Untitle Story 1 - 6

30 1 0
                                    

part 6

Yusuf mengajakku berkeliling kompleks pesantren.

Walaupun sederhana, pesantren itu terlihat bersih dan rapih. Fasilitasnya cukup lengkap. Suasananya pun sangat asri dengan pohon-pohon besar yang berdiri di antara gedung kelas dan asrama.

Para santri sudah mulai keluar kelas dan sebagian besar menuju masjid bersiap untuk sholat ashar. Saat berpapasan denganku dan Yusuf, mereka memberi salam dengan sopan sembari tersenyum.

Karena waktu ashar sudah tiba, Yusuf mengajakku ke masjid. Kami berpisah sejenak, Yusuf menuju tempat jamaah laki-laki dan aku menuju tempat jamaah perempuan.

Setelah sholat ashar, aku duduk lebih lama di atas sajadahku, seperti biasa membaca surat Al-Waqi'ah. Baru beberapa menit bacaanku jadi tidak khusuk. Sayup-sayup aku mendengar obrolan beberapa perempuan di belakang.

"Kalian lihat perempuan yang tadi berjalan bersama Mas Yusuf, ga?"

Sepertinya mereka sedang membicarakan aku. Aku pun jadi mendengarkan lebih jauh.

"Lihat, lihat. Katanya itu calonnya Mas yusuf ya?"

"Masa sih?? Bukannya Mas Yusuf pacaran sama Mba Rahma?"

Hmm ternyata desas-desus itu bukan omong kosong. Buktinya jadi bahan gosip!

"Hush! Jangan ngomong sembarangan! Mana mungkin mereka pacaran! Mereka itu kan saudara, yah walaupun bukan saudara kandung sih..."

"Makanya itu, mereka kan cuma saudara angkat, jadi mereka boleh menikah. Yang gue denger pak haji juga berharap Mas Yusuf bisa menikah sama Mba Rahma. Tapi ga tau deh kenapa bisa ga jadi."

Aku terhenyak.

Benarkah haji Rohman berharap seperti itu?

Rasa cemas tiba-tiba menyerang diriku.

"Pasti karena Mas Yusuf jatuh cinta sama perempuan itu."

"Tapi yang gue denger Mas Yusuf dan Mba Rahma saling cinta kok!"

Aku tak tahan lagi mendengarnya. Segera kubereskan mukena dan al-quran tanganku dan memasukkannya ke dalam tas. Aku menarik nafas sesaat dan menghembuskannya perlahan, mencoba mengeluarkan rasa sesak yang disebabkan obrolan yang tidak enak didengar itu.

Menguping pembicaraan orang memang tidak enak pake banget!

Setelah cukup tenang, aku bangkit dan berjalan menuju pintu keluar.

Seorang perempuan di antara penggosip itu nampak terkejut melihatku. Ia menyikut temannya supaya menghentikan ucapannya.

Aku sekuat mungkin menahan diri untuk tidak menampakkan muka kesal dan tatapan marah. Sekuat mungkin memaksakan senyum di bibirku. "Assalamu'alaikum," salamku seraya tersenyum—untung saja berhasil - saat melewati mereka.

Kelompok kecil perempuan itu terlihat gugup dan salah tingkah. Dengan terbata mereka pun membalas salamku.

-----

Yusuf sudah menunggu di depan gerbang masjid. Dia tersenyum begitu melihatku. Aku memaksakan membalas senyumnya. Namun sepertinya dia tahu kalau senyumku dipaksakan.

"Hey, ada apa?" tanyanya lembut.

"Tidak ada apa-apa," jawabku tanpa menatap matanya.

"Wajahmu tidak bisa berbohong kalau hatimu sedang tidak senang," ujarnya membaca wajahku.

Aku mengabaikannya, dan mulai melangkah.

"Kau mau kemana?" tanyanya menghentikan langkahku. Aku memang tidak tahu mau kemana.

"Kau tidak mau memberitahuku apa yang mengusik hatimu?" tanyanya lagi kali ini dengan sabar.

Aku menatap tepat ke matanya. "Apa sekarang kau akan memberikan penjelasan tentang Rahma?" tantangku dingin.

Sorot matanya yang tadi lembut berubah gelisah.

"Lebih baik kita bicara di tempat lain," bisiknya melirik orang-orang yang lalu lalang.

Aku pun mengikuti langkahnya.

-----

untitle storyWhere stories live. Discover now