CHAPTER 2

129 34 2
                                    

Tiap-tiap senja, Anantara  menyepi, bersender pada rerumputan yang lembut, merangkul keheningan seraya membiarkan dirinya tersapu oleh hembusan angin, menari-nari dalam nyanyian pepohonan yang berbisik. Di tepi bukit yang menghijau, seorang perempuan jatuh cinta pada semua keindahan alam yang Tuhannya ciptakan, terpukau pada pesona alam yang memikat. Tepat disana, dalam kesejukan, ia menemukan kedamaian batinnya yang paling dalam, mengukir kenangan indah yang tak terlupakan dalam lirik asmara alam, seorang diri. Itulah mengapa, kesederhanaan dari sosok perempuan tersebut membuat Arshaka, seorang lelaki yang selalu mengagumi keindahan langit itu jatuh hati padanya.

“Kenalin, Arshaka. Panggil saja Arsha, ya?” sapa lelaki tersebut sembari menyodorkan sebatang bunga lily, “Lily ini melambangkan keanggunan, keindahan, dan juga kemurnian, sama sepertimu, Anantara.” Arsha menatap dalam Anantara dengan senyuman simpul di bibirnya, sedang perempuan tersebut tengah menundukan pandangnya tak berani saling menatap.

Anantara mengambil sebatang lily yang diberikan lelaki tersebut namun ia tetap terdiam sembari berfikir, bagaimana bisa ada seorang lelaki yang mengenalinya sedang ia sendiri tidak pernah melihat sosok lelaki tersebut sekalipun, tapi itulah yang terjadi.

Katanya, cinta melemahkan orang terkuat sekalipun. Benar, itulah yang terjadi pada sosok Anantara. Ia meyakini bahwa, cinta ini murni datang dari Tuhan yang mengirim sosok lelaki asing tersebut padanya. Tapi bagaimana mungkin seorang Anantara jatuh hati secepat ini pada lelaki asing , teka-teki rasanya.

Namun, begitu dirinya bertemu dengan Arshaka, perasaannya benar-benar berubah. Seiring dengan percakapan yang berlangsung, Anantara merasakan kilatan emosi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, hingga membuatnya tersenyum sendiri dalam kebingungan yang menyenangkan. Sungguh, Anantara benar-benar jatuh hati, hatinya sungguh-sungguh terpikat.

“Aku menyukai semua tentang langit, dan salah satu orang yang berada di bawah langit,” ungkap Arsha dengan melihat ke atas langit lalu menatap ke arah Anantara.

“Aku menggenggam langit itu sekarang, bersamaku,” lanjutnya dengan kilauan bahagia yang tak terbendung saat ia melihat sosok Anantara, seakan-akan matahari sendiri tersenyum di wajahnya.

“Kenapa tidak kamu genggam sejak dulu?” tanya perempuan itu sambil menatap Arsha dengan penuh makna.

Arsha tersentak, terdiam sejenak, lalu tersenyum seraya berkata, “Ana sayang, langit itu luas dan indah, semua orang menyukainya, tetapi ia hanya bisa dilihat dari kejauhan, langit sangat sulit untuk digapai apalagi untuk dimiliki. Juga, terkadang beberapa rasa memang harus dibiarkan menjadi rahasia, bukan untuk diutarakan tapi hanya untuk disyukuri keberadaannya.”

Dua Atma SenduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang