Prolog

1.2K 43 2
                                    

"Dasar jambret sialan, jangan lari kamu!" teriak Arimbi.

Gadis itu terus berlari, melewati lapak demi lapak pasar tradisional, gesit menyelip di antara lalu lalang pedagang dan pembeli tanpa merusak barang dagangan di sekitar.  Sementara yang dikejar tak lepas dari tajamnya bidikan mata sipit yang kali ini takkan membiarkan pencuri paksa itu melenggang bebas setelah beberapa aksinya gempar menggegerkan dan meresahkan pengunjung pasar.

Arimbi berhenti sejenak, melepas sendal jepit yang menghambat laju berlari. Lantas dipindahkannya ke tangan. Dari jarak 5 meter, lelaki berambut gondrong dan berjaket kulit terus berlari menuju jalan utama. Sekali lagi gadis yang mengenakan kaus oblong putih itu merutuk. Pasti komplotan jambret sedang menunggu rekannya di sana.

"Woy, berhenti!"

Arimbi melempar satu alas kakinya setelah jarak dengan penjambret kian dekat. Namun naas, dia salah sasaran dan malah mengenai kepala seseorang yang tengah berdiri sambil menelepon di pinggir jalan. Gadis berusia 21 tahun itu tak peduli, meminta maaf urusan belakangan yang terpenting penjahat itu tak boleh lepas dari buruannya.

"Mau lari ke mana kamu, Nona?" Tangan Arimbi tercekal saat melewati pria yang tak sengaja ditimpuknya.

"Lepaskan aku! Nanti aku akan meminta maaf." Arimbi berusaha melepaskan cengkeraman kuat itu. Namun percuma, si jambret sudah tak tertangkap oleh mata.

"Tidak semudah itu, Nona!"

"Sialan! Gara-gara kamu buruanku jadi lepas. Aaaargh!" Arimbi meringis, merasakan sakit pada pergelangan tangan. Perlahan cekalan kuat itu terurai.

"Lain kali pastikan lihat kanan kiri dulu jika ingin melempar sesuatu." Pria berpakaian santai mengenakan celana jins pendek serta kemeja strip navy sesiku menatap tajam wanita yang juga menatapnya tak kalah tajam.

"Maaf! Tapi tolong kembalikan sendalku!" Arimbi mengulurkan tangan, meminta alas kaki merah muda yang telah pudar warna.

"Benda menjijikkan ini terlempar tepat di kepala  Anthony. Jelas-jelas ini sebuah penghinaan. Maaf, Nona! Aku tidak bisa memberikannya padamu," ucap pria itu.

"Kumohon! Sendal itu sangat berharga untukku."

Lawan bicara Arimbi menimang-nimang benda berbahan karet tersebut. Apa yang berharga dari barang sampah seperti ini sampai-sampai wanita di depannya memohon sedemikian rupa.

Lelaki yang menyebut dirinya Anthony membawa benda berharga milik Arimbi memasuki mobil sport hitam beroda besar yang terparkir beberapa meter dari mereka. Tak tinggal diam, Arimbi mengejar orang asing yang baru saja ditemuinya. Menggedor pintu kaca depan milik pengemudi. Sia-sia ... kendaraan roda empat itu tetap melaju membelah jalanan.

"Berhenti!" Teriakan Arimbi tak juga menghentikan laju kendaraan yang berlalu dari hadapannya.

Tubuh gadis itu meluruh, terduduk menekuk lutut. Pilu memandangi sendal yang kini hanya tinggal sebelah. Sudut mata telah tergenang cairan bening, tak lama menetes melalui celah pipi sebelum akhirnya terjatuh di tanah.

"Maafkan Arimbi, Ayah ...."

Sebelum mobil melesat secepat kilat, Arimbi sempat mengingat plat nomor kendaraan. B?

Bukankah B itu untuk wilayah Jakarta?

Haruskah pergi ke sana?

Cinderella Sendal Jepit(Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang