegang dada yang sesak terpelungkup diatas kasur.
Perlahan aku menetesakan air mata.
Beberapa orang menenagkanku, tapi tetap sulit rasanya menghilagkan rasa ini."Gw tau ini berat" Tiba-tiba suara yang familiar terdengar dalam telingaku.
Aku mendengar suara isak yang tertahan.
Ternyata anak itu, temanku yang saat itu menemaniku saat pemakamab Mamah, dia berusahan menenangkanku. Walau dia sendiri ikut menangis.
Dasar cengeng.Dibujuk aku untuk keluar menemui teman-temanku yang ternyata sudah datang untuk bertajiah dan menghiburku.
Aku malu dengan mata yang sembab, pipi dan hidung yang basah.
Aku tanggahkan wajah, berusaha tersenyum, menyambut mereka.
Aku datangi kedua temanku yang menemaniku saat pemakaman Mamah, kemudian aku dipeluknya.
Sekian lama aku tak pernah merasakan pelukan, meski dari seorang lelaki.
Pelukan adalah tanda kasih sayang.
Dan terkadang aku membenci maskulinitas, yang mengharamkan pria untuk menangis, untuk saling memeluk dan mengutarakan segala isi hati.
Aku yakin setiap orang butuh pelukan, kehangatan kasih sayang, keperdulian dan pendekatan.
Ya saat itu aku membutuhkan pelukan, pelukan dari orang-orang yang hadir dalam hidupku.Teman kamar kostanku ternyata juga hadir, orang yang aku anggap patung kala itu.
Tiba-tiba dia datang menyergap kekosongan dan memelukku, parau hatinya mungkin melihat kondisi dan kenyataanku.
Dia menangis dan mencoba menyabarakanku, akupun ikut menangis, untaian kata maaf keluar dari bibir kami berdua, berharap dapat melupakan segala kesalahan yang sering kita perbuat.
Malam itu aku dipenuhi pelukan, dan menanggalkan sisi maskulinitasku.
Pelukan yang masih berkesan, karena jarang sekali aku mendapatkannya.Terima kasih telah datang mengujungi jiwa yang sedang runtuh.
"Need hug?"
"Ya, I think"
KAMU SEDANG MEMBACA
Patah Hati Lalu Lagi
Short StoryIni bukan soal patah hati asmara. Bukan kisah cinta hawa nafsu. Ini adalah patah hati seorang anak Adam pada kedua mentarinya. Ya ini adalah patah hati kehilangan.