No Life

21 4 1
                                    

"Oiiii..!!! mau kemana kamu?!! jangan kabur oiiii..!!" teriak satpam yang ada di sekolah.

Ya, aku memang berniat kabur dari sekolah. Aku sempat tertangkap satpam, tapi aku menghembuskan jurus napas yang telah diberikan Om Pink. Bodohnya aku malah memanfaatkan kutukan ini. Semoga saja pak satpam itu tidak mengalami gangguan pernapasan.

Aku sudah menduga hal ini akan terjadi di sekolah. Yang kupertanyakan sekarang adalah apakah aku tidak akan bersekolah lagi?

Hari sudah siang, matahari sudah berada di atas kepalaku. Karena aku takut dimarahi jika pulang ke rumah, aku berjalan-jalan mencari tempat teduh yang nyaman. Karena aku menemukan tempat teduh yang nyaman aku malah tertidur dan terbangun jam lima sore. Karena panik aku langsung berlari pulang menuju rumah.

"Miko dari mana aja kamu hah? mamah khawatir Miko." tanya mamahku yang langsung memelukku. 

"Sekolah lah mah." jawabku panik

"Ouuhhh sekolah, trus mana tas kamu? jangan berbohong, mamah tau kamu kabur dari sekolah. Tadi mama dipanggil ke sekolah tau!" ujar mamaku sambil mencubit pipiku.

Bodohnya aku tidak terbayang kalau mamah akan dipanggil sekolah. Aku bersyukur karna mamahku tidak memarahiku karena hal itu.

"Udah kamu mandi dulu sana! nanti kita bahas apa yang terjadi di sekolah dengan papa." suruh mamaku dengan nada yang lembut. Mungkin mamah mengerti apa yang telah ku alami.

"Iya mah." jawabku dengan singkat.

Selesai mandi, mamah belum menanyakan apa-apa tentangku. Setelah papa tiba di rumah dan makan malam sudah siap, barulah interogasi dimulai.

"Jadi... papa sudah mendengar dari mamah tentang yang terjadi di sekolah. Apakah benar mulutmu bau seperti yang terjadi saat itu?" tanya papa kepadaku sambil mengunyah.

"Ihh papa kunyah dulu baru ngomong gimana sih." tegur mamahku.

"Iya pah, mulutku memang bau busuk sejak hari itu." jawabku sambil memainkan makananku.

"Lalu kenapa papa dan mamah tidak bisa menciumnya seperti waktu itu?" tanya mamahku.

"Itu karena aku meminta Om Pink agar papa dan mamah tidak bisa mencium bau mulutku." jawabku keceplosan menyebut Om Pink.

"Hahh? siapa Om Pink Mik?" tanya mamahku yang memajukan wajahnya ke hadapanku.

"Enggh.... itu... dia yang membuat kutukan ini kepadaku." jawabku dengan yakin, mungkin memang ini saatnya aku harus memberi tau kedua orang tuaku. 

"Haaahhh kutukan??? jangan bercanda ya Mik." papaku yang ngegas.

"Iya bener Miko ga bohong pah." ucapku berusaha meyakinkan papah.

"Udah deh pah anak kita sendiri masa ga kita percayain." ucap mamah mendukungku.

"Iyaudah papah percaya. Tapi Om Pink rumahnya dimana?" tanya papaku yang kemudian minum.

"Ga ada yang bisa lihat Om Pink selain aku." jawabku yang perlahan makan.

"Gara-gara minum es tuh anaknya, bun khikhihi." ucap Om Pink yang tiba-tiba muncul.

"Berisikkkk... pergi sana!!" teriakku keras ke arah Om Pink yang ada di belakang mamah.

"Kamu kenapa sih Mik?" tanya mamahku heran.

"Aahh.... engga mah, itu dibelakang mamah ada Om Pink." jawabku kesal.

"Heii kauu!! cepat cabut kutukan itu. Apa salah anakku sampai terkena kutukan haahh?" teriak papaku sambil menunjuk ke arah mamahku.

"Oii bocah kenapa tidak kau katakan kenapa kau terkena kutukan." ucap Om Pink yang kemudian berpindah tempat ke sampingku.

"Saya minta maaf atas perbuatan anak saya, tolong hapuskan kutukan terhadap anakku, saya tidak ingin anak saya kenapa-napa kedepannya." ucap mamahku membalikkan badan dan berlutut. 

"Aigo aigo... inilah sebabnya surga ditelapak kaki ibu. Lihatlah bocah, biarpun anaknya salah, seorang ibu tetap mau membela dan melindungi anaknya, meskipun anak itu tidak menyayangi dan tidak melindungi ibunya sendiri. Bersyukurlah kau mempunyai ibu." ucap bijak Om Pink yang kemudian menghilang.

"Om Pink sudah pergi mah." kataku sambil membangunkan mamah.

"Apa tadinya mamah nangis saja? haahhh sudah kamu tidur sana." suruh mama sambil mengangkat piring ke wastafel.

Tadinya aku ingin membicarakan aku tidak ingin pergi ke sekolah lagi, tapi sepertinya waktunya kurang pas. Aku berencana membicarakannya besok pagi.

"Miko!!!!! bangun dekk." teriak mamaku dari bawah.

"Iya mah udah bangun dari tadi kok." ucapku sambil menuju ke bawah.

"Buruan mandi sana biar sarapan." suruh mamaku sambil menyiapkan sarapan.

"Iya mah." jawabku singkat.

Setelah mandi dan sarapan, aku langsung berangkat ke sekolah bareng papa. Baru turun dari mobil aku sudah dikejutkan dengan seisi sekolah yang menggunakan masker. Sesampainya di kelas, bangku yang ada di sebelah Dito yaitu bangku ku duduk menghilang.

"Dit bangku aku kemana?" tanyaku.

"Bangkumu sudah dibuang bu guru." ucapnya sambil menutup hidung.

"Hahh? ko dibuang?" tanyaku lagi.

"Memangnya ada tempat untuk anak sepertimu?" tanya bu guru yang tiba-tiba muncul.

"Teganya kamu Mik membunuh orang tuamu karna perbuatanmu itu." ucap Dito kecewa.

Tiba-tiba bau yang sangat busuk masuk ke hidungku. Aku tidak kuat dan spontan keluar kelas. Aku terkejut setelah melihat ke ujung lorong kelas.

"MAHHH! PAHHH!!" teriakku sambil berlari menuju lorong kelas.

Saat aku berlari, aku melihat diriku bersiap gantung diri di tengah kedua orang tuaku yang sudah di gantung.

"Hei bocah, ada apa denganmu oiiii." suara yang membuat ku terbangun tiba-tiba.

Ternyata itu cuma mimpi, aku merasa mimpi itu sangat nyata terbukti dari badanku yang dipenuhi keringat.

"Hei Om sedang apa kau di bawah situ?" kataku sambil mematikan alarm hp.

"Kau yang menyundulku tiba-tiba dasar bodohh!!" teriaknya sambil mengusap-usap jidatnya.

"Om beresin tempat tidurku ya! hihihi." ucapku yang langsung berlari keluar.

"Bocahhhhh Baderrr... kapan-kapan akan kutambah kutukanmu." Teriak Om Pink.

Karena takut hal yang ada dimimpi benar-benar terjadi, aku langsung memberitahu ibuku bahwa aku tidak ingin pergi ke sekolah lagi untuk belajar. Ucapanku memang tidak bisa diterima, tetapi karena keadaanku yang begini dan alasan ku yang ingin mamahku saja yang mengajariku setiap pelajaran sekolah di rumah, akhirnya orang tuaku menyetujuinya.

Aku memang tidak akan mempunyai teman mulai dari sekarang dan 90% hanya akan menghabiskan waktu di rumah, dan ternyata hal itu tidak begitu sulit kulakukan. Aku malahan merasa lebih nyaman, karena dengan aku yang selalu berada  di rumah tidak akan membuat orang lain merasa tidak nyaman.


"DI SHARE DONG CERITANYA" kata Emiko.


Tak Bicara-Tak BerbauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang