Untitle Story 1 - 3

29 1 0
                                    

part 3

Aku kembali berdiri di sana, memandang laut biru di bawah masjid. Masih terpana dengan pemandangan yang mengagumkan itu. Dan masih bertanya-tanya dengan jalan raya di bawah laut itu. Aku berpikir saat pertama kali melihatnya itu hanya ilusiku saja. Tapi ketika tetap melihatnya sekarang, sepertinya jalan raya itu benar-benar ada. Namun tetap tidak masuk akal.

"Pemandangannya indah bukan?" sebuah suara berat memutus lamunanku. Pak haji, ayah pria itu - ayah angkatnya tepatnya - berdiri di sampingku, juga menatap ke arah laut.

Aku mengangguk. "Iya. Saya belum pernah melihat pemandangan yang mengagumkan seperti ini," kataku.

Laki-laki setengah baya itu hanya mengangguk-angguk.

"Dan jalan raya di bawah laut itu benar-benar luar biasa dan tidak bisa dipercaya! Bagaimana mungkin ada jalan raya di bawah laut?" Aku mengungkapkan hal yang membuatku bertanya-tanya dari tadi.

Haji Rohman menatapku, tampak agak sedikit terkejut. "Nak Liana bisa melihatnya?" tanyanya.

"Jalan raya itu?" aku balik bertanya, dia mengangguk. "Memang bapak tidak melihatnya? Itu sangat terlihat jelas! Tepat di bawah sini dan terus memanjang ke sana." Aku merentangkan kedua tanganku ke depan searah jalan raya di bawah laut itu.

"Alhamdulillah....." Laki-laki tua di sampingku menghela nafas lega dan tersenyum.

Aku menatapnya tak mengerti.

"Lebih baik kita kembali ke rumah," ajaknya. "Istriku pasti sudah menyiapkan makanan kecil juga oleh-oleh yang dibawa putriku dari jogja. Jangan sampai kita kehabisan, karena murid-murid di sini suka sekali menghabiskan makanan," selorohnya seraya tertawa.

Aku ikut tertawa.

"Aku akan menceritakan padamu tentang jalan raya di bawah laut itu. Namun kuminta Nak Liana tidak menceritakan pada siapapun tentang jalan raya itu, termasuk pada putraku. Bisa?" Dia memohon dengan tatapan tegas.

"Baik, pak haji," jawabku, walau dengan kening berkerut tak mengerti.

Kami pun kembali ke rumah besar di kompleks pesantren kecil di sekitar masjid.

Di ruang tamu, para santri senior sudah duduk menikmati aneka makanan. Aku melihat Dia di sana, duduk bersebelahan dengan putri pak haji pemilik pesantren, adik angkatnya—gadis yang tadi. Mereka tampak asyik mengobrol dan sangat akrab, hingga dia tidak melihat saat aku masuk.

"Mungkinkah gadis itu kekasihnya?" tanyaku dalam hati.

"Mereka hanya saudara angkat, tidak ada hubungan darah. Mereka pasti diperbolehkan untuk menikah." Sebuah rasa kecewa juga sedih menyelusup di hatiku.

"Mba Liana, ayo dimakan, banyak nih makanannya!" Seorang pemuda mengangkat piring berisi aneka macam makanan, menawarkannya padaku.

"Wah banyak sekali, jadi bingung mau yang mana," ujarku.

"Dicicipin satu-satu aja mba," kata gadis berkerudung yang duduk di sampingku.

Aku pun mengikuti anjurannya dan menikmati setiap makanan kecil yang disajikan.

 ***

 Sudah sebulan sejak hari itu, aku tidak lagi bertemu dengannya. Dia tidak pernah muncul di tempat biasa dia menjemputku ketika turun dari angkutan umum. Aku juga tidak melihatnya di antara tukang ojek yang berjejer di tepi jalanan itu. Ia seperti menghilang.

Sejak dia dengan tiba-tiba melepaskan genggaman tangannya begitu melihat putri pak haji, dia juga seakan hilang dari kehidupanku. Dia tidak pernah muncul lagi mengisi hari-hariku. Seakan lenyap di telan bumi. Seakan dia tidak pernah muncul selama ini. Aku tidak bisa menghubunginya karena kami tidak pernah saling bertukar nomor handphone.

Bahkan aku pun belum sempat menanyakan namanya!

Apakah selama ini aku hanya bermimpi?

Namun rasanya seperti nyata. Aku masih bisa merasakan hangat tangannya yang menggenggam erat tanganku. Aku juga bisa merasakan perasaan suka yang kurasakan padanya.

Ini bukan mimpi!

Ini kenyataan, karena aku bisa merasakan perasaan sakit di hatiku karena tidak bisa melihatnya lagi.

Aku merindukannya....

Apakah aku sudah jatuh cinta padanya?

Pada dia yang namanya pun tidak kuketahui.

Betapa bodohnya aku! Mengenalnya sekian lama tanpa tahu namanya!

Tetesan air mata jatuh membasahi mukena putihku. Aku hanya bisa mengadu pada-NYA. Mengungkapkan semua kesedihanku. Kesedihan karena aku kembali gagal menemukan belahan jiwaku.

"Tuhan... berikan aku kekuatan. Berikan aku keikhlasan hati untuk menerima semuanya.

Dan berikan aku kesabaran juga keyakinan untuk menemukan belahan jiwa ini....amiin..."

 ***

untitle storyWhere stories live. Discover now