Karya: Candra Lesmana
Suatu hari aku baru saja bangun dari tidurku.
Berhubung akhir pekan, bangun jam 8 aku anggap bukan kesiangan, karna di hari-hari biasanya jam segitu aku sudah ada di tempat kerja.
Aku bergegas menuju kamar mandi, bukan untuk mandi, hanya sekadar ingin membasuh muka dan menggosok gigi.
Sungguh aku paling malas jika di hari libur harus serba freepare seperti hari-hari kerja, seminggu sekali jadi pemalas aku anggap wajar saja, toh manusia memang tidak dilahirkan untuk sempurna tapi untuk menyempurnakan.
Seberes dari kamar mandi, aku bergegas menuju beranda, disana aku temukan banyak orang berlalu-lalang, ada yang bercerita tentang mimpinya semalam, ada yang bercerita tentang kejadian yang baru dialaminya pagi ini, ada yang bersyukur karna masih hidup, bahkan ada yang bertengkar dengan pasangannya.
Aku hanya tersenyum melihat kehidupan di berandaku yang sedari pagi buta, sudah sebegitu ramainya.
Tapi ku lihat di pojokan beranda, ada sebuah pesan yang entah dari siapa.
Ku buka pesan itu, ku pikir ini sebuah surat dengan tulisan panjang yang selalu di kirimkan orang-orang kurang kerjaan, tapi ternyata aku salah memperkirakan.
Setelah membuka pesan itu, aku kemudian membacanya dengan suara hatiku." Mau kemana?" seseorang itu ternyata mengirimkan sebuah pesan singkat yang terkesan sok akrab, padahal aku tidak tahu siapa dirinya.
Pada awalnya aku hanya mengabaikan pesan itu, tapi setelah berhari-hari berlalu, kepalaku terus menerus di hantui pertanyaan itu.
Karna sudah merasa jengkel, aku putuskan untuk membalas pesan misterius darinya.
Aku membalas " Kamu siapa? Kenapa tiba-tiba bertanya mau kemana? Dan apakah aku perlu menjawab pertanyaanmu? Sungguh pertanyaanmu rasanya begitu mengganggu,"
Meskipun sudah sekitar empat hari dari pertama aku menerima pesan darinya, aku harap orang itu masih sudi membalas pesanku dan mengantarkan pesannya ke pojokkan berandaku.Di hari ke lima setelah kejadian, aku kembali mengecek berandaku setelah bangun tidur dan sebelum bergegas ke tempat kerja.
Tapi, tidak ada pesan balasan darinya, entah karna orang itu sibuk, malas menulis, atau malas mengantarkan pesannya.
Aku kembali pada rutinitasku, meski harus dengan kepala yang terus menerus dipenuhi pertanyaan itu.
Selang sehari berikutnya, di pagi buta aku kembali mengecek beranda, tapi nihil pesan balasan belum juga tiba, tidak terasa besok sudah mau seminggu saja, sejak pertama aku menerima pesan itu darinya.
Dan sepanjang hari selama itu, pikiranku terus menerus di ganggu.
Minggu pun kembali tiba, sepeti biasa rutinitas pertama setelah bangun, ya membersihkan muka dan menggosok gigi.
Tapi kali ini rasanya kepalaku pening sekali, aku pergi kedapur dan menyeduh segelas kopi, kemudian aku bergegas kembali menuju beranda dengan segelas kopi di tangan.
Hatiku tidak berharap lagi akan ada pesan balasan, tapi anehnya ketika aku sudah mulai merasa tidak peduli, orang itu malah mengirim lagi pesan yang membuatku semakin tidak mengerti.
Setelah aku membuka pesan itu, kalimat pertanyaan kembali tertulis di pesan yang di kirimnya.
" Udah punya bekal apa? " hatiku semakin heran dibuatnya.
Pertanyaan minggu lalu saja belum aku temukan jawabannya, sekarang orang itu malah mengirimkan pesan yang sama membingungkannya, aku sendiri tidak mengerti kenapa di bulan april ini ada orang misterius yang begitu niat mengirimkan pesan-pesan pertanyaan yang tidak kunjung memberiku jawaban.
Aku kembali membalas pesan itu, tidak seperti minggu lalu, kali ini aku langsung membalas pesan itu, hatiku sudah geram dengan teka teki yang tengah aku hadapi, rasanya seperti berada di sebuah labirin tanpa pintu keluar.
" Sebenarnya kamu ini siapa? Kenapa terus menerus memberiku pertanyaan semacam itu, apakah kamu tahu? Pertanyaanmu telah membuat hari-hariku terburu dan dipenuhi dengan rasa penasaran, coba jelaskan perihal dirimu, jika tidak mau, aku harap kau tidak menggangu."
Aku mengirimkan pesan itu dengan perasaan yang sungguh tak menentu, rasa heran, marah, kesal, bingung, sedih, emosi, semuanya bercampur menjadi satu.
Aku tidak percaya, semenjak seseorang mengirimkan pesannya itu, seluruh hidupku akan berubah, seluruh hidupku menjadi digiring menuju suatu jawaban yang entah apa.
Dalam kurun waktu seminggu berikutnya, tidak ada lagi pesan balasan aku dapatkan.
Sementara aku masih mencari jawaban dari dua pertanyaan yang sudah lebih dari dua pekan ada di ingatan, hingga minggu kembali tiba.
Kali ini sebelum aku membasuh muka dan menggosok gigi, aku memutuskan untuk pergi ke beranda terlebih dahulu, dengan harapan aku bisa segera mendapatkan balasan.
Tapi anehnya, meskipun ini sudah hari minggu, pesan itu belum juga datang di berandaku.
Aku pun memutuskan untuk pergi ke kamar mandi lalu membasuh wajah dan menggosok gigi.
Di hadapan cermin di kamar mandi, aku melihat diriku yang utuh, hari ke hari kulitku terlihat lebih gelap dan nampak semakin alot, kantung mataku menebal.
" Mungkin ini yang dinamakan usia," pikirku dalam hati.
Tapi tiba-tiba saja dalam hatiku ada seseorang yang bicara, bahkan hampir di setiap peristiwa percakapan di hadapan cermin, orang itu selalu saja menjadi pembantah.
Ia berkata, " Ah.. sudahlah jalani saja, ngapain banyak mikir, nanti repot."
Aku tidak mengerti mengapa selalu saja apa pertengkaran di anatara kami bertiga.
Setelah aku merasa cukup berada di kamar mandi, aku bergegas keluar dan kembali ke beranda.
Tidak aku sangka, orang asing itu kembali mengirimkan lagi pesannya.
Sebelum aku membuka pesan itu, aku bertanya pada diriku sendiri, " Apakah aku harus membukanya? Apakah ini jawaban dari pertanyaanku sebelumnya? Apakah ini sebuah pertanyaan baru yang lebih membingungkan lagi?"
Tapi, aku tidak bisa memastikan semua jika aku tidak membukanya, dengan perasaan yang tidak bisa aku jelaskan, aku putuskan membuka pesan itu.
Tapi aku memejamkan mataku sebelum membacanya, pelan aku buka mataku, samar-samar aku lihat tulisan itu, dan ternyata pesannya adalah;
" Sudah siap? "Aaaaa..... aku berteriak sekencang yang aku bisa, kepalaku semakin tidak bisa aku kendalikan, rasanya ingin ku banting semua benda yang ada di sekitarku.
Aaaaa..... aku kembali berteriak, keluar dari beranda dan menangis sembari memeluk lutut.
Tapi ketika air mataku mengalir deras, aku mendengar seseorang kembali mengirimkan pesan untukku, meski penuh dengan rasa takut, aku memberanikan diri membukanya." Tetaplah berbuat baik, meski kau masih saja melakukan kesalahan, tetaplah menjadi bumi, meski ditinggikan kedudukan, tetaplah menjadi manusia, dan pulanglah dengan fitrah."
Air mataku berhenti menetes, aku merasa semuanya begitu baik-baik saja, dan seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
SILOKA "Kumpulan cerpen"
Short StoryUdah jangan banyak mikir, ini hanya sekumpulan cerita fiktif yang di imajinasikan seorang lelaki utopis. Dan yang pasti enggak akan seberat memahami novel filsafat. Klik ajah, dan ikuti alurnya. Salam Koala :)