Embusan angin pagi menerpa wajah polos tanpa riasan milik Arimbi. Tangan kiri terulur setelah pintu kaca mobil terbuka. Lagi-lagi merasakan pergantian udara yang semula bersih menjadi tercemar akibat padatnya rutinitas di sejumlah titik jalanan Ibu Kota.
“Apa AC mobilku kurang dingin?” tanya Jennifer di belakang kemudi.
“Tidak. Maaf, jika aku sedikit kampungan.” Menarik tangannya kembali, Arimbi menahan malu seraya menaikkan kaca mobil.
“Aku mengerti.” Jennifer tertawa kecil memaklumi.
Arimbi masih asyik mengamati jengkal demi jengkal jalanan yang dilalui. Sesekali gadis yang mengenakan kemeja kotak-kotak dan celana jin itu memekik saat mendapati bangunan-bangunan megah yang hanya bisa disaksikannya di TV.
Secara fisik penampilan Arimbi sangatlah biasa. Namun, di kota sebesar ini dia cepat sekali beradaptasi. Cukup diberitahu satu kali tentang apa pun itu, dia akan langsung memahami tanpa perlu bertanya lagi.
Jennifer berjanji, begitu jadwal longgar dia akan merombak total penampilan Arimbi. Bukan rahasia jika dia selalu menjadi penata gaya busana siapa pun yang berdekatan dengannya. Termasuk asisten pribadi.
Mobil berhenti di sebuah kawasan pariwisata di bilangan Jakarta Timur. Tempat yang dipilih para kru untuk pengambilan beberapa adegan dalam film.
Tak sedikit pun waktu digunakan untuk sekadar basa basi. Penata rias langsung menggiring Jennifer menuju tenda khusus. Sembari dipoles sedemikian rupa, pemeran utama wanita tersebut tampak menghafal script yang disodorkan pria bertopi kabaret.
Selesai di-make up, Jennifer membaur bersama sejumlah kru. Semua berada di posisi masing-masing. Ada yang bertugas membawa papan take sebagai tanda dimulainya sebuah adegan. Ada yang bertindak sebagai pengatur lighting, ada pula berdiri di belakang kamera, sudahkah sesuai dengan ekspektasi.
Beberapa scene terlewati tanpa kendala. Tibalah pada adegan berbahaya yang akan dilakukan oleh stuntman. Sebuah film yang mengusung tema dunia balap, dan Jennifer dituntut untuk bisa mengendarai moge dengan cc besar. Namun, untuk freestyle motor harus menggunakan pemeran pengganti.
“Bos, stuntman kita tidak bisa datang, bagaimana ini?” teriak salah satu kru.
Sang sutradara mendengkus, karena otomatis menganggu jadwal shooting. Padahal setelah ini harus segera pindah lokasi. “Kita tak mungkin menggunakan jasa Jarwo, posturnya terlalu besar untuk stuntman Jennifer.”
“Aduh, bagaimana ini? Jam 3 sore aku harus menghadiri live talk show di stasiun TV.” Perempuan 25 tahun itu tak kalah cemas, selama ini citranya selalu bagus perihal ketepatan waktu.
“Ada apa?” Arimbi mendatangi bos barunya yang tiba-tiba duduk menepi dari lokasi pengambilan gambar.
“Pemeran penggantiku tidak bisa datang, sedang adegan itu sangat penting sebagai penunjang feel.”
“Adegan seperti apa?”
“Freestyle motor.”
“Aku bisa melakukannya.” Arimbi berucap penuh keyakinan.
“Kamu?” Jennifer yang diapit oleh dua make up artist membelalak tak percaya.
Uji coba pun dilakukan karena Arimbi memaksa, dia mengaku pernah mengikuti pelatihan freestyle dalam sebuah komunitas anak motor. Tentu ini sangat mengejutkan, mengingat bahwa dia seorang perempuan. Namun, kegigihannya membuktikan ucapan mendapat sambutan tepuk tangan dari semua kru.
Kostum Arimbi berganti dengan kostum yang sama persis seperti yang dikenakan Jennifer. Secara fisik, postur tubuh mereka tak jauh berbeda. Hanya saja, milik sang artis lekukan tubuhnya sangat kentara.
Bayaran cukup besar menanti jika Arimbi mampu mengeksekusinya dengan baik. Kini, dia tengah bersiap melajukan motor sesuai arahan. Dalam satu kali teriakan 'action' Arimbi melakukan gaya wheelie yaitu mengangkat ban depan motor dan berjalan menggunakan ban belakang.
Jennifer dan penonton yang memadati area shooting dibuat ternganga. Sulit dipercaya gadis kampung itu lihai memainkan gigi, perseneling, serta tuas gas demi sebuah aksi mendebarkan yang menuai decak kagum.
“Kamu hebat!” Jennifer memeluk kawan barunya di sela debar dada yang tak keruan melihat adegan berbahaya yang dilakukan oleh Arimbi. Untuk kedua kali gadis sendal jepit menolongnya di saat yang tak terduga hingga job lain pun dapat diselesaikan tepat waktu.
**
“Makanlah yang banyak! Kalau mau pesan menu lain bilang saja.” Jennifer menyodorkan beberapa varian menu untuk seseorang di seberang meja kafe outdoor dekat salah satu stasiun TV swasta.
Tanpa menunggu perintah dua kali, Arimbi langsung menyambar kentang goreng serta ayam krispi, lantas melahapnya bergantian. Lapar bisa membuat dirinya demikian kalap. Jennifer tertawa lebar menyaksikan keseruan di depan mata.
“Kamu tidak makan?” Setelah piring-piring putih bersih tanpa sisa makanan, Arimbi baru ingat menawari bosnya.
“Menuku berbeda denganmu. Nanti ada asisten khusus yang akan membawakan makanan untukku.”
Begitulah, menjaga tubuh tetap sehat dan indah adalah aset utama seorang artis. Dia tak boleh makan sembarangan. Pernah suatu kali Arimbi mendapati Jennifer hanya memakan nasi dua sendok saja, daging yang diolah pun tak boleh memiliki kandungan lemak berlebih. Begitu tersiksanya demi mempertahankan eksistensi.
“Oh, ya. Bagaimana bisa kamu masuk komunitas anak motor?” Jennifer heran karena selama di kampung Arimbi kemarin, dia tak menemukan motor besar terpampang di sana. Hanya ada satu unit skuter matik setengah pakai.
“Teman-temanku yang sukarela meminjamkan motor di event-event tertentu. Aku belajar freestyle dari pembalap senior.”
Sebuah cerita yang tak mengada-ada. Arimbi mengenal dunia jalanan semenjak bersekolah SMA. Sekian lama terkurung dalam kesunyian, hatinya memberontak. Masuk ke dunia baru membuatnya sedikit terlupa akan orang-orang terkasih yang telah tiada. Sebuah komunitas positif yang baginya adalah rumah kedua.
“Ikut aku!” Arimbi terenyak melihat Jennifer ditarik paksa oleh pria tak dikenal.
“Lepaskan!” Jennifer meronta, mencoba melepaskan cekalan tangan.
“Ikut aku sekarang juga!” perintah lelaki berkacamata hitam, setengah memaksa.
“Aku tidak bisa, sebentar lagi ada jadwal live di TV.”
“Jangan sampai aku menggunakan kekerasan untuk membawamu pulang.” Ancaman semena-mena lelaki berjaket hoodie itu membuat Arimbi meradang.
“Hey, Tuan! Apa harus seperti itu cara memperlakukan wanita?” Arimbi berdiri menantang.
“Kamu siapa? Jangan mencampuri urusanku!”
“Jelas ini urusanku karena kamu sudah bertindak kasar dengan Bosku.” Arimbi menepis jari telunjuk yang menuding ke arahnya.
“Lalu apa maumu?” Lelaki itu membiarkan tangan Jennifer terlepas dari genggamannya.
“Ini mauku.” Arimbi menarik kerah jaket pria yang lebih tinggi darinya lantas mendorong tubuh lawannya hingga tersungkur di lantai. Tak menyia-nyiakan kesempatan, Arimbi menendang bagian vital musuh yang langsung berteriak kesakitan.
“Stop Arimbi! Nanti dia bisa mati.” Jennifer tergopoh melerai adegan perkelahian. Beruntung tak ada pengunjung lain di kafe ini. Gawat kalau sampai terekam oleh tangan jail.
“Hey, Nona! Kupastikan besok kamu mendekam di penjara.” Ancaman mengerikan keluar dari mulut pria yang kini berdiri sempoyongan.
“Cukup Anthony! Dia hanya ingin melindungiku. Aku membayar dia untuk itu,” bela Jennifer.
“Yang benar saja. Pengawalmu ini begitu bar-bar.” Anthony mengepalkan tinju pada Arimbi.
“Kamu! Aku ingat, kamu yang sudah membawa lari sendal jepitku. Kembalikan sendalku!” teriak Arimbi. Tepat saat Anthony melepas kacamata hitamnya.
Next
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella Sendal Jepit(Sudah Terbit)
RomanceCinderella selalu identik dengan sepatu kaca. Apa jadinya jika Cinderella milenial ini memakai sendal jepit? Dan apa sesungguhnya misteri di balik sendal jepit yang tak sengaja mempertemukan dia dengan seseorang? Apakah itu seorang pangeran? Cekidot!