4

1K 70 5
                                    

Anak perempuan itu sangat labil
Selalu saja meminta sesuatu hal yang lebih

***

Dengan semangkuk mie ayam di tangan kanan dan segelas jus stroberi di tangan kirinya, Chika mencari kursi kosong di kantin sekolah. Memang agak sulit mendapat kursi di jam makan siang seperti ini, terlebih Chika hanya sendiri dan dia bukan sosok senior yang suka mengambil kursi adik kelas dengan seenaknya. Kalau harus duduk berbaur di antara orang-orang yang asing baginya pun bukan masalah, asal dia bisa menyantap makan siangnya. Walau Chika akan lebih senang makan bersama orang yang dia kenal, tapi sahabatnya malah pergi tepat setelah bel istirahat entah ke mana.

Saat Chika menyapu pandangannya ke seisi kantin, dia menemukan seorang siswa melambaikan tangan padanya. Gito, ketua tim basket yang juga merupakan teman seangkatannya memanggil sambil tersenyum. Nampaknya Gito juga sendirian karena ada satu kursi kosong di depannya dan dua kursi lagi diisi oleh siswa lain—yang nampak asing bagi Chika—yang dia asumsikan sebagai adik kelas dan juga bukan anak basket.

"Kosong?" tanya Chika yang dibalas anggukan oleh Gito.

"Sendirian?" Mereka menanyakan hal yang sama berbarengan sehingga keduanya tertawa.

"Gua dulu yang jawab. Iya, sendirian. Kalau yang di sebelah gak dihitung nemenin sih," jawab Gito dengan suara dipelankan sambil melirik dua adik kelas di sampingnya yang sedang sibuk mengobrol. "Lo gak sama Badrun?"

Chika menggelengkan kepala. "Gak tau anaknya ngilang ke mana," jawabnya sambil mengaduk mienya. "Ini gua gak bakalan dimarahin Eli, kan?"

Gito langsung tersedak makanannya, sehingga Chika tersenyum tipis melihat reaksi lelaki di depannya ini. Seantero sekolah juga tau kalau Gito dan Eli adalah salah satu pasangan terhits karena Gito adalah kapten basket dan Eli ketua OSIS. Seingat Chika, keduanya mulai berpacaran awal kelas dua. Itu kalau Chika tidak salah ingat.

"Pelan-pelan, Gito," ledek Chika.

"Gua sama Eli udah putus," ucap Gito yang berhasil membuat Chika tersedak minumannya. "Pelan-pelan, Chika." Kini giliran Gito yang tersenyum tipis.

Chika mengibas-ngibaskan tangannya. "Serius?"

"Sengagetin itu, ya?"

"Kok bisa?"

"Bisalah. Kenapa enggak?" Gito lanjut menyantap makanannya. "Udah seminggu lebih kayanya. Dia curigaan mulu, gua cape, terus gak bales chat dia. Eh, besoknya dia minta putus."

"Dih, kaya anak kecil."

"Dia yang mikirnya masih kaya bocah."

"Lo juga ngehadapinnya gak dewasa."

"Cowo emang selalu salah ya, kalau dilihat dari kacamata cewe," keluh Gito. "Kalau dicurigainnya tiap hari itu tandanya dia yang gak percaya sama gua. Padahal nih, jangankan selingkuh, ada waktu buat main game agak lamaan ajah susah. Lo tau sendiri tim basket putra lagi abis-abisan latihan buat turnamen bulan depan, terus gua juga udah mulai ikut bimbel buat persiapan UN sama SBMPTN. Tugas dari guru, belajar buat UTS, kerja kelompok. Boro-boro buat ngelirik cewe lain."

Chika mengerutkan keningnya. "Terus lo gak jelasin ini ke dia emang?"

"Udah. Berkali-kali. Terus dia curiga pas di bimbel gua deket sama cewe dari sekolah lain yang satu tempat bimbel sama gua. Dia juga marah-marah kalau belakangan gua gak bisa pulang bareng dia. Yang terakhir ini karena dia cemburu sama temen sekelompok gua yang posting IG story lagi sampingan sama gua padahal kita cuma kerja kelompok dan itu rame-rame. Dia bilang gua deket-deketan bener sama dia lah. Mau gua jelasin gimana juga dia gak percaya, ya udah gua matiin ajah HP terus tidur. Eh, besoknya gua disamperin ke kelas terus dia minta putus. Untung gak banyak yang liat. Tapi gua yakin beritanya udah nyebar. Mungkin cuma seorang Yessica Tamara doang yang gak tau."

17 Years OldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang