Dalam Keresahanku

9 0 0
                                    

Hotel Deafah, Makkah Al Mukarromah

(Son Haji)
Jam masih menunjukkan pukul 8.00 waktu Makkah. Aku baru saja memasuki lobi hotel tempat kami bermalam selama 4hari kedepan. Kulihat beberapa jamaah bapak dan ibu dari Dago Wisata berdiri di depan pintu lift. Aku bergegas menghampiri.

"Assalamualaikum," ucapku menyapa.

"Wa'alaikumussalam warohmatullaahi wabarokaatuh," serempak mereka menjawab salamku.

"Eh, ustadz Son Haji. Sok atuh, barengan aja sekalian sarapan ya," seorang ibu menyapaku.

"Iya bu, bisa langsung ke tempat makan. In syaa Allaah sudah disiapkan. Untuk hari ini kita free kegiatannya, jadi kalau mau istirahat silahkan. Mau belanja atau jalan-jalan juga boleh. In syaa Allaah nanti sore bada asyar baru kita agendakan kegiatan untuk besok," jawabku menerangkan.

Aku termenung dalam lift. Mata sembabnya masih terbayang di pelupuk mataku hingga saat ini. Pertanda bahwa semalaman dia telah menumpahkan begitu banyak airmata. Ada sebongkah sesak menyeruak dalam dada, menyebarkan rasa iri kepada sosok lelaki yang Allaah pilihkan untuknya yang mungkin menjadi penyebab tangisnya semalam.

Suara pintu lift yang terbuka menyita perhatianku. Aku dan beberapa jamaah rombongan keluar, menuju ruang makan. Aroma masakan khas indonesia segera menyerbu indera penciumanku. Membangkitkan rasa lapar yang sejak subuh tadi menggeliat bangun.

"Ustadz," seseorang memanggilku.

Aku bergegas menghampiri. Seorang bapak yang tampak kebingungan mencari seseorang.

"Iya, ada apa ya pak? Apa ada yang bisa saya bantu?" tanyaku begitu dekat dengan beliau.

"Dari tadi saya nyari istri saya belum ketemu ustadz, tadi waktu sa'i kami terpisah. Saya tadi sudah mencoba nyari tapi belum ketemu," jawabnya menerangkan.

"Loh, tadi istrinya bersama siapa?" aku balik bertanya

"Lha itu yang saya juga tidak tahu ustadz," jawab beliau.

Aku bergegas menghubungi muttowif yang lain. Barangkali diantara beliau bertiga ada yang saat ini sedang bersama ibu Dedeh.

Beberapa rekan jamaah juga segera share berita di group. Berharap mendapatkan jawaban segera.

"Bapak sarapan dulu, saya akan coba mencari kabar ke teman-teman yang lain," ucapku mencoba menenangkan.

"Iya ustadz," jawab beliau singkat.

Aku kembali melihat tanggapan jamaah di group. Saat aku sadari bahwa kontak itu juga tidak aktif, aku bergegas kembali ke lobby. Berdoa, semoga tidak terjadi apa-apa pada mereka. Begitu sampai di pelataran hotel, kucoba menghubungi kontaknya. Kontaknya betul-betul tidak bisa dihubungi. Tanda centang 1 masih bertahan. Aku mengusap wajahku. Cemas.

Setengah berlari, aku kembali menuju Masjidil Haram. Berusaha menghubungi kembali ustadz Adhi dan ustadz Abdurrahim yang masih berada di Masjidil Haram. Mencari kabar tentang ibu Dedeh, juga wanita itu.

Di bin dawood, kutemukan ustadz Adhi dan ustadz Abdurrahim yang sedang berjalan pulang dari arah Masjidil Haram. Aku bergegas menghampiri.

"Bagaimana ustadz, apa ibu Dedeh ketemu?", tanyaku dengan nafas memburu.

"Sudah, tadi bareng sama ibu Ayana dan ibu Sri. Tadi saya ketemu di depan kamar mandi wanita. Ibu Dedeh ke kamar mandi, makanya tadi sempat terpisah. Alhamdulillaah ketemu ibu Sri yang juga sedang di kamar mandi. Beliau berdua masih menunggu di sana," jawab ustadz Adhi.

Aku memejamkan mata mendengar penuturan beliau. Lega mendengar kabar itu. Setidaknya mereka baik-baik saja.

Alhamdulillah, serangkaian acara yang sudah diagendakan berjalan lancar tanpa halangan yang berarti. Insiden hilangnya ibu Dedeh sempat mewarnai guyonan diantara para jama'ah. Tak terasa esok adalah hari terakhir keberadaan para jamaah umroh ini di tanah suci. Dan selama 3hari ini, belum sekalipun aku berhasil mendekati wanita itu. Wanita yang mampu membuatku terjaga lebih lama, wanita yang mampu membuatku menahan lapar lebih lama agar bisa sekedar bersantap bersama meski tidak dalam 1 meja.

***

Para jamaah sedang berkumpul di teras Masjidil Haram. Senyum bahagia dan haru mewarnai wajah-wajah mereka, setelah berhasil melaksanakan sholat sunnah di Hijr Ismail. Bukan hal yang mudah, semua butuh kerjasama dan perjuangan. Aku menatap satu per satu senyum dan bahagia di wajah itu.

Kulihat ustadz Adhi bergegas menghampiri ustadz Deden, pendamping bus 2 dari Bandung.
Aku terhenyak, benar-benar terkejut ketika mendengar ustadz Adhi berkata jika wanita itu tidak berada dalam rombongan. Apa dia terpisah? Kalau tersesat kecil kemungkinannya, karena selama di Makkah kulihat dia sudah sangat luwes dengan lingkungan sekitarnya. Komunikasi juga bukan halangan meski dia mengaku kemampuan bahasa arabnya minim.

Tapi kenapa tidak ada seorangpun yang tahu keberadaannya. Dimana dirinya? Mengapa dirinya tiba-tiba menghilang? Di akhir perjalanan ini, mampukah aku jujur menyuarakan isi hatiku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

One Moment in HaramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang